Formal Boy (END)

By AzkaAzkia21

95.9K 8.3K 7.7K

Tentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah She... More

PERKENALAN
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
CAST VECTOR 01
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52 [END]
EKSTRA BAB
FAKE CHAT
QNA FB
EKSTRA BAB 2
FORMAL BOY 2

BAB 47

1.4K 131 124
By AzkaAzkia21

Lima hari telah berlalu. Gibran masih enggan berbicara dengan mamanya. Tepat dua hari yang lalu, Gibran pun sempat pergi ke rumah Arinta, berniat untuk meminta maaf. Namun, dirinya justru tidak diperbolehkan untuk masuk.

Gibran tahu, kesalahan yang diperbuat mamanya memang sulit untuk mendapatkan maaf, tetapi hanya maaf yang bisa ia lakukan.

Berhubung hari ini weekend, Gibran berniat untuk ke kafenya. Sudah lumayan lama ia tidak melihat perkembangan kafe.

Begitu sampai di tempat tujuan, Gibran memutuskan untuk putar balik. Sebab ia melihat mamanya yang tersenyum ke arahnya. Ingin rasanya Gibran mendekat, walau kenyataan egonya lebih menguasai dirinya.

Sementara di sisi lain, Sherin mulai belajar untuk berjalan untuk yang ketiga kalinya. Ditemani dengan sang Bunda dan seorang dokter.

"Pelan-pelan saja Sherin, jangan terlalu terburu-buru," ujar Rina sambil memapah Sherin.

"Aku udah nggak sabar pengen jalan lagi, Bun."

"Iya, bunda tahu itu, tapi ya kamu juga tetap hati-hati."

Sherin merasa senang, karena kini ia sudah bisa berdiri sendiri. Walau dirinya belum bisa melangkahkan kakinya, tanpa bantuan orang lain. Setidaknya tak lama lagi ia akan kembali berjalan seperti dulu.

"Untuk hari ini sepertinya cukup dulu, kita lanjut lusa," ucap dokter bernama Hera.

"Makasih, ya, Dokter Hera. Udah banyak banget bantu aku." Sherin tersenyum ke arah Hera.

"Sama-sama, kamu juga jangan patah semangat. Saya yakin nggak lama lagi kamu bisa berjalan normal seperti biasa."

"Aamiin, Dok. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih," ungkap Rina.

"Kalau begitu saya pamit dulu, nanti lusa saya akan ke sini lagi sekitar jam sembilan pagi."

Setelah kepergian Hera, Rina membantu putrinya untuk duduk di sofa dan kemudian mereka berdua berbincang-bincang.

"Nanti kalau kamu sudah sembuh total dan bisa jalan lagi, kamu bisa sekolah lagi di SMA Dharmawangsa. Kamu seneng kan pasti?"

"Em, tapi Bun. Aku boleh minta satu hal nggak?" tanya Sherin bernada serius.

"Ngomong saja langsung, kamu mau minta apa?"

"Aku mau pindah sekolah."

Rina yang mendengarnya mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja putrinya meminta untuk pindah sekolah. Padahal selama di rumah, dia selalu bilang jika rindu dengan teman-temannya.

"Kenapa harus pindah? Bukannya selama ini kamu bilang sama bunda, kalau rindu sama teman-teman kamu di sekolah." 

"Aku mohon, Bun. Pindah di mana aja terserah sama bunda."

"Iya, tapi kenapa?"

"Aku nggak bisa jelasin, Bun."

Sebenarnya masalah Sherin yang ingin pindah sekolah merupakan bagian dari tujuannya, yakni menjauh dari Gibran. Ya, walau pun selama ini ia masih sering bertemu. Namun, jika nantinya ia sudah bisa bersekolah lagi dan itu di SMA Dharmawangsa. Sama saja membuatnya semakin sulit melupakan Gibran.

"Kamu kena bully? Kalau iya kenapa nggak pernah bilang sama bunda atau ayah."

Sherin menggelengkan kepalanya dengan segera. "Nggak sama sekali kok, Bun. Malahan teman-teman aku pada baik, cuma ya itu aku pengen pindah."

"Ya sudah kalau itu memang jadi keputusan kamu, nanti bunda bilang ke ayah kamu."

"Makasih bunda. Aku sayang banget sama bunda, sama ayah juga."

"Sama kakak nggak sayang nih?"

Seseorang berpakaian hitam dengan jaket yang menggantung di pinggangnya, masuk ke rumah dan melihat bunda bersama adiknya tengah berpelukan.

Baik Sherin atau pun Rina, sama-sama terlihat kaget melihat kedatangan Dika. Yap, orang tadi adalah Dika—bagian dari keluarga ini dan yang membuat kaget tak lain karena Dika yang tidak memberitahukan jika akan pulang.

"Lho Kak Dika pulang kok nggak ngabarin kita sih, Kak!"

"Iya bener kata adik kamu, nggak ngabarin tiba-tiba sudah sampai rumah," timpal Rina.

"Biar kejutan gitu, emangnya nggak pada seneng? Apa jangan-jangan bunda lupa kalau punya anak cowok keren gini?" Dika lantas duduk di sebelah Rina.

"Siapa yang bilang gitu?"

"Ya siapa tahu."

Rina menarik rambut Dika karena gemas sekaligus melepas rindu pada putra sulungnya.

"Kak Dika nanti sore kita jalan-jalan, yuk! Ke danau gitu."

"Apa sih yang nggak buat adik kakak, hm? Nanti pasti kakak temani, ke mana pun kamu mau."

"Siap, Kak!"

-----

Sore pun tiba, sekitar pukul setengah empat Arinta tengah bersiap-siap di depan rumah—menunggu sang ibu.  Rencananya ia akan mengajak ibunya untuk pergi ke danau. Menikmati semilir angin sore di sana.

"Ibu udah siap?" tanya Arinta.

"Iya, Rinta. Kamu tumben ajak ibu ke danau. Terus nanti kita di sana ngapain?"

"Ya duduk-duduk aja, Bu sekalian refreshing. Biar nggak di rumah terus."

Lima menit kemudian, mereka mulai berjalan untuk mencari angkutan umum yang akan mengantarkannya sampai ke tempat tujuan. Beruntung, tak membutuhkan lama untuk mencari angkutan.

Di dalam angkutan, Arinta tersenyum melihat ibunya yang tampak antusias. Selama ini ia merasa, jika dirinya jarang sekali membuat ibunya tersenyum seperti saat ini.

Apalagi sekarang Arinta merasa bersalah, karena setelah memutuskan untuk tidak bekerja di tempat Gibran, sampai sekarang dirinya belum menemukan pekerjaan pengganti. Sebab statusnya yang masih pelajar, membuat beberapa lamaran langsung ditolak. Sampai ia mengatakan mungkin lebih baik dirinya berhenti sekolah, tetapi dengan cepat ia tidak mendapatkan izin dari ibunya.

"Berhenti, Pak!" seru Arinta kala sudah sampai ditujuan dan langsung menyerahkan beberapa lembar uang ketika sudah turun.

Suasana sore kali ini di danau, lebih ramai dari biasanya yang sepi. Sebab tak jauh dari lokasi kebetulan sedang ada pasar malam.

"Bu, kita duduk di bangku sana, yuk!" tunjuk Arinta pada bangku panjang berwarna kecokelatan.

Arinta membenarkan ikat rambutnya yang hampir saja terlepas. "Anginnya enak kan, Bu di sini?"

"Iya semilir."

"Bu, itu kayaknya ada penjual jagung rebus. Rinta ke sana dulu, ya mau beli."

"Eh, nggak usah Rinta. Gini aja ibu udah seneng."

"Nggak papa, Bu. Kan itu makanan kesukaan ibu. Masa iya cuma duduk aja nggak makan apa-apa. Ya udah, ibu tunggu sini, ya jangan ke mana-mana."

Dengan langkah cepat Arinta mendekat ke arah penjual jagung rebus. Usai membelinya, ia segera kembali ke tempat awal dan mulai menikmati jagung yang masih hangat itu.

"Rinta ibu mau kasih tahu kamu satu hal," ujar Ningsih.

"Soal apa, Bu?" tanya Arinta yang penasaran. Bahkan ia menghentikan aksi memakan jagungnya.

"Kamu tahu kan kalau almarhum suaminya Elsa selingkuh sampai punya anak?"

Ketika mendengar hal itu Arinta kaget. Ia sama sekali tidak mengetahui hal itu, apa mungkin Bella adalah anak yang dimaksud ibunya?

"Rinta tahunya kalau Kak Gibran itu punya adik, Bu. Rinta nggak tahu kebenarannya."

"Itu semua karena dendam ibu, Rinta. Ibu yang sudah buat suaminya Elsa berselingkuh dengan pembantunya."

Arinta menutup rapat mulutnya dengan tangan, sampai-sampai jagung rebus di tangannya jatuh ke tanah.

"Sepertinya ibu sudah melewati batas dan sekarang ibu menyesal."

Ningsih tertunduk lemas. Mengingat perbuatannya sendiri, di mana malam itu dirinya yang menyebabkan perselingkuhan itu terjadi.

"Nggak usah nyesel, Bu. Lagi pula Tante Elsa juga yang udah buat Rinta kehilangan ayah. Buktinya sampai sekarang dia nggak bertanggung jawab dan malah enak-enakan di rumah mewahnya bersama anaknya." 

"Tetap saja sekarang ibu menyesal. Nggak seharusnya juga ibu ngelakuin hal yang menyebabkan perzinaan itu terjadi."

"Sudahlah, Bu. Ibu tenang aja, nggak ada yang tahu kan selain Rinta?"

"Sayangnya aku udah terlanjur tahu semuanya," ujar Sherin yang tanpa sadar sudah ada di belakang mereka. Ia juga mendengar perbincangan Arinta dengan ibunya.

Usai meminta kakaknya untuk menjauh, Sherin menatap Arinta lekat sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya kepada wanita paruh baya di sebelah Arinta.

"Kenapa Bu Ningsih melakukan hal itu? Ibu tahu kan itu perbuatan dosa. Apalagi Bu Ningsih menaruh dendam juga kepada keluarga Tante Elsa."

"Gue tahu, Rin. Lo pasti belain mereka dibanding kita. Lo juga nggak tahu gimana rasanya kehilangan orang yang paling berjasa di keluarga gue. Apalagi lo punya semuanya."

"Aku tahu itu, Ta. Walau pun sekarang aku bersyukur karena masih bisa bersama kedua orang tuaku, tapi asal kamu tahu, kalau aku tahu persis apa yang kamu rasakan. Aku sama sekali nggak ada niatan bela siapa pun, di sini yang aku tahu. Sikap yang dilakukan Bu Ningsih itu salah, nggak seharusnya kejahatan dibalas dengan kejahatan. Lagi pula nggak mungkin kan kalau Tante Elsa ngelakuin itu secara sengaja?"

Sherin menarik napasnya dalam-dalam, rasanya ia benar-benar kecewa dengan perbuatan ibu dari sahabatnya—yang ia sendiri sudah menganggapnya sebagai saudara.

"Udah cukup, Rin. Gue nggak mau denger omongan lo lagi." Ketika Arinta hendak bangkit. Sherin menahannya.

"Jangan pergi dulu, Ta."

"Mulai hari ini, gue udah nggak bisa sahabatan sama lo lagi, Rin. Makasih selama ini lo udah baik sama gue."

Sherin masih berusaha menahan Arinta agar tidak pergi. Namun, yang terjadi dirinya justru terjatuh dari kursi roda karena dorongan kuat Arinta.

"Apa yang Anda lakukan pada Sherina! Anda tidak melihat kondisinya sekarang?" Seseorang datang dan membatu Sherin untuk kembali duduk di kursi rodanya.

.
.

Tinggal beberapa part lagi🤭

Pasti tahu dong siapa yang tiba-tiba dateng?

Komen satu kata dong untuk Sherin 😍 Satu kata aja. 👉

Oh, ya misal ada cerita tentang Sherin mau? 👉

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 48.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka.

Continue Reading

You'll Also Like

35.5K 2.3K 58
(SELESAI) cover by: @naomimeidy9
295K 14.6K 39
"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dala...
15.6M 1.4M 55
#1 in roman Agustus 2021 #1 in pregnant juli 2021 #1 in toxicfamily Juli 2021 #1 in tanggungjawab Agustus 2021 #1 in mba Agustus 2021 #1 in chicklit...
1.4M 107K 67
[Masih Lengkap] Ini tentang bagaimana Adira menyukai Febby-kakak kelasnya yang mempunyai sifat dingin seperti es batu dan datar seperti triplek. Dia...