PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

7.5K 1.8K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 3
B A B 4
B A B 5
B A B 6
B A B 7
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 13
B A B 14
B A B 15
B A B 16
B A B 17
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)
E P I L O G

B A B 2

469 133 397
By Miss_Ristyaningsih

Tok, tok, tok!

Karena, tidak juga di bukakan pintu oleh sang pemilik kamar, membuat Fida masuk ke dalam kamar anak gadisnya itu.

Ketika masuk, ia mendengar suara air dari dalam kamar mandi. Fida hanya tersenyum. Pandangannya menelusuri kamar Ainsley yang sudah rapi. Ainsley terbiasa bangun pagi, di jam empat sampai lima. Untuk mandi pagi, salat subuh, dan setelahnya ia akan turun membantu mamanya jika sekolahnya libur.

10 menit kemudian, Ainsley keluar dari kamar mandi. Ia sudah memakai bajunya dari dalam kamar mandinya. Ketika ingin mandi ia selalu membawa handuk dan juga pakaian yang akan ia pakai setelah mandi.

"Sudah salat subuh, sayang?" tanya Fida nya.

"Sudah, mama," jawab Ainsley dengan duduk di samping Fida.

"Kamu mau masuk di SMA yang mana, nak? Mama ikut pilihan kamu saja. Karena, jika mama yang memilihnya takutnya kamu merasa tidak suka atau tidak nyaman." Fida menggenggam tangan Ainsley dan menatap lembut anaknya.

"Tidak, ma. Ainsley ikut pilihan mama saja. Karena, orang tua pasti tidak mungkin memilihkan hal yang salah untuk anaknya. Apalagi tentang sekolah," sela Ainsley dengan membalas genggaman tangan mamanya.

"Ya sudah. Bagaimana kalau di SMA Aerglo?" tanya mama, Ainsley hanya tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya.

"Tidak terasa anak gadis mama sudah besar. Dulu, kamu masih kecil, selalu manja dan ingin dekat dengan mama. Sekarang, kamu telah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan mandiri. Doa mama hanya satu, yaitu kamu bisa selalu bahagia dan Allah selalu melindungi kamu di manapun kamu berada, nak. Mama sayang banget sama kamu. Kamu dan kedua kakakmu adalah dunia mama." Fida mencium pelipis Ainsley dengan lembut dan cukup lama ketika ia telah selesai berbicara, Ainsley hanya tersenyum dan memejamkan matanya.

"Dan di setiap sujud Ainsley. Ainsley selau berdoa agar kita semua di berikan kesehatan. Dan, Ainsley dapat memiliki kesempatan untuk membahagiakan dan membanggakan mama dan kakak-kakak," ujar Ainsley setelah Fida menyudahi ciumannya di pelipisnya.

"Aamiin. Mama selalu bahagia, jika kamu bahagia, nak. Dan kamu selalu membanggakan mama." Lalu, Fida berdiri dan berjalan ke arah pintu, yang di ikuti oleh Ainsley dari belakang.

Mereka menggunakan lift untuk turun ke bawah.

Di rumahnya yang besar, ia hanya tinggal bersama Fida, 3 orang asisten rumah tangga, 3 orang supir, dan 2 orang satpam. Keluarganya juga memiliki bodyguard, namun mereka tidak tinggal di rumahnya. Jumlah bodyguard mereka, ada sekitar 10-12 orang.

Mereka akan datang dan bekerja jika Fida bepergian atau jika di panggil. Tetapi, jika Fida di rumah, maka bodyguard akan di rumah mereka saja. Ainsley tidak terlalu suka, jika ada bodyguard yang bersamanya dan menjaganya di manapun ia berada. Walaupun begitu, Fida tetap memaksa dirinya memiliki bodyguard untuk menjaganya walaupun dari jauh. Ainsley tidak bisa menolak jika Fida sudah memaksa seperti itu. Karena ia tahu bahwa itu untuk kebaikan dirinya.

Sedangkan kedua kakaknya, tinggal di rumah mereka masing-masing. Terkadang mereka tetap datang untuk mengunjungi mama dan adik mereka. Yang paling sering datang adalah kaka pertamanya, istrinya dan juga anaknya.

"Mama masak apa?" tanya Ainsley ketika mereka sedang berada di dalam lift.

Mendengar pertanyaan anaknya, membuat Fida yang semula menatap lurus ke depan, menjadi mengalihkan pandangannya ke arahnya. "Mama masak nasi goreng dan omelette kesukaan kamu, nak."

Ainsley hanya menganggukkan kepalanya saja, dan kembali menatap lurus ke depan, begitu juga dengan Fida.

Pintu lift pun terbuka, mereka berdua berjalan bersama-sama ke arah meja makan dan duduk di tempat duduk masing-masing. "Makan yang banyak ya. Biar kamu lebih besar lagi."

"Mama, Ainsley enggak pendek. Tetapi, hanya kurang tinggi saja. Lagi pula, yang seperti Ainsley itu, nyaman dipeluk," ujar Ainsley dengan wajah yang berubah menjadi cemberut.

Fida menaruh nasi goreng di piring Ainsley, dan menatap anaknya dengan ekspresi menggodanya. "Mama enggak bilang, kalau kamu pendek lho."

"Ishh, mama mah gitu. Suka sekali bilang kalau Ainsley pendek. Padahal Ainsley tidak pendek." Fida hanya tertawa mendengar ucapan anaknya itu.

"Ya sudah. Sekarang, diam, berdoa dan makan, ya." Keadaan pun menjadi hening, dengan Ainsley dan mamanya yang berdoa sebelum makan. Setelah berdoa, mereka langsung makan dengan diam juga.

Untuk para asisten rumah tangga, sopir, dan satpam mereka makan setelah majikan mereka makan. Sebelumnya, Ainsley dan Fida sudah mengajak mereka beberapa kali untuk makan bersama dengan dirinya dan mamanya. Namun, mereka semua menolaknya dengan alasan merasa tidak enak. Karena, Ainsley dan Fida merasa bahwa mereka benar-benar tidak bisa, akhirnya mereka mengiyakan saja.

Selesai makan, mereka berdua langsung membawa piring masing-masing untuk dicuci, selesai dari itu mereka meletakkannya di tempat peralatan makan.

"Mama. Aku mau izin keluar sebentar. Tidak usah dijaga bodyguard," ujar Ainsley.

Fida mengelus rambutnya.
"Ya sudah. Jangan pulang malam ya"

"Iya, mama." Ainsley berjalan menuju ke kamarnya. Ia memakai tangga untuk ke ke kamarnya yang berada di lantai 2.

Ia bersiap-siap selama 15 menit. Ainsley akan pergi ke luar dengan memakai, Hoodie oversize polos berwarna Lilac, celana jeans hitam yang panjangnya sampai mata kaki, rambut yang diikat satu, dan memakai sendal favoritnya. Ia juga membawa dompet untuk meletakkan ponsel dan uang cash.

Ia berjalan turun tangga dengan pelan. Tatapan matanya ke depan, namun kosong. Ainsley tidak mengatakan kepada Fida, tentang ke mana ia pergi. Ia akan pergi ke pantai yang sering ia dan Darshan kunjungi, dan beberapa tempat lainnya. Ainsley akan pergi dengan motornya. Ia tidak mau menggunakan mobilnya, untuk kali ini. Ia akan mengenang kembali saat-saat dirinya dan Darshan masih bersama. 

"Mama. Ainsley pamit pergi keluar ya. Assalamu'alaikum." Ainsley mencium punggung tangan kanan Fida, lalu tersenyum manis.

"Iya. Wa'alaikumussalam. Hati-hati, ya." Ainsley mengangguk saja, dan berlalu pergi ke luar rumah.

Ia mengeluarkan motornya dari dalam garasi rumahnya. Dan menjalankannya dengan kecepatan sedang. Matahari sudah mulai terik, karena jam yang sudah menunjukkan pukul 10.15.

Ainsley melakukan perjalanan dengan motornya selama hampir setengah jam, untuk pergi ke pantai yang biasa ia dan Darshan datangi di saat mereka merasa sedih atau ada masalah. Pantai itu cukup sepi, namun di sana ada tempat seperti rumah makan kecil agar pengunjung yang merasa lapar atau haus, bisa ke sana. Pantai itu juga bersih dari sampah. Ainsley dan Darshan biasanya membangun istana pasir dan bermain air. Mereka menghabiskan waktu bisa sampai menjelang malam, kemudian keduanya duduk menghadap ke arah barat, untuk melihat matahari yang terbenam. Lalu, setelahnya mereka akan pulang ke rumah masing-masing.

Sesampainya di sana, ia langsung memarkirkan motornya, dan berjalan ke arah tepi pantai. Walaupun cuaca yang sudah mulai terasa panas, dan sinar matahari yang terkena kulit putihnya, tidak membuat Ainsley beranjak dari sana. Ia duduk bersila di tepi pantai, sambil menatap kosong ke arah air laut.
Ainsley memejamkan matanya ketika merasakan angin yang berhembus kencang. "Darshan, baru kemarin kamu pergi. Tetapi, aku sudah kangen banget sama kamu." Lirih Ainsley.

"Mungkin jika kamu pergi bersama aku malam itu, ini semua tidak terjadi. Namun, lagi-lagi ini adalah takdir. Yang tidak bisa aku lawan, siap tidak siap dan mau tidak mau, aku harus bisa menjalaninya. Aku akan merindukan pelukanmu. Kau tahu bukan? Bahwa aku sangat menyukai pelukan, terutama dari orang yang aku sayangi. Namun, kamu telah pergi. Hanya menyisakan mama yang akan selalu berada di sampingku setelah ini," batin Ainsley dengan masih memejamkan matanya.

"Tidak. Aku tidak bisa terus seperti ini. Baiklah, aku akan berusaha untuk mengikhlaskan kepergian kamu Darshan. Aku pasti bisa!" seru Ainsley tersenyum manis, dengan tatapan ke depan.

Ia berdiri dari duduknya, lalu mulai berlarian di tepi pantai, menikmati angin yang masih berhembus, dan air laut yang selalu menerpa kakinya.

Karena sudah merasa sedikit lelah, Ainsley berjalan pelan ke arah rumah makan kecil yang berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri. "Assalamu'alaikum, ibu Fatimah yang cantik!"

"Wa'alaikumussalam. Haha, neng Ainsley bisa saja. Padahal neng Ainsley lebih cantik. Ngomong-ngomong, kok baru ke sini?" Seorang wanita yang seumuran dengan mamanya itu tersenyum manis, dan duduk tepat di samping Ainsley.

"Hehe. Tidak kenapa-kenapa sih. Ainsley hanya kangen sama ibu, bapak, dan pantai ini," jawab Ainsley dengan tersenyum lembut.

"Ohh. Terus, nak Darshan ke mana? Biasanya kan, kalau neng ke sini pasti selalu sama nak Darshan," tanya ibu Fatimah.

Ainsley menggenggam tangan halus Fatimah yang sudah mulai terlihat keriput. "Darshan sudah meninggal, Bu. Maaf, karena Ainsley baru bisa memberitahunya kepada ibu sekarang. Darshan meninggalnya kemarin."

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Neng Ainsley yang sabar, ya. Neng harus ikhlas, walaupun susah. Terus, banyak-banyak berdoa agar nak Darshan bisa mendapatkan tempat yang terbaik di sana. Ini namanya kehidupan, neng. Yang di mana, suatu saat nanti pasti kita akan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Bahkan bayi yang belum lahir ke dunia, bisa meninggal. Dan, untuk kapan pastinya itu terjadi, tidak ada yang tahu, neng," ujar Fatimah.

"Kehilangan seseorang yang kita sayang di dunia ini memang sedih rasanya. Tetapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa selain ikhlas dan menjalani dengan lapang dada. Intinya, neng Ainsley enggak boleh patah semangat karena tidak ada nak Darshan di samping kamu. Neng Ainsley, harus tunjukkan bahwa neng bisa melewati semua ini, ya," lanjut Fatimah tersenyum, dengan mengelus lembut rambutnya.

"Iya, Bu. Ainsley akan berusaha untuk ikhlaskan Darshan." Fatimah mengangguk saja dengan tersenyum.

"Ya sudah, neng Ainsley mau makan, tidak? Mau ibu ambilkan? Atau neng, Ainsley merasa haus?" tanya Fatimah tanpa jeda.

Ainsley terkekeh mendengarnya. "Iya. Ainsley mau makan nasi putih, ikan mujair dengan sayur kangkung dan es teh manis buatan ibu Fatimah yang cantik."

"Ya sudah, tunggu sebentar, ya. Akan ibu ambilkan." Ainsley hanya mengangguk saja sebagai balasannya.

Sambil menunggu makanannya di buatkan oleh Fatimah, Ainsley membuka aplikasi Instagram di ponselnya. Ia hanya melihat video tentang memasak saja. Selesai menonton satu video tentang memasak, ketika ingin melihat video yang kedua, Fatimah datang dengan membawa nampan yang berisikan makanannya.

Ainsley langsung keluar dari aplikasi Instagram dan mematikan ponselnya. "Makasih ya, ibu Fatimah.

"Iya, sama-sama neng. Ibu kembali ke dalam, ya. Mau cuci piring kotor," balas Fatimah.

"Mau aku bantu, enggak? Oh Iya, di mana bapak bu? Soalnya tidak terlihat dari tadi," tanya Ainsley.

"Enggak usah, neng. 10 menit sebelum neng Ainsley datang, bapak pergi ke luar untuk beli bahan-bahan untuk memasak. Mungkin, sebentar lagi pulang," jawab Fatimah.

"Ya sudah. Ibu pamit ke dalam dulu, ya." Ainsley menganggukkan kepalanya dan tersenyum saja untuk membalas ucapan Fatimah. Fatimah pun beranjak pergi ke arah dapur untuk mencuci piring.

Ainsley sudah sibuk dengan makanannya, sampai tidak sadar bahwa suami dari Fatimah telah pulang, namanya adalah Taufan. "Assalamu'alaikum. Eh, ada neng Ainsley."

"Wa'alaikumussalam. Hehe, iya pak," jawab Ainsley.

"Nak Darshan, ke mana?" tanya Taufan.

"Darshan sudah meninggal dunia, pak. Kemarin waktunya," jawab Ainsley.

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Bapak turut berduka cita, ya neng. Tugas neng Ainsley sekarang, adalah mendoakan nak Darshan yang telah pergi meninggalkan kita selamanya," ujar Taufan.

Ainsley tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya saja sebagai balasannya.

"Ya sudah. bapak ke dapur dulu, ya," ucap Taufan.

Ainsley tersenyum. "Iya, pak."

Tidak butuh lama, ia menghabiskan makanannya. Ainsley berdiri dari tempat duduknya, dan berjalan ke arah dapur. "Ibu, bapak. Ainsley sudah selesai. Ainsley cuci aja, ya seperti biasa."

Karena, Ainsley yang keras kepala ketika mereka menolaknya membuat Fatimah dan Taufan hanya tersenyum lembut dan menganggukkan kepalanya.

Ainsley mencuci piring, sendok, dan gelas yang ia pakai. Dan meletakkannya di tempat peralatan makan.

"Setelah ini, mau ke mana nak?" tanya Fatimah.

Ainsley berjalan mendekat ke arah Fatimah, dan duduk di bawah. Fatimah duduk di bangku. Ia sudah terbiasa melakukannya. Karena, ia suka ketika kepalanya diusap lembut oleh Fatimah yang juga sudah ia anggap seperti ibunya. Ainsley bersyukur di balik rintangan atau ujian hidup yang datang di hidupnya, ia masih memiliki dua wanita yang menyayanginya dengan tulus tanpa pamrih.

"Ainsley mau jalan-jalan sebentar, Bu. Ke tempat yang biasa Ainsley dan Darshan datangi," jawab Ainsley.

"Oh, ya sudah. Nanti, jangan terlalu cepat bawa kendaraannya, ya. Ibu enggak mau kamu kenapa-kenapa, nak." Fatimah mengusap lembut kepala Ainsley dengan tangannya.

Ainsley menyandarkan kepalanya di paha Fatimah. "Iya, Bu. Ainsley akan hati-hati."

Waktu terus berlalu sampai tidak terasa bahwa Ainsley telah menghabiskan waktunya di tempatnya Fatimah dan bapak Taufan, selama 2 jam. Mereka menghabiskan waktu, dengan bercerita dan bercanda tawa, sampai tidak terasa bahwa waktu cepat berlalu.

"Ibu,bapak. Ainsley pamit pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum," ucap Ainsley dengan mencium punggung tangan dari Fatimah dan Taufan secara bergantian.

"Iya, hati-hati. Wa'alaikumussalam," jawab keduanya.

Setelah berpamitan, Ainsley berjalan ke arah motornya dan menaikinya. Menjalankan dengan kecepatan sedang. Selanjutnya, ia akan pergi ke toko buku.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

33.3K 6.2K 96
Terjemahan Bahasa Indonesia dari Novel Omniscient Reader's Viewpoint Volume 2 (Chapter 189-284) karya Singshong "Hanya aku yang mengetahui akhir dari...
ROMEO By rafida

Teen Fiction

35.7K 2.5K 25
Ini kisah lelaki bernama Romeo Angkasa. Kisah di mana ia berjuang melawan semua masalah yang ada dihidupnya. Setelah sekian lamanya, semua yang dia...
52.8K 2.4K 19
Berkisah tentang kehidupan seorang gadis yang begitu naif ketika dihadapkan dengan kekejian permainan hidup. Baginya, semua terasa buntu dan hampa. M...
1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...