Formal Boy (END)

By AzkaAzkia21

96.8K 8.4K 7.7K

Tentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah She... More

PERKENALAN
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
CAST VECTOR 01
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52 [END]
EKSTRA BAB
FAKE CHAT
QNA FB
EKSTRA BAB 2
FORMAL BOY 2

BAB 45

1.6K 132 126
By AzkaAzkia21

"Gib, ngomong-ngomong nih gue pengen tahu soal kejadian tadi di depan rumah Sherin," celetuk Deni setelah merebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang tamu rumah Gibran.

Usai dari rumah Sherin, Deni memutuskan untuk mampir ke rumah Gibran. Lebih tepatnya mungkin numpang makan.

"Apa yang Anda ingin tahu?" Gibran menaiki tangga di rumahnya menuju kamarnya.

Ketika Deni ingin menyusul Gibran, Bella datang mencegahnya.

"Hai Kak Deni!" sapa Bella dengan semangat dan senyum di wajahnya.

"Eh, hai Bella. Bella apa kabar?" Deni menggendong Bella dan mendudukkannya di sebelahnya.

"Bella sehat. Kak Deni gimana kabarnya?"

"Sama, Kak Deni juga sehat."

"Kok nggak sama Kak Reza?" tanya Bella.

Tadinya Reza ingin ikut mampir, tetapi tiba-tiba saja dia mendapatkan telepon dari seseorang. Baik Deni mau pun Gibran tidak tahu itu siapa, sebab Reza tak memberitahukannya dan langsung pergi begitu saja.

"Kak Rezanya lagi sibuk."

"Oh, sibuk. Orang dewasa sering sibuk, ya, Kak?"

"Iya Bella, makanya enakan pas masih kecil kan? Bisa bebas main."

"Hehehe ... ya udah, Kak. Bella mau keluar dulu." Bella lantas turun dari sofa dan berlari keluar.

Untuk mengurangi rasa bosan yang melanda, Deni mengambil ponsel dari tasnya dan memutuskan menjelajah ke akun sosial medianya. Banyak sekali direct massage yang belum dibukanya. Kebanyakan dari barisan para mantannya.

Terlalu fokus membalas satu persatu DM yang masuk, Deni sampai tidak menyadari keberadaan Gibran yang telah berdiri di hadapannya.

"Jadi bertanya soal tadi?" tanya Gibran setelah meletakkan kaos hitam polos ke arah pangkuan Deni.

"Ya jadilah, Gib. Eh, ini kaos buat gue?"

Gibran menganggukkan kepalanya. Ia lantas berbalik badan dan menuju dapur untuk mengambil minuman dari kulkasnya. Sementara Deni mulai melepas seragam yang melekat di tubuhnya lalu memakai kaos pemberian Gibran.

Selang beberapa menit, mereka berdua terlihat saling beradu perkataan. Gibran pun memutuskan untuk memberitahu pada Deni, jika sebenarnya bukan Reza lah dalang dari sabotase itu.

Perbincangan terhenti, kala mereka memutuskan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang muslim.

Usai menunaikan ibadahnya. Elsa yang baru saja pulang dari kafenya, mengajak Deni untuk ikut makan siang bersama.

"Enak banget, Tan makanannya. Saya jadi mau nambah ini," ujar Deni setelah menelan sesendok makanan dengan lauk ikan goreng lengkap sambel dan juga capcay.

"Nambah saja jangan malu-malu." Elsa tersenyum melihat tingkah teman putranya itu.

"Pasti Gibran makannya banyak terus ya, Tan. Kalau masakan tante aja enak begini."

"Sudah-sudah jangan kebanyakan ngomong, makanannya dihabiskan dulu itu."

Perut kenyang, hati pun senang. Kata-kata itu sangatlah familiar terdengar atau pun terbaca. Kira-kira seperti itulah apa yang dirasakan Deni sekarang.

"Makasih, Gib! Makan siangnya."

"Sama-sama."

"Oh, ya gue mau bahas di luar Reza nih. Lo gimana hubungannya sama Arinta?" tanya Deni.

"Seperti biasa," jawab Gibran bermuka datar—tanpa ekspresi.

"Yakin nggak mau ada peningkatan? Kalau mau, gue nih sebagai teman sekaligus sahabat yang baik hati pasti bakalan bantu lo."

"Masih banyak hal penting lainnya bagi saya."

"Jabatan ketua OSIS lo kan mau lengser, masalah kafe juga udah diurus sama Tante Elsa, dan Tante Elsa juga kayaknya tadi udah akur sama Bella. Jadi, lo mau ngurusin apa lagi, hah?"

"Masalah Reza."

Deni menepuk dahinya sendiri, tak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Gemar sekali mengurus urusan kehidupan orang. Ya, walau pun yang dilakukan Gibran saat ini tidak salah, tetapi tetap saja hal itu membuatnya kesal.

"Nih, gue kasih tahu sama lo. Buat apa lo permasalahkan urusan Reza? Toh juga sekarang dia udah bebas kan?"

"Bukan masalah itu, melainkan pelaku yang sebenarnya belum terungkap dan saya harus mencari tahunya."

"Buat apa lagi sih, Gib? Emang dia bakalan di penjara? Nggak mungkin kan. Kedua pihak keluarga korban aja udah ikhlas. Ini lo malah mau cari tahu pelakunya lagi."

"Bisa saja pelaku yang sebenarnya mengulangi kejadian yang sama."

"Lo juga ada benernya, sih."

Di saat Gibran tengah berbincang bersama Deni. Lain halnya dengan Arinta yang duduk termenung di depan rumahnya. Air matanya menetes begitu saja, kala mengetahui kebenaran yang sangat menyakitkan.

Dimana ternyata, almarhum Ayahnya tertabrak oleh seseorang yang sangat ia kenalis sekarang. Orang yang seringkali membantunya dan memberinya pekerjaan.

Arinta sedih, mengetahui kebenaran jika mamanya Gibran yang telah menabrak Ayahnya hingga meninggal dan kabur begitu saja usai tabrakan. Hatinya hancur, mengapa ibunya baru menceritakannya tadi ketika ia pulang dari sekolah.

Selain itu, Arinta pun bingung dengan apa yang harus ia lakukan setelah mengetahui kebenaran itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menemui Gibran.

Lewat pesan singkat yang Arinta ketik, ia lantas mengirimkannya dan bersiap untuk segera bertemu dengan anak yang sudah menyebabkan Ayahnya tiada.

-----

Begitu Gibran mendapatkan pesan dari Arinta, entah kenapa hatinya merasa senang kala Arinta ingin menemuinya.

"Jadi, lo sekarang mau ketemuan nih sama Arinta?" tanya Deni yang masih berada di rumah Gibran.

"Iya."

"Oke, mantap! Gue tunggu kabar baiknya. Sekarang gue cabut dulu."

"Iya."

"Iya mulu lo! Oh, gue tahu lo pasti lagi seneng kan sekarang?"

"Iy—"

"Tuh, kan! Gue bakalan ada di barisan terdepan yang minta PJ sama lo."

"Apa hubungannya dengan penanggung jawab?"

Ingin rasanya Deni tertawa mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Gibran. "Pajak jadian woi! Napa penanggung jawab. Udahlah capek gue ngomong sama lo, mending gue beneran cabut aja."

Sementara Gibran hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan sahabatnya itu. Tak lama setelahnya, ponselnya kembali berdering dan ternyata Arinta mengirimkan lokasi tempat untuk bertemu. Gibran lantas menyambar kunci motornya dan pergi begitu saja. Sampai-sampai ia tidak sempat berpamitan dengan mamanya.

Tak membutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar lima belas menit Gibran sudah sampai di tempat tujuan. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Arinta. Namun, sepertinya dia belum juga datang.

Saat Gibran berbalik badan, ia melihat Arinta yang tengah turun dari angkutan dan kini berjalan ke arahnya.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Gibran. Ia terkejut kala tiba-tiba saja Arinta menamparnya.

"Kenapa Anda menampar saya?" tanya Gibran.

"Kak Gibran pasti selama ini baik sama keluarga gue, pasti ada alasannya?"

"Alasan? Maksud Anda?"

"Nggak usah pura-pura nggak tahu, Kak! Kak Gibran tahu kan rasanya kehilangan sosok ayah? Kita sama, Kak!"

Kini, Gibran semakin dibuat bingung oleh Arinta. Mengapa dia bisa terlihat sangat marah kepadanya. Namun, amarah itu seketika berubah kala Arinta meneteskan air mata.

"Jangan menangis, saya tidak suka melihat Anda yang meneteskan air mata berharga itu." Ketika Gibran menyentuh pipi Arinta, dengan paksa Arinta melepaskannya.

"Mentang-mentang Kak Gibran kaya dan punya segalanya, keluarga Kak Gibran bisa bersikap seenaknya sama keluarga gue, Kak! Gue tahu gue nggak punya apa-apa, tapi ini nggak adil, Kak!"

"Maksud Anda berbicara seperti itu apa? Memangnya apa salah saya?"

"Bukan Kak Gibran yang salah, tapi Mamanya Kak Gibran yang udah tabrak dan ninggalin ayah gue tergeletak di pinggir jalan! Sampai-sampai ...." Arinta tidak kuat melanjutkan perkataannya. Tubuhnya merosot dan air hujan tiba-tiba saja mengguyurnya. Padahal sebelumnya cuaca sangat cerah dan panas.

.
.

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 46.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka.

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
2.3M 143K 89
Asyhila Ersya Arabell gadis manis dan lugu yang selalu terlihat ceria didepan semua orang. tetapi dibalik semua itu tidak pernah ada yang tahu tentan...
6.5M 278K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
521K 6.4K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+