Formal Boy (END)

By AzkaAzkia21

103K 8.5K 7.7K

Tentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah She... More

PERKENALAN
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
CAST VECTOR 01
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52 [END]
EKSTRA BAB
FAKE CHAT
QNA FB
EKSTRA BAB 2
FORMAL BOY 2

BAB 40

1.5K 136 115
By AzkaAzkia21

"Ngomong-ngomong sekarang kamu sama Kak Gibran pacaran, ya?"

Baik Gibran mau pun Arinta terdiam kala mendengar perkataan yang terlontar dari Sherin.

"Lo ngomong apaan sih, Rin? Gue sama Kak Gibran itu cuma sebatas atasan dengan bawahan kerja, juga gue sebagai adik kelasnya."

"Menurut aku, ya, kalian berdua serasi tahu." Sherin mengatakan hal itu seolah tanpa adanya beban.

Padahal jauh dari dalam lubuk hatinya merasa sakit, tetapi ia berusaha menutupinya karena memang bertekad untuk melupakan Gibran.

"Pacaran aja sekarang. Aku tahu Kak Gibran suka kan sama sahabatku ini?" tanya Sherin pada Gibran.

Kala mengucapkan beberapa kata tadi, Sherin justru mendapat cubitan yang mendarat di tangannya oleh Arinta. Namun, karena itulah sekarang ia tertawa lepas sebab berhasil menggoda sahabatnya. Walau pun saat ini Sherin sendiri tengah menunggu reaksi dari Gibran.

Sayangnya ketika Gibran terlihat hendak berbicara, seseorang datang dengan camilan di tangannya.

"Kalian lagi ngomongin apa?" Rina meletakkan camilan yang ia bawa ke meja dan kemudian disusul oleh Bi Ida yang datang membawa minuman.

"Biasa lah, Bun. Masalah anak muda," ungkap Sherin diakhiri cekikikan.

"Oh, ya sudah lanjutkan. Biar Bunda ke kamar dulu."

"Oke, Bun." Sherin mengarahkan dua jempol ke arah bundanya.

Suasana mendadak canggung, tak ada yang memulai percakapan semenjak Rina memutuskan untuk ke kamarnya, tetapi suara musik yang didominasi gendang dari luar rumah membuat mereka bertiga keluar untuk mengeceknya. Sherin tentunya dibantu oleh Arinta.

Ternyata ada segerombolan orang yang berjalan dengan alat musik yang dipegangnya dan beberapa hiasan yang dibuat mereka. Ada juga aksi sulap yang ditunjukkan oleh pria berjaket biru dan membuat sebuah kerumunan terjadi di depan rumah Sherin.

"Wah, tumben ada pawai gitu, ya? Jadi pengen lihat deh," celetuk Sherin sambil menggerakkan kursi rodanya untuk mendekat ke arah kerumunan itu. Namun, dicegah oleh Gibran.

Sementara Arinta kembali masuk ke rumah Sherin, karena niatnya yang ingin buang air kecil.

"Kak Gibran! Lepasin! aku mau lihat itu," tunjuk Sherin ke arah kerumunan.

"Lebih baik Anda di sini saja."

"Kalau di sini nggak kelihatan, Kak!"

"Dari pada berdesak-desakan? Bahaya dengan kondisi Anda yang sekarang, lebih baik Anda di sini saja. Di sebelah saya."

Perkataan Gibran sukses membuat Sherin tersenyum, tetapi menit selanjutnya ia sadar dengan posisinya sekarang. Alhasil tanpa sepengetahuan Gibran yang masih fokus melihat pawai, Sherin kembali masuk dalam rumahnya.

Menyadari Sherin yang sudah tak ada di sebelahnya, Gibran segera menyusul dan menutup kembali pintunya. Ketika sudah kembali berada dalam ruang tamu. Gibran melihat Sherin yang tengah kesusahan mengambil sebuah buku di atas meja.

"Saya masih di sini kalau Anda lupa." Gibran mengambil buku yang ternyata adalah sebuah novel lalu memberikannya pada Sherin.

"Makasih."

Sebisa mungkin Sherin memasang raut wajah jutek di depan Gibran—tidak seperti biasanya yang selalu tersenyum sumringah.

"Anda suka membaca novel?" tanya Gibran ketika baru saja duduk di sofa.

Sherin memalingkan wajahnya lantas mengangguk, kemudian ia mulai membuka novel di tangannya dan larut membaca setiap huruf yang berhasil membentuk alur cerita di dalamnya.

"Apa yang Anda suka dari membaca novel?" tanya Gibran lagi.

"Kadang suka sama sesuatu itu nggak butuh alasan, Kak," jawab Sherin lalu melanjutkan aksi membacanya. Sama seperti aku menyukai Kak Gibran. Sayang sekali keenam kata terakhir itu hanya mampu terucap Sherin dihatinya.

Tak lama setelahnya, Arinta datang dengan tangan yang memegangi perutnya dan terlihat seperti orang yang sedang kesakitan.

Melihat hal itu, Sherin tak hanya diam melainkan bertanya kepada sahabatnya itu dan ternyata benar Arinta tengah merasakan nyeri di perutnya sebab hari kedua menstruasi.

Akhirnya Sherin meminta Arinta untuk pulang dan beristirahat di rumah.

"Kak Gibran! Hati-hati kalau bawa motor, jangan sampai sahabat aku jatuh gara-gara Kak Gibran ngebut bawah motornya," ujar Sherin kala melihat Arinta yang mulai menaiki motor Gibran.

Mendengar hal itu, Gibran membuka helm-nya. "Tanpa Anda memintanya, saya juga akan berhati-hati. Terlebih saya membawa seseorang yang sangat berarti dalam hidup saya dan untuk menjawab pertanyaan Anda yang tadi, memang benar kenyataannya."

Deg!

Air mata tiba-tiba lolos begitu saja, membasahi kedua pipi Sherin kala melihat Gibran yang sudah jauh dari pandangannya. Kenyataannya memang benar jika Gibran menaruh rasa terhadap Arinta, oleh sebab itu dia memintanya untuk menjauh darinya. Sekarang Sherin paham dengan apa yang harus dilakukannya nanti.

-----

Di tengah perjalanan menuju rumah Arinta, Gibran sempat mampir ke apotek untuk membeli obat pereda nyeri ketika sedang mengalami datang bulan. Semua itu ia lakukan untuk Arinta, walau tadi Arinta sempat menolaknya.

Begitu sampai di rumah Arinta, ia segera melepas helm dan memberikannya kepada Gibran.

"Apa maksud Kak Gibran ngomong hal tadi di depan Sherin?" tanya Arinta.

"Saya hanya berbicara kepada Sherina sesuai dengan fakta yang ada."

"Maaf, Kak. Kayaknya aku udah nggak bisa nyanyi di kafe Kak Gibran lagi dan makasih banyak selama ini Kak Gibran udah sering bantu aku dan ibukku. Sekali lagi aku minta maaf, Kak." Tanpa sadar Arinta mengganti sebutan dirinya sendiri.

Setelahnya Arinta segera masuk dalam rumahnya dan menutup pintu. Padahal Gibran sempat ingin berkata lagi. Alhasil Gibran memutuskan untuk pulang ke rumahnya saja dengan perasaan yang campur aduk.

Di dalam rumahnya, Arinta menangis dalam diam sebab ibunya yang sekarang berada di rumah. Namun, walau begitu tiba-tiba ibunya masuk ke kamarnya lantas duduk di sebelahnya.

"Kamu kenapa Rinta?" tanya Ningsih.

"Rinta nggak papa, Bu," jawab Rinta seraya menahan air matanya agar tak kembali menetes.

"Lagi ada masalah?" tanya Ningsih lagi.

Arinta menatap sendu ke arah ibunya. "Maaf, ya, Bu. Sepertinya nanti keuangan kita menurun lagi, soalnya Rinta udah putusin buat nggak kerja lagi di kafenya Kak Gibran, tapi Rinta janji sama ibu. Kalau Rinta bakalan cari pekerjaan lainnya nanti."

"Sudahlah Rinta, tugas kamu itu belajar bukan bekerja. Biarlah itu menjadi kewajiban ibu, apalagi selama ini ibu belum sempat membahagiakan kamu."

"Ibu ngomong apaan, sih! Rinta selama ini udah bahagia, Bu. Ibu itu sosok wanita hebat sekaligus ayah bagi Rinta. Harusnya tadi Rinta yang ngomong begitu. Soalnya selama ini Rinta belum bisa bahagiain ibu."

Tanpa sadar Ningsih larut dalam situasi yang terjadi, ia terlihat menitikkan air mata. Andai kejadian waktu itu tak terjadi, mungkin suaminya kini masih menemaninya untuk membesarkan dan mendidik putri semata wayangnya.

"Ibu kok nangis?" Arinta menghapus pelan air mata ibunya.

"Andai saja waktu itu Ayah kamu tidak kecelakaan. Mungkin sekarang masih bisa bersama dengan kita, Rinta."

Arinta kaget mendengar perkataan ibunya. Sebab selama ini yang ia tahu dari ibunya, ayahnya meninggal karena sakit yang dideritanya. Namun, mengapa yang baru saja ia dengar berbeda dengan perkataan ibunya beberapa tahun yang lalu.

"Kecelakaan? Bukannya waktu itu ibu bilang, ayah meninggal karena sakit?"

"Maafin ibu, Rinta. Selama ini ibu berbohong sama kamu. Oh, ya, perihal kamu yang mengundurkan diri dari tempat kerja Gibran, itu hal yang sangat tepat."

"Tepat? Maksudnya, Bu?" Lagi lagi Arinta dibuat bingung oleh ibunya.

.
.

Next?

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 41.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka

Continue Reading

You'll Also Like

429K 31K 46
[COMPLETED] Ilona kira, cowok berlian tampan nan rupawan yang ia lihat di halte saat itu adalah Arka, sampai-sampai membuatnya masuk ke sekolah elit...
151K 5.3K 40
Kinaya Putri, perempuan berambut panjang dengan netra coklat dan bulu mata lentik yang menghiasi kedua matanya, ambisi dan perasaannya yang tulus ia...
208K 9.7K 67
Terkadang sikap pemarah menutupi semua kesedihan pada seseorang. Mungkin umumnya wanita memang yang sering dikejar oleh pria, namun apakah salah jika...
563K 15.9K 49
Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu itu menyenangkan. Anak bungsu di manjain, di prioritas kan, dia sayang, bahkan di ratukan oleh...