Once Upon A Time

By Sweet_girl77

52.2K 4.8K 293

Cedric membungkukkan tubuh, mendekatkan mulut ke arah telinga wanitanya. "Once upon a time, I meet a woman. S... More

One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fifteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight - END

Fourteen

1.7K 178 12
By Sweet_girl77

Cedric tersenyum saat mendapati Tavisha yang masih tertidur nyenyak di kasur kamar hotel yang ia tempati. Tadi malam tentu saja Cedric tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berdekatan dengan wanita yang membuatnya gila ini. Cedric membawa Tavisha yang tertidur di dalam dekapannya ke tempat ini.

Pandangannya baru teralih ketika ponselnya yang berada di nakas berdenting samar pertanda sebuah pesan masuk. Cedric menyeringai tatkala mendapati informasi yang bisa membuat pria kurang ajar itu terjeblos ke penjara lebih lama. Siapa yang suruh mencari gara-gara dengan wanita miliknya.

Cedric kembali menghadap kepada Tavisha saat ia mendengar wanita itu bergumam. Tak lama kemudian kedua kelopak matanya terbuka dengan kabut kantuk yang masih jelas terlihat. Tavisha mengerjab beberapa kali sebelum akhirnya mendapati kesadarannya kembali. "where am I ?"

"Tenanglah. Kau akan selalu berada di tempat yang aman jika bersamaku." jawaban Cedric sama sekali tidak membuat Tavisha puas. Wanita itu nampak mencebik sebelum bangun dari posisi berbaringnya. "Benarkah ? Aku malah berpikir, kalau kau adalah orang paling berbahaya."

Cedric tersenyum misterius. "Aku memang yang paling berbahaya. Tapi untukmu, aku bukanlah orang seperti itu." Tavisha memandang lekat manik coklat hazel di depannya dengan seksama, berusaha untuk menyelami arti dari ucapan pria itu barusan. "Apa alasan kenapa kau menyebut dirimu paling berbahaya ?"

Cedric mengangkat jari telunjuk dan menggoyang-goyangkannya di depan wajah Tavisha. "Easy, baby. Jangan terlalu terburu-buru. Aku tidak ingin kau kena serangan jantung karena mengetahui segalanya."

Mulut Tavisha mengerut tidak suka. Ia lalu bersiap untuk turun dari kasur. "Ya sudah, aku mau mandi dan segera pergi jauh-jauh darimu." namun dengan cekatan Cedric menahan wanita itu dan membuatnya terjatuh di atas tubuh Cedric. "Mau kemana ? Aku belum mendapatkan bayaranku."

Tavisha menelan ludah karena jarak mereka yang begitu dekat. "Bayaran apa ?"

"Tadi malam. Aku menyelamatkanmu, ingat ?" Tavisha terdiam sejenak sebelum ekspresi di wajahnya berubah kesal. "Kau tidak ikhlas membantuku ?! Kenapa meminta bayaran ?"

Cedric terkekeh sembari mengetatkan pelukannya pada tubuh Tavisha. "I do not do something for free, baby." Tavisha mendengus. "Baiklah! Kau minta bayaran berapa ?"

"Aku tidak butuh uang karena aku sudah punya terlalu banyak. Jadi, aku hanya akan memintamu untuk melakukan suatu hal."

"Apa ?"

Cedric memindahkan pandangannya ke arah bibir Tavisha sesaat sebelum kembali ke kedua manik milik wanita itu. "Kiss me."

Kedua mata Tavisha membelalak dan dengan spontan ia pun meronta berupaya untuk melepaskan diri dari pelukan Cedric. "Dasar pria mesum! Tidak! Aku tidak mau!" karena usahanya guna melepaskan diri tak kunjung juga berhasil, Tavisha pun meraih bantal dan memukulkannya pada wajah Cedric. "Pria gila! Pria kurang ajar!"

Cedric terkekeh lalu menggerakkan tangannya untuk menghentikan pukulan bantal Tavisha yang kian lama kian brutal. Hanya sekejab waktu yang dibutuhkan oleh Cedric untuk menghentikan aksi gila wanitanya. Ia pun membuang bantal itu dan semua bantal lain yang ada di atas kasur untuk mencegah Tavisha melakukannya lagi.

"Ok, cukup main-mainnya." setelah mengatakan itu, tanpa aba-aba Cedric merubah posisi menjadi di atas Tavisha. "Tidakpapa kalau kau memang tidak mau menciumku. Sebagai gantinya, biar aku saja yang menciummu."

Ekspresi di wajah Tavisha berubah panik, ia sudah membuka mulut bersiap untuk berteriak. Namun sial, ia kalah cepat. Cedric malah memakai kesempatan itu untuk meraup bibirnya dengan rakus dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Tavisha yang terbuka.

Tavisha memukul dada Cedric dengan kedua tangan pun dengan kakinya yang bergerak-gerak berusaha untuk membuat Cedric menghentikan kegiatan gilanya ini. Namun, percuma. Cedric malah semakin lihai memainkan bibirnya, berupaya untuk membuat Tavisha terlena dan turut serta dalam pertautan bibir mereka.

Cedric mengerang tatkala merasakan gerakan malu-malu yang berasal dari bibir Tavisha. Pria itu semakin menggebu melumat bibir manis Tavisha yang terasa begitu candu. Lalu, ketika akhirnya Cedric merasakan hasratnya semakin tak tertahankan, ia melepaskan pertautan bibir mereka. Tidak, belum waktunya untuk membuat Tavisha menjadi miliknya sepenuhnya. Karena Cedric tidak ingin memaksa wanita itu, ia akan menunggu Tavisha sampai wanita itu menyerahkan diri secara sukarela.

Cedric lalu mengecup bibir Tavisha sekali dan berkata, "Terima kasih bayarannya. Ini benar-benar sepadan dengan apa yang aku lakukan tadi malam."

~~~~~~~~~~

Setelah mengantar Tavisha ke toko bunganya, Cedric pergi ke unit apartment yang baru saja ia beli. Keputusan untuk membeli properti di Indonesia baru saja di ambilnya kemarin. Ia merasa tidak suka saat banyak orang menjadikan dirinya dan Tavisha menjadi pusat perhatian seperti tadi malam. Orang-orang itu boleh sesuka hati memperhatikannya, tapi berbeda dengan Tavisha. Wanita itu, wanita yang seharusnya ia lindungi, seharusnya tidak boleh terekspos bersama dengan dirinya.

Memang, Indonesia sangatlah jauh dari New York, tapi siapa yang tahu kalau musuh-musuhnya mengetahui informasi mengenai Cedric yang kini memiliki seorang wanita istimewa. Cedric khawatir jika Tavisha akan dijadikan sebagai umpan bagi dirinya dan membahayakan wanita itu.

"Steven."

Steven yang duduk di kursi samping pengemudi menoleh ke belakang. "Ya, Sir ?"

"Suruh pengawal Tavisha kemarin menghadapku dan sementara gantikan dengan yang lain."

"Baik, Sir."

Sesampainya Cedric di apartment barunya, empat orang pengawal Tavisha sudah berdiri tegap di depan pintu. Mereka berempat tampak menegang ketika mendapati atasannya tiba dengan raut wajah datar nan dingin.

Steven yang tahu akan situasi tegang yang terjadi langsung bergerak sigap membukakan pintu apartment agar mereka segera masuk dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Begitu pintu terbuka, Steven langsung mempersilahkan atasannya untuk masuk dan menyuruh pengawal Tavisha mengikuti.

Cedric memandang tempat tinggal barunya sesaat sebelum menjatuhkan dirinya di salah satu sofa ruang tamu. Pria itu menumpukan kaki kanan di kakinya yang lain dengan kedua tangannya yang bersedekap. Tanpa basa-basi, Cedric pun berkata, "Kalian aku perintahkan untuk menjaga satu orang saja. Hanya satu orang. Tapi kerja kalian tidak becus."

"Maafkan kami, Sir. Tadi malam kami tidak mengira kalau-"

"Tidak mengira ? Gunakanlah otak kalian untuk berpikir! Selalu pikirkan skenario terburuk agar kalian tetap waspada." Cedric menggeram dengan amarah yang mulai merambat naik. "Kalian sudah bekerja denganku berapa lama ?"

Sang ketua tim menjawab lima tahun dan tiga orang lainnya menjawab tiga tahun. Jawaban itu membuat Cedric berdecak. "Sudah selama itu dan kemampuan kalian masih sama dengan pengawal baruku ? Mengecewakan."

Empat orang yang berada di hadapan Cedric hanya mampu terdiam. Detak jantung mereka diam-diam bertambah cepat karena takut akan resiko akibat kelalaian kerja tadi malam.

Cedric menghela napas lalu kepalanya menoleh ke arah Steven. "Stev."

"Ya, Sir ?"

"Kirim mereka kembali ke New York dan turunkan level mereka ke level 1." ke empat orang tadi membelalakkan mata bersamaan. Mereka menelan ludah karena membayangkan berbagai macam latihan mengerikan yang harus mereka lalui di level awal. Yah, tapi mau bagaimana lagi. Lebih baik begini, dari pada mereka harus merasakan hukuman berupa sayatan-sayatan ahli dari sang bos besar.

"Baik, Sir. Saya akan mengirim mereka pulang hari ini juga. Saya juga akan koordinasi empat pengawal baru untuk menggantikan mereka."

Satu tangan Cedric terangkat naik. "Tidak usah. Ambil saja dari pengawalku."

"Tapi, Sir, keamanan Anda har-"

"Tidakpapa. Ada jarak sekian juta kilometer dari musuh-musuh berbahayaku di sini."

Steven mau tak mau menyanggupi permintaan bosnya. Ia lalu bergerak mengatur empat orang tadi untuk mengikutinya keluar dari apartment.

"Oh, Stev." Steven yang sudah hampir keluar dari apartment langsung membalikkan tubuhnya. "Ya, Sir ? Ada yang bisa saya bantu lagi ?"

Cedric mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas sofa. "Dua jam lagi aku mau keluar. Sepertinya, aku memerlukan super car."

"Baik, Sir. Saya akan menginfokan supir dan pengawal Anda untuk pergi dua jam lagi."

"Ok, you can go now."

~~~~~~~~~~

Tavisha sedang sibuk dengan pekerjaannya ketika sebuah pesan dari Cedric masuk. Tavisha menghela napas panjang sebelum meraih ponselnya dan membaca pesan dari si pria gila.

Kedua mata Tavisha langsung membelalak tatkala melihat foto yang dikirimkan oleh Cedric. Foto itu adalah foto sebuah tempat yang sangat dikenali oleh Tavisha. Tempat itu adalah showroom super car milik sang ayah.

Tavisha langsung menelpon Cedric dengan tidak sabar. Wanita itu dipenuhi dengan rasa was-was karena pria itu tak kunjung juga mengangkat panggilannya. Tavisha mendesah saat suara sang operator telepon mengatakan kalau orang yang ia telpon tidak mengangkat. Tepat setelah itu, sebuah pesan dari Cedric ia terima.

Datanglah. Kau pasti tidak ingin aku berbicara yang aneh-aneh bukan kepada ayahmu ?

Tavisha meremas ponselnya kesal. Ia lalu meraih tas dan tanpa berpamitan dengan yang lainnya, ia pun pergi meninggalkan tokonya secepat kilat.

~~~~~~~~~~

Yang didapati Tavisha ketika dirinya sampai di showroom milik sang ayah adalah tawa Cedric dan papanya yang membahana di ruang tamu pembeli. Dada Tavisha naik turun karena napasnya yang ngos-ngosan akibat terburu-buru untuk bisa sampai di sini.

"Tav ?" Gilbert yang pertama kali menyadari akan kehadiran sang putri. Kepala Cedric menoleh ke arah pintu dan seringainya langsung mengembang tatkala mendapati Tavisha yang memandangnya dengan tatapan kesal.

"Ada apa ini ? Kenapa putri Papa yang maha sibuk sampai bisa datang ke sini ?" Gilbert berdiri dan berjalan ke arah Tavisha untuk menarik sang putri mendekat. Gilbert lalu mendudukkan Tavisha di sofa yang berada di hadapan Cedric.

"Kamu sudah kenal kan sama Cedric ? Kalau nggak salah, kamu yang bantu Ansell di kerja sama Viano sama Martell." ucapan Gilbert diangguki oleh Tavisha. "Iya, Pa. Betul."

"Nah kalo gitu, habis ini kamu temenin Cedric keliling coba mobil barunya." Tavisha membelalak. Jari telunjuknya kemudian ia arahkan kepada Cedric. "Dia beli super car ?" Gilbert mengangguk dengan senyumnya. "Ya. Dia beli Bugatti."

Pria sinting! Di sini tidak akan lama, kenapa sampai membeli super car segala ?!

"Pembayaran sudah clear, jadi sekarang saya boleh bawa mobilnya, Sir ?" Cedric mengalihkan fokus Gilbert kepada sang putri. Gilbert lalu mengangguk. "Ya, tentu saja. Mobilnya kan sudah jadi milik kamu."

Cedric mengangguk lalu berdiri dari duduknya. Kegiatan itu diikuti oleh Gilbert selaku penjual mobil. "Ayo, Tav. Kamu harus temani Cedric. Biar nggak kesasar ke jalan-jalan kecil. Nanti kecoreng lho, mobil barunya."

"Bodo amat, Pa."

Gilbert langsung memberikan pelototan kepada sang putri. "Tavisha." Tavisha memutar bola mata kesal. Ia lalu berjalan dengan lemah ke arah sang ayah dan Cedric.

"Sir, sepertinya tidak perlu sampai putri Anda menemani saya. Tidakpapa, sekarang sudah ada gps." ucap Cedric kemudian. Gilbert langsung menggeleng. "Tidakpapa. Putri saya sampai ke sini, itu berarti dia benar-benar menganggur dan tidak ada kerjaan. Jadi, dia bisa menemani Anda berkeliling."

Cedric mengangguk-angguk pelan sambil menahan senyum saat melihat bagaimana kesalnya Tavisha. "Kalau begitu, apakah besok-besok saya juga boleh meminta putri Anda untuk menemani saya berkeliling Jakarta ?"

"Tentu saja." sebelum Tavisha sempat menolak, sang ayah sudah menjawab dengan semangat. Giliran Tavisha yang memberikan pelototannya kepada papanya. "Papa!"

"Sudah sana, pergi sama Cedric. Sekali-kali kamu nggak kerja. Jalan-jalan sana."

"Paaa." Tavisha merengek dan membuat Gilbert memanjangkan tangannya untuk mengusap kepala sang anak. "Apa perlu Papa belikan es krim cookies ?"

"Nggak usah!" mulut Tavisha memberengut dan langsung pergi begitu saja keluar dari ruangan. Gilbert menggelengkan kepala sesaat sebelum beralih kembali kepada Cedric. "Maafkan putri saya. Yah, terkadang dia masih bersikap seperti anak kecil."

Cedric tersenyum. "Tidakpapa, Sir. Malah putri Anda terlihat menggemaskan dengan sikapnya yang seperti tadi." Gilbert tertawa. "Astaga, baru kali ini ada yang menganggapnya menggemaskan. Adiknya saja bilang kalau Tavisha memuakkan saat bersikap seperti tadi."

"Sir, pandangan seorang pria yang tertarik kepada anak Anda pasti akan berbeda." Gilbert menggeleng-geleng dengan decakan. "Yah, semoga kamu tidak berubah pikiran saat mengetahui sikap-sikap menyebalkannya yang lain."

"Tidak akan, Sir. Saya rasa, perasaan saya malah semakin menggila saat mengetahui keseluruhan diri Tavisha."

Ya, sebelum Tavisha tiba Cedric sudah terlebih dahulu menyampaikan perasaannya kepada Gilbert – ayah wanita itu. Ia berharap, ketika ada situasi yang mengharuskan dirinya membawa Tavisha ke rumahnya, keluarga wanita itu tidak akan menaruh curiga.

~~~~~~~~~~

Akhirnyaa bisa update cerita :"))

Kalem-kalem dulu ya gais sebelum badai menerpa 🙈

Jangan lupa vote dan komennya!!

Salam dari Tav,

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 135K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
496K 2.7K 19
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
358K 19.1K 27
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...