BagasRara [END]

By ameliafitri583

3.1M 464K 167K

Spin off Young Parents [Bisa dibaca terpisah] _____ Menjadi seorang Ayah di usia muda tidak pernah terlintas... More

RaraBagas
|1| BagasRara
|2| BagasRara
|4| BagasRara
|5| BagasRara
|6| BagasRara
|7| BagasRara
|8| BagasRara
|9| BagasRara
|10| BagasRara
|11| BagasRara
|12| BagasRara
|13| BagasRara
|14| BagasRara
|15| BagasRara
|16| BagasRara
|17| BagasRara
|18| BagasRara
|19| BagasRara (Flash back)
|20| BagasRara (Flash back II)
|21| BagasRara (Flash back III)
|22| BagasRara (Flash back IV)
|23| BagasRara (Flash back V)
|24| BagasRara (Flash back VI)
|25| BagasRara (Flash Back VII)
|26| BagasRara (Flash back VIII)
|27| BagasRara
|28| BagasRara
|29| BagasRara
|30| BagasRara
|31| BagasRara
|32| BagasRara
|33| BagasRara
|34| BagasRara
|35| BagasRara
|36| BagasRara
|37| BagasRara
|38| BagasRara
|39| BagasRara
|40| BagasRara
|41| BagasRara
|42| BagasRara
|43| BagasRara
|44| BagasRara
|45| BagasRara
|46| BagasRara
|47| Bagasrara
|48| BagasRara
|49| BagasRara
|50| BagasRara
|51| BagasRara
|52| BagasRara
|53| BagasRara
|54| BagasRara
|55| BagasRara
|56| BagasRara
|57| BagasRara
|58| BagasRara
|59| BagasRara
|60| BagasRara
|61| BagasRara
|62| BagasRara
|63| BagasRara
|64| BagasRara
|65| BagasRara
|66| BagasRara
|67| BagasRara
|68| BagasRara
|69| BagasRara
70 BagasRara
|71| BagasRara
|72| BagasRara
|73| BagasRara
|74| BagasRara
|75| BagasRara
|76| BagasRara
|77| Epilog
|78| Extra part

|3| BagasRara

53.9K 7.8K 796
By ameliafitri583

Rara menutuhkan jarinya ke meja, menutup mata sambil berfikir. Ia baru saja selesai mandi, tidak ada kerjaan membuat perempuan itu dilanda bosan.

Reya tidur, sedangkan Bagas masih di Cafe. Bekerja, ya. Bagas kerja disana sebagai barista. Penghasilan dari situ lah yang membiayai kehidupannya sekarang. Kalau lagi libur, cowok itu akan ikut manggung di cafe bersama teman temannya. Meskipun tidak seberapa.

Cowok berusia tujuh belas tahun itu kerja sambil sekolah. Untuk itu dia sering pulang malam. Di Cafe, kalau gak ada acara tertentu biasa pulang jam sembilan sampai sepuluh malam. Kalau ada acara, bisa sampai jam tiga pagi baru pulang.

Dia banting tulang.

"Disini gak ada bahan makanan apa apa" guman Rara.

"Adanya cuma telur sama mie. Bisa di buat apa"

"Martabak mie"

Suara dari belakang membuat perempuan itu tersentak. Sementara pelaku pengaget itu malah tertawa. Rara memutar matanya malas, gimana bisa orang itu masuk ke rumahnya.

"Teh Lia kok bisa masuk rumah aku sih, Lewat mana? Lobang pintu"

Cewek bernama Lia itu memblakakan matanya, menatap sebal ke arah perempuan kecil di depannya.

"Pintu kamu nggak di kunci, kebiasaan sih" balasnya duduk di kursi samping.

Rara mamajukan kepalanya melihat pintu yang memang terbuka, ia tertawa kecil. Kebiasaannya lupa mengunci pintu.

"Bagas yang gak nutup" ujarnya membela.

Lia memakan kerupuk yang tersedia di dalam toples, namun baru hendak mengambil kerupuk selanjutnya. Rara menarik toples itu lalu menyembunyikannnya di rak piring.

"Punya Bagas!"

"Aku minta dikit doang" balas Lia.

Rara menggeleng. "Gak boleh, tinggal dikit"

"Bagas kalau tau juga gak bakal marah" ucap Lia.

"Ya Bagas emang gak bisa marah. Teh Lia nya tau diri" cetus Rara kembali duduk di kursi tadi.

Sementara Lia, cewek itu memasang wajah gemas gemas kesal. Mau nyubit takut nangis.

"Iya iya. Nanti aku beli sekalian ama tukangnya" ujarnya mencibir.

"Bagus. Nanti aku minta" balas Rara tersenyum puas.

"Mbok mu!"

Perempuan itu terkekeh. Senang sekali menjahili tetangga samping rumahnya ini. Lia atau nama lengkapnya Adelia adalah mahasiswi yang sering menjadi teman curhatnya disini. Karena hanya Lia lah yang tidak jauh umurnya dengannya. Sisanya hanya ibu ibu rumah tangga biasa.

"Btw, Reya mana?" tanya Lia.

"Tidur"

"Kalau Bagas?" Lia menaikkan sebelah alisnya sengaja.

"Ngapain nanya nanya"

Cewek itu terkekeh. "Cemburuan banget. Aku tau, dia lagi kerja kan"

"Lagi nguli" balas Rara ngasal.

Sekali lagi Lia tertawa. "Di tempat kerjanya kan pasti banyak cewek cewek cantik, kamu gak takut Bagas berpaling? Emn, selingkuh gitu" ucapnya.

"Teh Lia yang mau jadi selingkuhannya, kan" ujar Rara mencondongkan kepalanya.

"Kalo boleh" balas Lia, lap di depannya seketika melayang mengenai kepalanya. Ia melihat Rara yang menatap tajam dirinya.

"Silakan aja. Itu juga kalau Bagas mau, Teh Lia tau kan. Bagas bakalan langsung minder kalau ketemu Teteh" ucap Rara santai. Tidak mempermasalahkan ucapan cewek yang memiliki umur lebih tua darinya itu.

Sedangkan Lia, mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Kenapa emangnya?"

"Muka Teh Lia kaya badut kalau mau berangkat kuliah. Cemong banget" jawab Rara.

"Asu!"

◀⚫▶

"Katanya pemilik Cafe ini mau ganti"

Suara obrolan di belakang membuat Bagas yang tengah melayani pelanggan menoleh ke belakang, ke arah dua pegawai perempuan di pojok.

Cowok itu menghampiri setelah pelanggan itu pergi. Sedikit penasaran, juga takut.

"Kata siapa?"

Dua cewek itu berjinjit kaget, salah satunya mengelus dada menatap Bagas. "Tadi gue denger pas lewat di depan pintu bos"

"Dan yang gue dengar juga, pemilik yang baru ini orangnya pelit. Yang paling penting," Elena menggantungkan ucapannya membuat dua orang itu menunggu.

"Apa?"

"Sebagian karyawan disini bakal di ganti sama orang pilihan dia" ucap Elena.

"Maksud lo di pecat?" tanya Ella, cewek di sebelahnya.

Elena mengangguk. "Iya, aduh semoga bukan gue kek. Kalo di pecat dari sini mau kerja dimana" gumannya bingung.

"Mana tanggungan motor masih panjang lagi" Ella berbalik meninggalkan tempat itu dengan perasaan resah. Begitupun Elena.

Sedangkan Bagas, cowok itu sedikit terdiam. Jika ia yang di pecat, lantas bagaimana caranya membiayai Rara dan Reya.

"Bagas!"

Panggilan di belakang membuat Bagas membalikkan badannya, ternyata bos yang tadi di bicarakan menyuruhnya mendekat. Ia sedikit berlari menghampiri bos itu. Ia kenal, Rara pun kenal dengannya. Bos yang biasa di panggilnya Bang Ari ini anak dari Pak Rt di kampung. Namun ia tidak terlalu dekat. Bisa masuk kerja di Cafe ini juga karena suruhan salah satu warga.

"Yang booking Cafe dikit lagi datang, siap siap" ujar Bang Ari begitu dirinya sampai.

"Siap bang" balasnya

"Bilang yang lain juga" ujar Bang Ari lagi.

Bagas mengangguk. Sebenarnya ada yang ingin ia tanyakan, namun ragu.

"Saya boleh tanya gak, bang"

Lelaki matang di depannya menggangguk, mempersilakan pegawainya berbicara.

"Emm," Bagas menggaruk tengkuknya bingung. Gimana cara nanyanya, ia takut di bilang tidak sopan dan malah membuatnya menjadi salah satu pegawai yang di pecat.

"Nanya apaan, Gas? Gue ada urusan nih" ucap Bang Ari.

"Yang booking tempat ini buat apa emangnya"

Terpaksa meleset, ia terlalu takut bertanya pertanyaan yang membuatnya serba salah. Sementara di depannya, Bang Ari mengangguk mengerti.

"Acara ulang tahun kayanya. Biasa lah anak muda, yang booking seumuran sama lo kayanya" jawabnya.

"Cewek ya?" tanya Bagas.

Bang Ari menggangguk. "Jaman sekarang cowok ulang tahun mana ada yang di bikin acara begini. Palingan juga minum minum ke club"

"Yaudah, balik kerja lagi sana"

Bagas tersenyum kecil. Melangkah meninggalkan bos di depannya. Dengan pikiran yang masih belum juga tenang.

Dua jam berlalu sekumpulan cewek cewek itu datang, Cafe yang awalnya hanya berisi beberapa orang kini hampir penuh dengan teman si pengada acara. Bagas menyipitkan matanya, ia memperhatikan salah satu cewek yang dikenalnya.

Teman kelasnya yang paling berisik dan galak, Jessika.

"Ck, ngapain tuh cewek disini" decaknya malas.

"Dia yang punya acara" sahut rekannya di samping.

Bagas menoleh. "Dia"

Bobby berdehem sebagai jawaban.

"Lo kenal?" Bobby menopang dagu memperhatikan sekumpulan cewek cewek itu.

"Nggak"

"Gas, bisa antar ini ke meja disana gak? Gue masih banyak kerjaan"

Bagas berdiri, dengan cekatan mengambil minuman itu dan membawanya ke depan. Renita tersenyum manis ke arahnya.

"Tolong, ya. Makasih" ucapnya berlalu.

Cowok itu membungkuk sedikit tubuhnya sambil meletakan gelas di meja. "Silakan diminum"

"Terim-- lah! Bagas"

Jessika berseru membuat teman temannya ikut menatap ke arahnya. Dalam hati Bagas berdecak, urusannya akan panjang berurusan dengan cewek ini.

"Lo ngapain disini?" Jessika memperhatikan teman kelasnya itu dari atas sampai bawah.

"Ya kerja lah, Jes. Masa pelanggan nganterin minuman" sahut temannya.

Bagas tidak mengenal mereka. Mereka semua bukan teman sekolahnya.

"Serius? Lo kerja disini" tanya Jessika.

"Iya" balas Bagas.

"Oh my good! Cowok nakal kaya lo kerja jadi pelayan disini"

Jessika menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya. Beberapa teman lainnya menaggapi dengan tawaan. Apa yang lucu?

"Bukan pelayan, lebih tepatnya Barista" Elena yang sedang menghidangkan makanan menyahut.

"Udah gak ada yang dibutuhkan kan, gue balik. Masih banyak urusan" ujar Bagas, membalikkan badannya nemun di tarik Jessika.

"Tunggu dulu, buru buru banget. Kenapa lo gak ikut gabung sama kita" tawarnya tersenyum.

Bagas menggeleng. "Sorry, urusan gue masih banyak"

"Nanti gue yang ngomong sama atasan lo, pasti boleh. Udah sini gabung, anggap istirahat lah. Udah lumayan malam juga" ucap Jessika, cewek itu menarik tangan Bagas.

"Sorry, disini lo pelanggan dan gue pegawai. Kerjaan gue masih banyak" Bagas melangkahkan kakinya menjauh sebelum gadis bernama Jessika itu kembali mencegahnya.

Sampai di meja, ia mendudukan tubuhnya di kursi. Membuka handpone barang kali ada pesan dari Rara. Perempuan itu kadang suka minta nitip makanan sekalian ia pulang.

"Tadi cewek disana yang narik tangan lo siapa? Kayanya deket"

"Temen"

Bobby mengerutkan keningnya. "Tadi kata lo gak kenal, gimana si" ucapnya.

Bagas memasukan handpone nya kembali ke saku celana, beralih menatap teman kerjanya malas. "Gak penting"

"Ck, dasar anak muda" Bobby tertawa kecil, namun seketika mengubah ekspresinya. "Lo di panggil Bos, Gas"

"Bukan lo doang, ada beberapa anak lain. Udah duluan kesana" ucap Bobby lagi.

"Ada apa?" tanya Bagas.

Bobby mengangkat bahunya tidak tahu. "Udah kesana aja, mao dibagi duit kali"

Tanpa membalas, cowok berseragam itu berjalan meninggalkan Bobby yang menatapnya dari belakang. Bagas mengintip sedikit celah pintu yang terbuka, benar di dalam ruangan Bang Ari sudah ada tiga orang lainnya.

Sebelum masuk, ia menarik nafasnya. Semoga hal yang ditakutinya tidak terjadi.

"Permisi, Bang"


"Ya, silakan masuk Bagas"

Bang Ari tersenyum. "Baik semuanya sudah berkumpul, gue bisa langsung mulai"

"Jadi, alasan gue ngumpulin kalian berempat disini. Karena ada hal penting yang mau gue bilang"

"Mungkin sebagian kalian ada yang udah tau, kalau pemilik Cafe ini akan di ganti. Yang artinya, gue nggak bakal megang ini cafe lagi" Bang Ari menarik nafasnya pelan.

Sementara empat orang di depannya tampak khawatir. Terutama Ella yang sudah berkaca kaca, ia takut di pecat.

"Jadi--"

"Kita mau di pecat, bang" potong Ella.

"Ricky, Bagas, Ella dan Mindy. Kalian saya pilih karena alasan tertentu" ujarnya lagi, mengabaikan potongan Ella.

"Maksudnya, bang?" tanya Ricky.

"Cafe ini akan berganti pemilik dengan rekan saya, dan dia meminta untuk dilakukan perubahan pada Cafe ini. Termasuk para pegawainya. Sedangkan saya sendiri, akan fokus dengan cafe yang berada di bandung"

"Dan kalian berempat adalah pegawai yang gue pilih untuk ikut gue ke bandung, mengurus cafe disana"

"Berarti kita nggak di pecat, bang?" tanya Mindy.

Bang Ari menggeleng. "Tidak, justru kalian pegawai terbaik yang gue pilih. Jadi bagaimana? Kalian bersedia pindah ke bandung" tanya Bang Ari.

Mereka semua diam, ini bukan keputusan yang gampang. Dan meninggalkan keluarga tidak lah mudah. Terutama Bagas, nggak mungkin ia meninggalkan Rara dan Reya di Jakarta. Sedangkan dirinya di bandung.

"Kita ngekost disana dong, bang" tanya Ella.

"Tidak, gue udah mempersiapkan rumah untuk kalian berempat. Alasan gue milih kalian, karena kerja kalian berempat paling bagus disini ketimbang anak lain"

"Nggak ada yang keberatan kan?"

"Gak bisa di tukar bang" Bagas mengacungkan tangannya.

"Justru ini kesempatan bagus, kalian bisa merintis usaha juga disana. Cari pengalaman juga" balas Bang Ari.

"Lo," Bang Ari menunjuk Bagas. "Mikirin orang di rumah?"

Bagas mengangguk pelan membuat lelaki dewasa di depannya berdecak. "Ribet kalo udah punya buntut mah"

Ia membuang nafas. "Gini, kalo lo gak mau dan nolak, berarti ya lo harus mau juga di pecat. Gue bakal nyari orang lain yang mau" ujarnya.

"Di tuker anak lain" ucap Bagas.

Bang Ari tertawa kecil. "Cafe ini juga punya aturan, Gas. Terserah lo"

"Artinya lo nolak?" Ia berdiri tegak, tangannya mengeluarkan amplop dari laci mejanya.

"Silakan cari kerjaan lain, ini gaji lo yang terakhir"

Ia melempar amplop itu di depan wajah Bagas, lalu memalingkan wajahnya ke samping. "Dan silakan keluar"

Bagas menatap rekannya yang menatap dia kasihan. Ia melepas topi khusus pegawai kemudian tersenyum kecil. Sebelum benar benar pergi, ia juga menepuk punggung Ella. Gadis yang lumayan dekat dengannya, gadis yang menatapnya berkaca kaca.

"Terima kasih, bang. Permisi"

Lebih baik kehilangan pekerjaan dari pada meninggalkan dua perempuan yang berarti dalam hidupnya.

◀⚫▶

Untungnya membawa kunci cadangan, pintu rumah memang selalu terkuci setelah melewati pukul delapan malam. Rara pasti sudah tidur, mengingat ini sudah masuk jam dua belas malam.

Bagas membuka pintu kamar, matanya tertuju ke kasur kecil yang diisi dua orang. Di kamar ini satu kasur hanya bisa menampung satu orang, kalaupun dua itu hanya untuk Reya yang bertubuh kecil.

Dirinya tidak di kasur sebelahnya. Satu kamar dengan dua kasur, itu lah konsep kamar mereka.

Setelah melepas bajunya, Bagas berjalan mendekat ke mereka. Ia tersenyum tipis melihat Reya yang mengemut tangannya sendiri sambil tidur. Di Sebelahnya, Rara tidur sambil memeluk boneka bintangnya.

"Selamat tidur"

Setelahnya ia berjalan keluar untuk mandi. Sejak pulang sekolah tadi dirinya memang belum terkena air sedikit pun. Matanya tidak sengaja melirik meja kecil di dapur, tudung saji yang biasanya terbuka kini tertutup.

Penasaran, ia membuka tudung itu dan melihat nasi serta beberapa lauk di atasnya. Ada juga notes di bawah gelas.

Bagas, Rara ngantuk.
Jadi Rara tidur duluan ya :)
Kalo Bagas lapar, makan aja.
Ini buatan Rara sendiri, ingat! Buatan tangan Rara sendiri.
Di bantu Teh Lia

Kalau nggak enak, jangan bilang ke Rara. Nanti Rara insencure.

Bilang aja enak banget, jadi Rara bisa belajar lagi.
Bagas cape kan, kalau mau mandi. Pakai air hangat ya, biar gak sakit.

Udah lah, Rara bener bener ngantuk.
Bay bay Bagas
:)

Terkekeh kecil, Bagas menggelengkan kepalanya. Ia mendudukkan tubuhnya untuk makan. Urusan mandi nanti saja, keburu makanan ini dingin.

Ini pertama kalinya perempuan itu masak, dan ia memaklumi jika masakannya ini terlalu asin. Sambalnya manis, nasinya masih keras. Masih belajar. Wajar, sejak kecil Rara tidak pernah menyentuh dapur.

"Maaf udah bikin kamu susah, Ra"

°•°•°•°•°•°•°•°•°

VOMENT
Next part 👉

Continue Reading

You'll Also Like

12.4K 1.9K 48
Pernah mengagumi kakak kelas yang dingin, cuek? [JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR DULU YA!] Sama seperti gadis satu ini yang mengagumi kakak kelasnya karena...
3.7M 218K 58
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
ORINE By iyas Kece

Teen Fiction

112K 7.9K 39
Menceritakan tentang Orine yang terobsesi dengan gadis yang bernama Catherine atau biasa di panggil Erine. GXG AREA!!!
559 59 5
Menikah dengan kakak kelas bad boy yang jadi musuh bebuyutan semasa SMA bukanlah sebuah impian yang indah. Tetapi hal itu di rasakan oleh Lavina Pram...