[iii] Connect | VERIVERY

By EkaFebi_Malfoy27

5.9K 1.7K 480

[COMPLETED] Buku Ketiga dari seri PHOTO «Scare that swallowed everything, I reach you and connect. We're alre... More

Cast
Prolog
¤01¤
¤02¤
¤03¤
¤04¤
¤05¤
¤06¤
¤07¤
¤08¤
¤09¤
¤10¤
¤11¤
¤12¤
¤13¤
¤14¤
¤15¤
¤16¤
¤18¤
¤19¤
¤20¤
¤21¤
¤22¤
¤23¤
¤24¤
¤25¤
¤26¤
¤27¤
¤28¤
¤29¤
¤30¤
¤31¤
¤32¤
¤33¤
¤34¤
¤35¤
Epilog

¤17¤

135 49 15
By EkaFebi_Malfoy27

⚠ Mengandung banyak umpatan kasar yang tidak di sensor ⚠














Jemari kecil Kim Kangmin meremat sekumpulan rumput yang mulai menguning itu sebelum akhirnya mencabutnya. Kakinya mulai kesemutan karena lelah menopang tubuhnya dengan berjongkok, ia lalu mendudukkan dirinya di atas tanah, tak peduli jika celananya harus kotor. Lagipula Soora dan Yongseung yang melihat Kangmin duduk di atas tanah tidak bereaksi apa-apa.

Setelah selesai dengan rumput, tangan mungilnya bergerak menuju batu nisan. Ia menghapus lumut-lumut yang menutupi nama di batu nisan itu.

Jo Gye Hyeon.

Itu yang tertulis di atas batu nisan berwarna hitam.

"Halo papa Gyehyeon!" sapa Kangmin ceria.

Mata Yongseung menyipit saat tersenyum karena tingkah anaknya itu. Tangannya terulur untuk mengusap surai hitam milik Kangmin penuh sayang.

"Papa Gyehyeon kangen nggak sama Kangmin? Kangmin kangen lho! Untuk menjenguk papa Gyehyeon saja, papaku, mamaku, dan Kangmin butuh perjuangan yang sangaatttttt panjang!" jelasnya bercerita menatap batu nisan dengan kakinya yang duduk bersila, seperti berbicara dengan seseorang, bukan benda mati.

"Kalau papa Gyehyeon juga kangen, tunggu Kangmin ya. Tunggu aja, jangan jemput! Kangmin masih muda, Kangmin nggak mau mati dulu. Nanti aja ketemunya kalau Kangmin udah tua." lanjutnya polos.

Soora menoleh terkejut pada Kangmin. "Nggak boleh ngomong gitu,"

"Tapi kan Kangmin benar, Ma? Mama mau Kangmin pergi dulu cuma buat nemuin papa Gyehyeon? Nanti kalau Kangmin pergi dulu Mama sama Papa pasti sedih, soalnya Kangmin kan belum punya adek."

Melihat binar polos dari mata Kangmin, Soora menghela nafas. Kalau sudah begini ia bingung harus menjawab apa. Ucapan Kangmin itu benar, ia juga masih polos sehingga belum terlalu mengerti, tetapi tetap saja ucapannya sedikit salah.

Mengerti bahwa Soora kebingungan untuk menjawab pertanyaan anaknya yang semakin hari bertambah cerdas, Yongseung segera berkata. "Kangmin nggak salah kok, tetapi ucapanmu kurang tepat."

"Seharunya gimana, Pa? Kalau Kangmin yang kangen kan Kangmin bisa nemuin papa Gyehyeon di sini, tapi kalau papa Gyehyeon yang kangen gimana?"

Yongseung nampak berpikir keras. Ia harus menjawab secara jelas pada Kangmin karena kalau tidak Kangmin akan salah tangkap yang nantinya justru menjadi bumerang baginya.

"Begini," Yongseung mengusap sebentar hidungnya. "Kalau papa Gyehyeon yang kangen, papa Gyehyeon tinggal lihat ke bawah. Di atas sana papa Gyehyeon bisa lihat apapun yang dia mau, kalau dia kangen Kangmin maka papa Gyehyeon tinggal lihat ke bawah ke tempat dimana pun Kangmin berada."

Kangmin mendongak menatap awan-awan yang bergerak seperti karnaval di langit yang berwarna biru cerah. "Waaahh, hebat dong? Berarti Kangmin nggak perlu datang kesini!" jawabnya riang.

Dahi Yongseung terlipat bingung. "Lho, kenapa?"

"Kata papa di atas sana papa Gyehyeon bisa lihat apapun yang dia mau. Jadi kalau Kangmin kangen kan tinggal bilang 'Papa Gyehyeon coba lihat Kangmin. Kangmin kangen nih, mau cerita.' gitu kan, Pa?" jawabnya seraya memperagakan seseorang yang sedang berdoa sambil menatap ke arah langit.

Soora dan Yongseung sontak menepuk jidat bersamaan.

Lihat, saking cerdasnya Kangmin, ia bisa berpikir cara alternatif seperti itu.

"Bukan begitu," helaan nafas sudah terdengar keluar dari hidung Yongseung, padahal ia baru saja mengucap dua kata. "Anggap saja begini, di sini ini rumah papa Gyehyeon," ujar Yongseung seraya menunjuk makam Gyehyeon di depan mereka.

"Lalu di atas sana itu tempat bermainnya papa Gyehyeon dan papa-papa yang lain. Nah kalau misalnya ada teman Kangmin yang mau ngajak Kangmin main, Kangmin sukanya teman Kangmin itu nyamperin ke rumah atau nyamperin di taman yang berarti Kangmin udah nunggu duluan di sana?" lanjut Yongseung memberikan perumpaan sederhana.

Tanpa berpikir dua kali, Kangmin langsung menjawab. "Ya jelas nyamperin ke rumah lah. Kalau nyamperin ke taman berarti Kangmin harus nunggu dan itu belum tentu mereka datangnya tepat waktu."

"Nah sama seperti papa Gyehyeon dan papa-papa Kangmin yang lain. Mereka nggak mau nunggu Kangmin nyamperin di taman, mereka maunya Kangmin datang langsung karena itu juga sebagai bentuk rasa sayang kita ke mereka. Dengan kita yang nyamperin langsung ke rumah mereka itu berarti kita bertamu secara sopan. Masa iya mau bertamu tapi manggilnya lewat pagar? Yang namanya bertamu itu harus mengetuk pintu rumah bukan berteriak dari luar."

Yongseung menepuk pundak Kangmin pelan. "Paham?"

Kangmin mengangguk. "Paham, Pa."

Sesaat kemudian Yongseung mulai memimpin doa. Mereka bertiga tampak serius dalam mengucap amin karena bagaimana pun juga mereka telah menganggap Gyehyeon dan yang lainnya adalah keluarga.

Setelah selesai berdoa Kangmin bertanya. "Setelah ini kita mengunjungi siapa lagi, Pa?"

"Papa Yeonho."

"Yeay!!!" seru Kangmin senang seraya menggandeng tangan kedua orang tuanya.





***





Minchan menoleh ke belakang, menatap bangku milik Gyehyeon yang kosong. Ia lalu kembali menatap ke arah papan tulis dan mencatat materi biologi yang akan digunakan untuk ujian semester beberapa bulan lagi. Merasa gatal dengan bibirnya yang sejak tadi pagi ia tahan, pada akhirnya Minchan mencondongkan tubuh ke kanan dan berbisik pada Yeonho. "Ceritain sekarang aja kenapa sih?"

Karena Gyehyeon tidak masuk, Yeonho akhirnya duduk dengan Minchan. Kebetulan anak yang duduk di samping Minchan itu menjabat sebagai sekretaris OSIS sehingga lebih banyak izin saat mendekati hari pelaksanaan festival sekolah.

Yeonho menghela nafas. Ia menghentikan kegiatan menulisnya lalu menatap Minchan lelah. "Kan tadi pagi gue udah bilang, ceritanya nanti aja pas pulang sekolah."

"Ya kenapa sih harus nunggu pulang sekolah dulu?" desak Minchan dengan rasa ingin tahunya yang telah meluap-luap.

"Ini tuh dark tahu nggak!"

"Kenapa? Ayahnya Gyehyeon mukulin dia sampai berdarah lagi?"

"Nggak, bukan itu." geleng Yeonho seraya kembali melanjutkan mencatat. Kalau tidak ada Gyehyeon, Yeonho jadi rajin karena ia tidak bisa bergantung pada siapapun. Mau bergantung pada Minchan pun, tulisan Minchan saat mencatat seperti cakaran ayam. Tidak bisa dibaca oleh orang lain, kecuali orang itu memiliki mata batin.

"Terus apa dong? Sumpah Yeon, gue udah nggak tahan nahan rasa penasaran gue!" desak Minchan lagi yang kali ini ditambah dengan menggoyang-goyangkan lengan Yeonho.

Yeonho mendecih. Ia membanting bolpoinnya lalu menatap Minchan lekat. "Oke, gue ceritain sekarang!"

Minchan mengangguk dan matanya berbinar senang. "Nah gitu kek daritadi! Eh tapi bisik-bisik aja ya, nanti Bu Sejeong marah kalau tahu kita nggak mencatat, bisa-bisa dihukum lagi kita!"

"Kalau takut dihukum mah mending kita mencatat dulu, Chan--"

"Nggak, nggak jadi takut! Udah cepet ceritain!"

Yeonho memutar kedua bola matanya. Ia lalu berkata. "Kemarin waktu gue ikut ke rumah Gyehyeon buat bela dia, Ayahnya itu langsung ngusir gue keluar rumah. Ibu sama adik Gyehyeon yang merasa nggak enak niatnya mau bantuin gue tapi si bajingan Jo Inseok itu malah langsung mukulin mereka. Pada akhirnya di luar rumah gue cuma bisa dengar teriakan-teriakan dari dalam tanpa bisa bantu karena pintunya dikunci. Gue berusaha minta bantuan tetangga-tetangga Gyehyeon tapi mereka pada takut karena Jo Inseok itu terkenal jahat."

"Terus?"

"Ya gue tetap usaha, gue pergi ke samping rumah dan berusaha lihat lewat jendela. Gordennya di tutup semua sampai akhirnya gue nengok ke atas dan lihat jendela kamar Gyehyeon gordennya terbuka. Terus gue cari tangga dari halaman belakang, waktu gue udah sampai di balkon rumah Gyehyeon di sana gue lihat Jo Inseok marah-marah ke Gyehyeon."

"Dia mukulin Gyehyeon?" tanya Minchan sedih.

"Udah pasti kan itu? Tapi selain itu dia bawa pisau. Si bajingan itu ngancam anaknya sendiri pakai pisau. Gue dengar katanya dia nggak bakal segan buat bunuh Gyehyeon kalau Gyehyeon membangkang lagi. Waktu ayahnya udah pergi gue ketuk jendela kamar Gyehyeon dan dia langsung bilang kalau mungkin selama dua atau tiga hari dia nggak masuk sekolah. Kalau keadaan lagi kacau begini, Gyehyeon kan harus ngelindungin ibu sama adiknya karena emosi ayahnya yang masih naik-turun." jelas Yeonho dengan nada sedih yang kentara.

"Dari mulai mukul sampai pisau, benar-benar gila!" seru Minchan seraya menggebrak mejanya.

Akibat gebrakan meja yang tiba-tiba saat suasana dalam kelas hening, semua murid termasuk guru mereka, bu Sejeong, menatap tajam ke arah Minchan. Minchan menoleh pada Yeonho dan Yeonho justru ikut melotot padanya.

"Kenapa kamu gebrak meja?!" tanya bu Sejeong dengan suaranya yang lantang.

Kaki Yeonho segera menendang pelan kaki Minchan dari bawah meja. Ia berbisik. "Jawab aja daripada hukuman lo ditambah!"

Dengan gugup Minchan menjawab. "I--ini Bu, si Yeonho ngajakin saya ngobrol terus. Barusan saya dikagetin makanya gebrak meja."

"Sialan lo Minchan!" seru Yeonho tak terima karena ia dijadikan kambing hitam.

"Lho, kok Yeonho ngomong kasar!" seru bu Sejeong. Guru itu lalu mengarahkan penggaris kayunya ke luar ruangan. "Kalian berdua Ibu hukum berdiri di luar kelas sampai jam pelajaran saya selesai sambil kedua lengannya lurus ke atas! Sampai Ibu tahu lengan kalian turun, Ibu tambah hukumannya!"

Minchan dan Yeonho keluar dari kelas dengan iringan sorakan dari teman-teman sekelas mereka. Sesampainya di depan mereka segera melaksanakan hukuman. Minchan cuma bisa pasrah tapi Yeonho menggerutu terus sejak tadi.

"Bangsat lo!" umpat Yeonho sebal pada Minchan.

"Ya maaf, masa iya gue dihukum sendiri? Nggak asik dong!" jawab Minchan sembari mengerucutkan bibirnya.

"Nggak usah sok imut! Muka kaya aspal jalan aja berlagak sok minta maaf pakai aegyo!".

"Kalau gue aspal jalan berarti lo kerikilnya. Gue lebih ganteng dari lo, btw!"

Yeonho melotot pada Minchan. "Ngehina lo?"

"Iya."

Yeonho memilih diam. Percuma juga mau membalas ucapan Minchan karena perdebatan ini tidak akan menemui akhir kalau salah satu tidak ada yang mengalah.

Merasa bahwa suasana hening dan tangan yang mulai kesemutan karena hukuman, Minchan mulai buka suara. "Eh gue mau cerita,"

"Kalau lo cerita masalah kucing bertelur mending nggak usah." sahut Yeonho cepat.

"Dih nggak kok! Ini tuh kejadian yang lumayan aneh."

"Tentang buku tanpa judul yang Kangmin temuin di loteng lo itu?"

"Bukan, ini kejadian kemarin kok, di perpustakaan sekolah pas lo sama Gyehyeon udah balik."

Yeonho yang mulai termakan rasa penasaran menoleh pada Minchan. "Terus apa?"

"Waktu lo sama Gyehyeon udah balik, gue juga ikutan balik. Tapi tiba-tiba di dekat rak pintu keluar gue dengar suara orang nangis gitu, pas gue samperin ternyata ada dua siswa laki-laki di sana, yang satu nangis yang satunya lagi kayak lagi berusaha menenangkan gitu. Tapi waktu gue tanya mereka berdua malah diam aja sambil lihatin gue doang--"

Yeonho menoyor kepala Minchan gemas. "Namanya juga laki-laki, nggak ada yang mau di cap lemah kali! Dengan lo yang tanya kenapa dia nangis ya sama aja buka aib dia. Gue yakin nih kalau Gyehyeon tahu cerita lo ini, dia pasti udah mukul kepala lo pakai bukunya yang tebal!"

Minchan balas menatap Yeonho sebal dan ganti menoyor kepala Yeonho. "Bukan itu poin pentingnya Samsudin!!! Lo bodoh sih, makanya orang kalau belum selesai cerita jangan disahut duluan!"

"Ya udah lanjut!" jawab Yeonho sambil mengelus kepalanya yang lumayan sakit.

"Si mbak penjaga perpustakaan bilang di cctv rak yang gue samperin itu nggak ada murid lain. Gue kan nggak percaya tuh makanya lihat daftar hadir perpustakaan dan benar aja nggak ada namanya. Apa mungkin dua murid itu menyelinap ke perpustakaan? Terus apa mereka juga sembunyi di titik buta cctv makanya jadi nggak kelihatan?" jelas Minchan membuat otak Yeonho ikut berpikir.

"Jadi lo sempat baca name tag mereka?"

Minchan mengangguk. "Hu'um."

"Siapa namanya?"

"Lee Dongheon dan Bae Hoyoung."

Kedua bola mata Yeonho sontak membola membuat kening Minchan berkerut dalam. "Ekspresi lo apa-apaan sih?" protes Minchan.

"Mereka berdua itu kakak kelas--, ah bukan, alumni kita,"

"Oh ya udah sih, ekspresi lo kayak--"

"Yang udah meninggal."

"HAH?!"

Kakek Hong menoleh, lalu mengusap pundak Yongseung. "Semuanya akan dimulai."

Yongseung hanya bisa menatap kakek Hong dengan tatapan yang sulit diartikan.





























Tbc
240521

Maaf ya chapter ini banyak umpatan kasarnya untuk mendukung suasana (╥_╥)

Kalau kalian tidak nyaman, boleh kok komentar di sini. Nanti akan aku edit demi kenyamanan bersama.

Continue Reading

You'll Also Like

28.5K 2.2K 42
kumpulan oneshot n Drabble hyuuga neji & Haruno sakura canon dan AU
80.7K 7.8K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
706 93 6
❝ Niat healing pulangnya jadi sinting. ❞ - Start : 18 November 2022 End : [ON GOING]
2.2K 994 16
Kesembilan remaja yang berniat mencoba memainkan sebuah game misterius justru malah terjebak dan di permainan oleh game tersebut, jalan keluar yang t...