ANGKASA [END]

By ell_shiii

1.6M 138K 6.9K

Namanya Angkasa. Sifat dingin seolah tak ingin tersentuh oleh siapapun selalu mendominasi dirinya hingga memb... More

PROLOG
ANGKASA 01
ANGKASA 02
ANGKASA 03
ANGKASA 04
ANGKASA 05
ANGKASA 06
ANGKASA 07
ANGKASA 08
ANGKASA 09
ANGKASA 10
ANGKASA 11
ANGKASA 12
ANGKASA 13
ANGKASA 14
ANGKASA 15
ANGKASA 16
ANGKASA 17
ANGKASA 18
ANGKASA 19
ANGKASA 21
ANGKASA 22
ANGKASA 23
ANGKASA 24
ANGKASA 25
ANGKASA 26
EPILOG
Recomend wp
Terbittt??
VOTE COVER!!
PO DIMULAI!!!!

ANGKASA 20

45.6K 4.6K 206
By ell_shiii

Brak!

"SAUDARA-SAUDARA, HARAP TENANG!"

Agharna mendobrak pintu. Masuk kedalam ruangan dengan grasak-grusuk disertai lengkingan nyaringnya. Angkasa menatap Agharna datar, terkadang ia merasa malu punya teman modelan Agharna. Angkasa meringis pelan melihat keadaan Agharna dan Azhar. Baju yang sangat berantakan dengan luka lebam di seluruh wajahnya. Rupa yang tadinya tampan, mendadak menyeramkan.

"Wow, hebat juga kalian."

"YAILAH! ANAK BAPAK JUNED GITU LOH!"

Agharna menyibak rambutnya pelan. Merasa bangga saat Ezra memujinya. Walaupun tau niatnya hanya meledek, namun Agharna tetap merasa bahagia.

"Az, bahagia dikit nape. Banggain nama Bapak lo!"

Azhar mendesis pelan. Dia masih cukup waras untuk tidak bertingkah aneh seperti Agharna. Situasi saat tidak pantas untuk dijadikan kesenangan. Apalagi wajahnya yang terasa sangat ngilu bila berbicara. Sungguh, jika bukan untuk sahabatnya, Azhar paling malas berkelahi. Pasti Arani akan memarahinya jika melihat kondisinya saat ini.

Tatapan Angkasa, terus menajam saat melihat Ezra. Tangannya terkepal erat, mencoba menahan emosi yang kian membara. Kesabaran Angkasa kian menipis saat melihat Ezra tersenyum miring padanya. Angkasa melepas lembut genggaman tangannya pada Amira. Berjalan pelan menuju Ezra, tanpa memperdulikan teriakan Amira yang terus melarangnya.

"Mau lo apa sekarang, hm?"

Angkasa sudah berhadapan dengan Ezra. Dia melirik sekilas pistol yang berada digenggaman tangan Ezra.

"Mau gue? Lo mati! Lo harus ketemu Luna di alam sana! Karena gue, gak mau dia kesepian."

"Lo waras?" Angkasa menunjuk Ezra dengan jari telunjuknya. Tersenyum remeh pada lawan bicaranya, "Kenapa bukan lo aja yang mati? Lo cinta dia, bukan? Perempuan childish yang selalu gangguin gue. Lo juga salah, Ez! Kenapa lo gak coba ungkapin perasaan lo yang sebenarnya? Sekarang lo nyesel kan, dia udah gak ada? Definisi tolol yang sesungguhnya, itu lo!"

Nafas Ezra memburu, tatapannya terus menajam saat menatap Angkasa. Bukannya Ezra tak berani mengungkapkan. Hanya saja, Luna tak pernah memberinya waktu untuk berbicara. Hidup Luna terus berfokus pada Angkasa sepenuhnya. Memang benar apa yang Angkasa katakan. Luna itu childish, dia kekanakan. Selalu mengganggu kehidupan Angkasa, namun tak pernah mendapat respon.

"Kenapa? Mau marah? Silakan. Hidup lo sama gak bergunanya kayak Luna! Selalu mengganggu kehidupan orang lain. Kayaknya, lo pantas untuk mati secepatnya. Biar ketemu Luna di alam sana. Lo cinta mati sama dia, bukan? Kenapa gak nyusul aja? Waktu lo terbuang sia-sia kalo harus balas dendam."

Ezra menggeram marah. Tangannya menodongkan pistol tepat di depan wajah Angkasa. Sampai sekarang, rasa itu masih ada. Ezra tidak terima jika Angkasa menjelek-jelekan nama Luna.

"Mau apa lo?"

Angkasa mengernyit heran saat pistol itu ditodongkan padanya. Sedangkan Agharna mendengus malas. Kenapa Angkasa jadi goblok dadakan! Jelas-jelas Ezra tengah emosi dan mungkin akan menyakitinya, "Dia mau nembak lo! Angkasa goblok dadakan, najis!"

"Diem!" Azhar menggeplak kepala Agharna keras.

Angkasa mulai jengah dengan drama ini. Dengan gesit, dia melangkah maju, memelintir tangan Ezra, dan menendang perutnya keras. Angkasa menyeringai. Ini belum seberapa. Jika Amira telah masuk dalam masalah ini, Angkasa tidak akan main-main dalam memberi hukuman.

"ANGKASA!"

Amira hendak berjalan menghampiri Angkasa, namun langkahnya terhenti karena ucapan Agharna.

"Jangan deket-deket, Mir! Angkasa kalo lagi ngamuk, damage nya ngalahin Mbak kunti pas kewata. Mau kena damprat lo!"

Amira menggeleng. Menatap Angkasa dengan mata berkaca-kaca, Amira sangat takut. Takut Angkasa semakin hilang kendali, dan berakhir melenyapkan nyawa musuhnya. Seperti inikah jiwa liar Angkasa? Sungguh, Amira sangat takut melihatnya. Amira terisak pelan, ia ingin berlari dan menerjang Angkasa dengan pelukan menenangkannya. Namun Amira tak seberani itu. Amira tak ingin Angkasa menyakiti seseorang, walaupun itu untuk melindungi dirinya. Amira tak suka.

"Amir,"

Agharna menatap Amira. Rasanya ia benar-benar tak tega melihat Amira yang seperti ini. Bagaimana pun juga, Amira adalah perempuan. Dia pasti ketakutan melihat adegan kekerasan jelas di depan matanya. Sebenarnya, Agharna ingin memeluk Amira untuk menenangkan. Namun ia masih sayang nyawa. Angkasa pasti akan menghabisinya jika mengetahui itu.

"Iya?"

"Kalo lo takut, lo balik badan terus tutup telinga. Sebenarnya gue mau peluk lo. Tapi bukan buat modus ya! Gue cuma mau nenangin lo. Gih, balik badan cepet!" Agharna membalikkan tubuh Amira. Tak disangka-sangka, Amira malah menuruti sarannya untuk menutup telinga. Padahal suara pukulan yang Angkasa lakukan cukup terdengar keras. Rasanya percuma saja jika Amira menutup telinga.

Kenapa Agharna dan Azhar tidak membantu Angkasa? Karena ini bagian dari rencana mereka. Tinggal menunggu hitungan menit, mungkin polisi segera datang ke tempat ini. Untuk sekarang, biarkan Angkasa menuntaskan emosinya. Jika dengan penjelasan baik-baik Ezra tidak mau mendengarkan. Mungkin ini cara lain untuk memberikannya pelajaran. Apalagi Ezra telah membawa Amira dalam masalah ini, tentu saja Angkasa tidak akan tinggal diam.

BUGH!

BUGH!

BUGH!

"Seberapa banyak pukulan gue. Seberapa keras pukulan gue. Gue gak akan pernah puas bikin lo menderita! Kenapa? Karena seseorang yang berharga dihidup gue, lo sakitin! BAJINGAN!"

BUGH!

"Arrgg!"

"ANGKASA!"

Amira tak tahan mendengar itu. Dengan cepat dia berbalik dan berlari menghampiri Angkasa yang masih menampilkan raut marah dengan nafas memburu. Amira memberanikan diri untuk memeluk Angkasa dari belakang. Memejamkan mata, Amira bisa merasakan debaran jantung Angkasa yang menggila. Sebenarnya, Amira tak yakin jika cara ini berhasil. Apakah Angkasa akan melawannya?

"Angkasa,"

"Jangan kayak gini. Aku takut Angkasa." Suara Amira tercekat. Mati-matian dia menahan diri agar tidak mengeluarkan air mata. Namun nihil, Amira tak bisa menahan isak tangisnya. Dengan memeluk Angkasa erat, Amira terisak pelan. Menyembunyikan wajahnya dibalik punggung lebar Angkasa.

"Angkasa, udah ya. Kasihan."

"Aku gak suka liat Angkasa yang kayak gini. Kamu nyeremin Angkasa! Aku gak suka! Aku mau Angkasa yang perhatian! Aku mau Angkasa yang hangat! Aku mau Angkasa yang---"Amira menarik nafas pelan. Mencoba menetralkan nafasnya yang mulai tercekat.

"A--Aku gak suka Angkasa yang kayak gini! Ini bukan Angkasa!"

"Mir!"

Hati Angkasa mencelos saat Amira mengatakan itu. Setakut itukah Amira pada dirinya? Semenyeramkan itukan Angkasa dimata Amira?

"Gue emang gini. Kalo lo takut. Lo boleh pergi." Angkasa Menatap Amira datar. Walau sebenarnya Angkasa tak yakin saat mengucapkan ini, namun emosi masih menguasai dirinya.

"Gak mau! Aku mau kamu, Angkasa! Nggak mau pergi! Hikss... Jangan gini, aku takut. Ayo pulang, Ezra udah babak belur, dia gak mungkin bisa bacot lagi. Pulang ya, Angkasa. Kamu luka, aku gak suka ya liat luka kamu!"

"Pulang ya. Lupain kejadian ini."

"Gak bisa!"

"Lo terlibat dalam bahaya, Mir. Gak mungkin gue lupain orang yang udah buat lo ketakutan! Gue sakit, Mir! Gue sakit liat lo kayak gini! Bahkan rasa sakit dimuka gue gak seberapa, dengan rasa sakit yang hati gue rasain. Bukan cuma lo yang tersakiti, Amira."

Amira semakin terisak. Dia menunduk, cukup bngung saat berada di situasi seperti ini. Amira tidak mengerti, ada masalah apa antara Ezra dan Angkasa. Amira juga tak mengerti, siapa itu Luna? Kenapa Ezra dan Angkasa selalu menyebut nama itu?

Tanpa mereka sadari, tangan Ezra bergerak pelan mengambil pistol yang berada tak jauh dari tangannya. Dengan susah payah, akhirnya dia mendapatkan pistol itu. Dengan wajah penuh lebam, Ezra mencoba bangkit. Dia mengarahkan pistol itu pada Angkasa.

"Gue gak mungkin lepasin lo, Angkasa!"

DOR!

"JANGAN BERGERAK!"

***

"Jadi gimana ceritanya?"

"Nih, minum dulu."

Amira mengangguk. Dia menerima segelas air yang Angkasa berikan padanya. Meneguk air itu pelan, Amira kembali fokus pada Angkasa.

"Gimana?"

Angkasa menarik nafas pelan. Sebenarnya ia cukup malas menceritakan hal ini. Namun karena Amira sangat penasaran, dan terus memaksanya bercerita, jadilah Angkasa luluh.

"Jadi gini,"

Flashback.

"Angkasa, mau kemana?"

Seorang gadis cantik dengan mata bulatnya, menatap Angkasa berbinar. Setiap hari, setiap waktu, dia selalu memperhatikan Angkasa. Walaupun selalu mendapatkan penolakan, gadis itu tidak pernah menyerah untuk mendekati Angkasa. Walaupun Angkasa selalu cuek, dan datar kepadanya, gadis itu tidak peduli. Karena perasaan yang ia miliki, sungguh tak biasa. Baginya berbicara dengan Angkasa saja, rasanya sudah cukup. Ya,dia Luna. Terhitung tiga tahun lamanya gadis itu selalu mengusik kehidupan Angkasa. Sebenarnya Angkasa sangat risih. Tapi dia tak tega untuk memarahinya. Bagaimana pun juga, Luna adalah perempuan. Angkasa tak setengah itu untuk kasar padanya.

"Kantin."

"IKUT!"

"Gak usah!"

"Gak mau tau, ikut! Aku ikut! Ya, Angkasa, ya!" Tanpa memperdulikan tatapan tajam Angkasa, Luna langsung menggandeng tangan cowok itu. Angkasa sudah mencoba melepas, namun apalah daya. Genggaman Luna begitu kuat. Angkasa mendengus malas, kenapa perempuan ini sangat tahan dengan sifat dinginnya? Bahkan Angkasa terus mencampakannya, tapi dia tak pernah terpengaruh.

Setelah sampai dikantin, Angkasa hanya membeli satu botol air mineral. Dia langsung membayar dan berjalan kembali ke kelas.

"ANGKASA! KOK AKU DITINGGAL!"

Angkasa tak peduli. Dengan langkah lebarnya, dia terus berjalan. Angkasa memang satu sekolah dengan Ezra semenjak SMP. Dia tidak begitu dekat dengan Ezra, namun hanya sebatas mengenalnya.

"Angkasa!"

"Apa sih!"

"Nanti pergi ke pasar malem sama aku ya! Gak mau tau, pokoknya aku mau tungguin kamu sampe dateng!"

"Stop, Lun!" Angkasa menatap Luna jengah, "Stop kayak gini ke gue! Stop kejar-kejar gue! Karena sampai kapan pun, gue gak mungkin suka sama lo!"

"Aku gak peduli." Luna tersenyum manis. Ucapan Angkasa tak berdampak apapun padanya.

"Terserah. Gue gak bakal datang."

Angkasa pergi dari hadapan Luna. Tak peduli walau perempuan itu terus meneriaki namanya. Angkasa sangat malas berhadapan dengan perempuan. Walaupun banyak cewek cantik yang secara terang-terangan menyukainya, namun Angkasa tak peduli.

Malam pun tiba.

Angkasa tidak datang menemui Luna yang mengajaknya ke pasar malam. Dia sungguh tak peduli. Angkasa hanya berdiam dalam rumah, sambil bermain game. Malam sudah semakin larut, Angkasa pernah berfikir, apakah Luna benar-benar datang dan menunggunya? Luna itu selalu nekat.

"Datang, jangan?"

Angkasa mengulum bibir bingung. Melirik ponselnya sekilas, tidak ada kabar apapun dari Luna. Sore tadi, memang ada, katanya Luna sudah bersiap-siap untuk pergi dan menunggu Angkasa. Sekarang sudah jam sembilan malam, apakah Luna masih menunggunya?

Tiba-tiba saja ponsel Angkasa berbunyi. Ternyata Azhar yang menelfon. Angkasa langsung menjawab panggilan itu.

"Hallo,"

"Ang. Lo lagi sama Luna? Gimana keadaan dia?"

"Luna? Gue lagi dirumah. Emang Luna kenapa?"

Hening sesaat.

"Bukannya lo lagi pasar malam bareng dia?"

"Gue gak dateng."

Di sebrang sana, Azhar menghela nafas kasar.

"Lo udah denger kabar?"

"Kabar apa?"

"Luna kecelakaan"

Deg.

Kecelakaan?

Tubuh Angkasa membeku seketika. Bagaimana keadaan Luna sekarang? Bagaimana Azhar bisa tahu lebih dulu?

"Lo tau dari mana?"

"Lo gak baca grup kelas? Di sana rame banget."

"Dimana Luna sekarang?"

"Rumah sakit Medika."

Angkasa langsung memutuskan panggilan tersebut. Berjalan tergesa keluar rumah, dan langsung menancap gas motornya menuju tempat tujuan.

Setelah sampai di depan rumah sakit, Angkasa langsung berlari ke dalam. Menanyakan dimana kamar Luna pada bagian administrasi. Setelah mendapat info, Angkasa langsung berlari menuju ruangan Luna berada. Dan di ujung ruangan sana. Angkasa melihat seorang lelaki tengah terduduk lemas sambil bersandar di dinding. Angkasa yakin, itu adalah pintu kamar Luna. Dan dia, Ezra. Angkasa mengernyit heran saat melihat keberadaan Ezra di sini. Angkasa langsung menghampiri Ezra yang tengah terduduk lemas. Angkasa hanya ingin tau bagaimana kondisi Luna.

"Ez--"

"LO!"

"SEMUA INI SALAH LO!"

Wajah Ezra merah padam. Dia menunjuk Angkasa dengan raut wajah penuh amarah. Dari tatapannya Angkasa tau, Ezra sangat terluka. Sebenarnya dia cukup tak terima saat Ezra menyalahkannya. Apa yang telah Angkasa perbuat?

"Maksud lo?"

BUGH!

"Luna gak selamat!"

BUGH!

"Itu semua gara-gara lo! ANGKASA!"

"Luna nunggu lo empat jam lamanya! Dan lo tega gak nemuin dia! Kalo lo gak mau datang, kabarin dia baik-baik! Bukan malah campakin dia gitu aja! LO BEGO, ANGKASA! BEGO!"

Nafas Ezra memburu. Cairan bening keluar dari matanya. Ezra menangis. Menyukai seseorang dalam diam, dan tiba-tiba saja dia mendengar kabar buruk yang menimpa orang yang disukainya, jelas saja Ezra syok. Dia langsung datang ke tempat kejadian, dan melihat Luna yang sudah tak sadarkan diri dengan darah yang terus keluar dari kepalanya. Keadaan Luna sungguh mengenaskan. Ezra bisa menyimpulkan, sepertinya Luna akan pulang kerumahnya, namun taksi yang ia tumpangi mengalami kecelakaan. Menurut informasi yang Ezra dapat, taksi yang Luna tumpangi telah bertabrakan dengan truk.

Walau Ezra telah membawa Luna ke rumah sakit, namun belum ada satupun keluarga yang menjenguknya. Terpaksa Ezra berbohong pada dokter, bahwa ia adalah Kakak korban. Dan jawaban yang dokter katakan, sungguh sangat memukul hati Ezra. Katanya Luna tak bisa diselamatkan karena dia mengalami benturan yang sangat keras dikepalanya.

Tubuh Ezra lemas seketika. Walaupun dia belum pernah mengungkapkan perasaannya, namun Ezra terus berusaha mendekati Luna dan menjalin komunikasi baik dengannya. Bahkan akhir-akhir ini mereka sering chatan. Dan Ezra tak pernah tahu, jika hari ini adalah hari terakhir dirinya bertukar pesan dengan Luna. Luna sempat menelfonnya, dia bercerita riang, katanya dia akan mengajak Angkasa ke pasar malam. Namun sebelum kecelakaan terjadi, Luna sempat menelfon Ezra, katanya dia sangat kecewa pada Angkasa. Kenapa Angkasa tidak datang menemuinya.

"Bukan salah gue." Angkasa berkata tajam. Pukulan Ezra memang sangat keras, "Gue udah coba nolak. Tapi dia keras kepala buat tetap berangkat dan nunggu gue di sana." Angkasa menatap Ezra datar. Dia tak terima jika disalahkan sebagai penyebab kematian Luna.

"SALAH LO! INI SEMUA SALAH LO! ARRRGGG! GUE GAK BAKAL BIARIN LO HIDUP TENANG, ANGKASA!" Ezra terisak pelan. Menggenggam erat kaos bagian dadanya. Sesak, Ezra sangat sesak. Sampai kapan pun, Ezra tak pernah membiarkan kehidupan Angkasa tenang! Walau mereka masih menduduki sekolah menengah, tapi janji Ezra tak pernah main-main.

"Gue gak akan pernah biarin hidup lo tenang, Angkasa."

"Silakan. Kalo lo bisa."

Flashback off.

Amira cukup menganga mendengar cerita Angkasa. Ternyata Angkasa bisa cerita sepanjang ini juga. Amira menggeleng pelan, mencoba membuang pikiran anehnya saat ini. Sebenarnya Amira merasa sangat prihatin pada Ezra. Namun apalah daya, caranya dalam mencintai seseorang bisa dibilang salah. Seharusnya dia mencoba mengikhlaskan, bukan malah menyimpan dendam.

"Angkasa,"

Angkasa hanya berdehem. Semenjak Amira diculik, Angkasa terus menempelinya dari tadi. Bahkan sekarang mereka bercerita sambil berpelukan. Angkasa tak pernah melepaskan Amira, walaupun Amira hanya berjalan ke kamar mandi, Angkasa terus mengikutinya. Amira memang risih, namun ia mencoba membiarkan. Lagi pula, jarang-jarang ia melihat Angkasa bertingkah seperti ini. Lucu juga, batin Amira tersenyum geli.

"Ezra nggak dipenjara kan?"

"Dia orang berada. Semuanya bisa langsung beres hanya karena uang."

Amira mengangguk. Bayangan tentang Angkasa mengungkapkan rasa padanya, sungguh membuat Amira senyum-senyum sendiri. Aish! Manis sekali. Rasanya Amira ingin terus mengingat kejadian itu.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Gak papa."

"Bayangin apa?"

"Bayangin kamu."

Amira tersenyum manis dalam dekapan Angkasa. Sadar akan ucapannya yang terdengar memalukan, Amira menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Angkasa. Sedangkan Angkasa hanya terkekeh mendengar hal itu. Istri siapa sih, kok manis banget!

"Bisa gombal juga lo. Baper nih gue. Tanggung jawab gak!"

Amira nyengir, "Angkasa,"

"Ya?"

"Coba ngomong pake aku, kamu. Kayak kemarin tuh. Kok kayak ada manis-manisnya gitu ya? Ulangi lagi coba, aku mau denger." Amira tersenyum menggoda sambil menarik turunkan alisnya. Bohong jika Amira tidak terbang diperlakukan seperti itu.

"Ngaco!" Angkasa mlengos ke arah lain. Sekilas, Amira melihat semburat merah diwajah Angkasa. Amira terbahak pelan melihat itu.

"Ayo Angkasa! Kamu, kamuan!"

"Halu lo!"

"Sekali-kali kek nyenengin istri." Amira mencibir pelan. Melepas pelukannya sepihak, memandang Angkasa dengan wajah cemberut. Bodo amat jika Angkasa jijik saat melihat ekspresinya kali ini.

"Udah berani ngaku jadi istri?"

"Apaan sih!" Amira memukul pelan tangan Angkasa. Mengigit bibir bawah pelan, berusaha agar tidak tersenyum.

"Angkasa,"

"Iya istri?"

"Jangan gitu ih!"

"Gimana istri?"

"ANGKASA!"

"Iya istri?"

"Angkasa mahh! Jangan gitu!"

"Maunya gimana istri?"

"ANGKASA ADIPRAMANA!"

"Iya istri?"

"Jangan gitu ngomongnya! Aku malu tau!"

"Kan kamu emang istri aku. Iya gak?"

Amira tak dapat menahan senyumannya. Dengan malu-malu, Amira menutup wajahnya dengan telapak tangan. Kenapa Angkasa selalu membuatnya hilang akal dadakan!

"Diem lah!"

"Mir,"

"Iya?"

"Lo belum jawab pertanyaan gue kemarin."

"Yang mana?"

Angkasa memajukan wajahnya. Mengikis jarak antara dirinya dan Amira, Angkasa tersenyum kecil. Sial! Bibir itu selalu bisa menghinoptis saat melengkung indah. Jujur, Angkasa selalu terpana melihat itu.

"Do you love me?"

























Tbc.

Angkasa makin di depan ya, Bund😌

Terima kasih yang udah baca❤ jangan lupa tinggalkan kenangan yak!!

Continue Reading

You'll Also Like

788K 35.2K 48
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
2.5M 257K 61
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
406K 42.5K 19
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...
796K 60.6K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...