Eira The Last Dhampir

By YouKnowWhoIAm15

100K 21.9K 1.1K

[Epic Fantasy] Tanah telah rusak beratus-ratus tahun lalu. Manusia telah punah karena terjadinya perang antar... More

⚜ B E S T I A R Y ⚜
PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHARACTERS
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
TIADA AKHIR
Trailer and New Book

CHAPTER 9

2K 516 11
By YouKnowWhoIAm15

"Kita harus ke pemukiman dan bersembunyi di salah satu rumah warga, mereka pasti tidak akan menemukan kita di sana." Nimue yang telah lebih dulu sampai di permukaan danau membantu Eira yang baru saja muncul.

"Tidak, kita akan lari ke hutan, kemungkinan mereka mengejar kita akan lebih kecil, mereka lebih memilih untuk menunggu pagi hari daripada bertemu Leshy* dan jadi santapannya."

"Dan kau pikir aku mau jadi santapan Leshy?" Nimue melototkan matanya pada Eira.

Si dhampir yang tidak menghiraukan mulai mencari pedang milikknya di antara barang-barang yang sudah disiapkan Castro, setelah mendapati semua perlengkapannya dia segera naik ke kuda tunggangannya. "Lebih baik bertemu Leshy daripada masuk penjara dwarf lagi." Eira menunjukkan pada Nimue pedang kebangganannya.

"Maksudmu pedang itu bisa mengalahkan Leshy daripada para prajurit dwarf?" Eira masih tidak menghiraukannya, sampai Nimue sadar bahwa Castro tidak muncul juga ke permukaan. "Di mana si Pangeran?" tanyanya sambil naik ke kuda.

"Dia tidak ikut, lebih baik kita berangkat sekarang sebelum para penjaga menyadari kita sudah berada di luar istana. Aku yakin mereka masih mencari kita di dalam." Eira kemudian mulai menghentakkan tali kudanya untuk memerintahkan jalan.

Nimue yang masih bingung menyusul dari belakang. "Tunggu, kenapa dia tidak ikut? Dia takut untuk menyelam?" tanyanya.

"Aku meninjunya," jawab Eira dengan begitu santainya. Seolah meninju seorang pangeran adalah hal yang biasa. Ya, dia memang pernah meninju lebih dari seorang pangeran, yaitu seorang raja.

"Kau apa? Meninjunya? Dia berusaha menolong kita, Eira. Aku tidak akan meninggalkannya." Nimue kemudian berhenti untuk memprotes.

Alasan lain dia lebih senang melakukan perjalanan sendiri yaitu tidak akan ada drama membuat keputusan secara sepihak. "Dia seorang pangerang, Nimue." Sambil memberhentikan kudanya, Eira berputar. "Membawanya hanya akan menjadi masalah bagi kita dan dirinya. Aku dikutuk, karena kau, ingat?" nada kekesalan terdengar dari suara Eira.

Memang salah Nimue yang tidak memperingatkan lebih awal mengenai hal seperting itu, namun nasi sudah menjadi bubur, semuanya harus tetap dalam rencana. Sambil menghela napas panjang, Nimue kembali mengisyaratkan kudanya untuk berlari, meninggalkan Eira di belakangnya yang masih tidak percaya harus berurusan dengan hal semacam ini.

Sekarang, mereka sudah masuk ke hutan, beberapa prajurit dwarf terlihat mengejarnya sesaat setelah mereka menembus gelapnya hutan. Dan dari sini, mereka yakin, para prajurit itu tidak akan mengejar mereka, setidaknya sampai pagi hari, jadi lebih baik melanjutkan perjalanan lebih jauh untuk beristirahat.

Suara-suara hewan hutan terdengar sejak mereka memasuki hutan lebih dalam. Eira tentu sudah terbiasa dengan suara mereka, tidak bagi Nimue yang seorang Aziza. Walaupun seorang peti hutan, Nimue tinggal di salah satu hutan Aeri, yang jauh dari hewan buas dan monster.

Hutan Aeri di rawat oleh para peri dengan kekuatan sihir mereka, di mana para makhluk hutan tidak bisa bermutasi menjadi makhluk buas seperti di hutan lainnya. Walaupun begitu, tidak semua hutan di Aeri aman dari para monster. Hanya daerah pemukiman yang terjangkau oleh sihir mereka, sedangkan di luar itu sudah pasti banyak yang bermutasi. Walaupun begitu, para monster tidak akan bisa masuk ke hutan Aeri yang yang dibatasi dengan selubung mantra.

"Pedangmu itu apa benar bisa membunuh para monster?" Nimue mulai bicara untuk menghilangkan kesunyian yang menelan mereka.

"Ya, aku seorang pemburu."

Nimue mengerutkan keningnya, seolah mengerti mengapa dia ditakdirkan untuk bertemu dengan Eira. "Apa ada bedanya kedua pedangmu itu?"

Eira tidak menjawabnya.

"Terbuat dari apa pedang itu?" tanyanya lagi.

"Titanium, tungsten, dan perak untuk membunuh monster, yang satunya lagi, besi. Aku menempa pedang ini sendiri," jawabnya dengan begitu bangga.

Kini, Nimue yang terdiam. Dia tahu betul bahwa besi adalah bahan yang dapat membuat dirinya terluka bahkan hanya dengan menyentuhnya. Bukan hanya untuk dirinya saja, kebanyakan eternal* tidak bisa menyentuh benda berbahan besi, terutama yang murni. Sedangkan salah satu yang tidak terpengaruh adalah vampir, Eira yang setengah vampir dan manusia sudah jelas tidak akan terpengaruh sedikit pun. Dengan begitu, jelas bahwa pedang satunya dikhususkan untuk para monster dan yang satunya lagi untuk eternal. Walaupun tidak semua eternal bisa terluka oleh besi, tentunya bilah tajam pedang itu cukup bisa menebas kepala mereka.

"Apa pedang itu punya nama?" Nimue melontarkan pertanyaannya lagi, masih penasaran dengannya.

Eira terdiam sesaat, tidak pernah seseorang bertanya padanya secara terus-menerus seolah diintrogasi, bukan berarti dia tidak suka kehadiran Nimue, melainkan dia lebih suka keheningan terutama di tengah hutan seperti ini. Mereka bisa menjadi target empuk bagi para monster jika Nimue tidak diam.

"Axia, sekarang diamlah, atau kau lebih suka bertemu Leshy."

Baru saja dia ingin menanyakan nama yang disematkannya untuk pedang yang mana, seketika Nimue terdiam. Perkataan Eira cukup membuatnya kesal, namun ada benarnya. Tujuannya pergi dari Aeri bukan untuk menjadi santapan Leshy, jadi lebih baik dia menuruti perkataan Eira sebelum mereka menjadi target.

Setelah hampir dua jam sejak mereka menembus hutan, akhirnya Eira memutuskan untuk beristirahat. "Kita bermalam di sini, kau bisa tidur duluan, aku akan berjaga," katanya seraya turun dari kudanya dan mengambil perbekalan.

"Apa kita sudah cukup aman?" Nimue mengikuti Eira yang sekarang sedang mengikat kudanya di salah satu pohon.

"Dari para prajurit dwarf, ya. Dari para monster hutan, tidak."

Nimue yang mendengar pekataan Eira bergidik, bahkan seumur hidupnya dia belum pernah bertemu monster-monster itu dan berharap tidak akan pernah. Setelah mengikat kudanya, dia mulai mencari tempat yang nyaman untuk tidur, walaupun bagi Nimue tidak ada nyaman-nyamannya sama sekali di hutan itu.

Sembari bersandar di pohon besar dekat dengan Nimue, Eira mulai memikirkan tetang penghilatannya saat berada di penjara dwarf. Dia ingat penggambaran gunung yang dilihatnya, namun tidak dengan letaknya. Eira membutuhkan peta untuk melihat lokasi-lokasi mana yang menjadi kemungkinan gunung itu berada. Besok pagi, dia harus pergi ke pasar untuk membeli peta Gaia atau ingatannya akan gunung itu hilang sia-sia, sedangkan dia juga belum tahu bagaimana cara menggunakan cincin Andvaranaut.

Sekarang, dia mulai memerhatikan cincin itu yang tidak mau lepas dari dirinya. Jari-jarinya menelusur pada cincin berwarna hitam tembaga itu, mengingatkannya akan kekelaman yang abadi. Berharap, kalau cincin itu memberikan lebih dari sekadar penglihatan yang hanya bisa dia terka-terka.

Diliriknya Nimue yang sudah memejamkan mata sejak tadi, kemudian kembali pada cincin Andvaranaut. Dari kejauhan, bunyi kertak ranting membuat Eira bersiaga, tanganya yang sigap telah menggenggam pedang dengan cepat. Dia bangkit dari tempatnya, sambil mengeluarkan pedang Axia dari sarungnya, Eira mulai mencari sumber suara.

Perlahan, Eira melangkah menelusur hutan hingga keheningan kembali, mungkin hanya hewan hutan yang sedang lewat, namun dia tetap harus memastikan kalau-kalau itu adalah Leshy. Kegelapan hutan membuat dirinya hampir tersandung akar pohon. Seketika, dari belakangnya sesuatu muncul.

"Rusa putih?" gumamnya, melihat rusa yang sedang menatapnya balik.

Setelah rusa itu berlari, Eira kembali menuju tempat dia beristirahat tadi, namun yang didapatinya hanyalah kekosongan dan kebingungan. Dilihatnya sekeliling dan tidak mendapati Nimue di mana pun, bahkan kuda-kudanya juga tidak ada. Baru saja beberapa menit dia meninggalkan Nimue dan tidak mungkin dia sudah pergi jauh, namun Eira juga tidak mendengar suara derap kaki atau pun kuda.

Dilihatnya lagi sekeliling untuk memastikan apakah dia salah tempat, namun dia ingat betul tempatnya bersandar tadi. Sekarang, dia mulai mendengar suara langkah kaki berlari ke arahnya. Eira tengah bersiaga untuk menerjang siapa pun yang akan menyerangnya, saat seorang lelaki berlari melewatinya.

Eira pikir, dia telah salah melihat seorang manusia yang baru saja melewatinya. Karena penasaran, dia ikuti lelaki itu. "Hey!" sahut Eira, namun lelaki itu tidak menghiraukannya dengan terus berlari.

Suara derap langkah kaki mulai terdengar lagi dari belakangnya, namun kali ini lebih berat dari langkah kaki yang pertama dia dengar, bahkan lebih berat dari langkah kaki siapa pun yang pernah dia dengar.

Saat sampai di ujung hutan, lelaki itu berhenti berlari. Dia kemudian menoleh. Dari sana Eira sangat yakin bahwa manusia yang berada di hadapannya saat ini, dia juga bisa melihat keriput di wajahnya yang begitu kentara, dengan rambut putih yang diikat ke belakang secara berantakan dan terburu-buru. Eskpresinya terlihat begitu ketakutan, sendangkan sebuah tas kulit berwarna cokelat menggantung di bahunya.

"Hey, apa pun yang sedang mengejarmu, aku bisa membunuhnya." Eira mulai bicara untuk menenangkan lelaki tua itu.

Seolah tidak mendengar perkataan Eira, lelaki itu berlari kembali. Sedangkan langkah berat di belakangnya masih terus memburu. Eira yang baru saja akan menyusul si lelaki tua malah dikejutkan dengan jatuhnya salju di wajahnya. "Salju?" tanyanya kebingungan.

Tentu saja itu membuat Eira kebingungan, pasalnya dia masih berada di Troan, dan wilayah itu bukanlah wilayah bersalju, Troan tidak pernah bersalju selama berabad-abad, bahkan sebelum manusia punah. Pantas dia tadi melihat rusa putih yang hanya ada di wilayah bersalju, namun semua itu justru membuat Eira semakin bingung.

Kebingungannya bertambah saat derap langkah berat yang awalnya dia kira akan menerjangnya, justru malah menembus tubuhnya. Makhluk apa pun yang mengejar lelaki tua itu, kini berdiri di depannya, tanpa baju dengan celana lusuh yang robek di beberapa bagian tertentu. Berbagai bekas jahitan menghiasi sekujur tubuhnya, mulai dari lengan kanan atas yang menjulur memutar ke bahu, hingga jahitan panjang dari leher hingga ke pinggang.

Makhluk itu terengah-engah di ujung hutan, napasnya memburu, namun bukan karena kelelahan, melainkan amarah yang tidak terbendung. Seumur hidupnya, Eira belum pernah melihat makhluk seperti itu. Saat dia perhatikan lebih jelas pada wajahnya, dia hampir terkejut karena makhluk itu hampir terlihat seperti manusia, jika saja tidak ada banyak luka jahitan di wajah dan tubuhnya.

Udara di sekitar Eira mulai terasa dingin, tanah yang tadinya ditutupi rerumputan kini dia bisa melihat salju lebat menyelimutinya. Makhluk yang hampir terlihat seperti manusia itu mulai menyusul si lelaki tua, dibelakangnya Eira mengekor. Danau yang beku oleh udara yang dingin terbentang di depannya.

Si lelaki tua sudah berada di tengah-tengah danau, sedangkan makhluk yang mengejarnya berjalan perlahan ke arah lelaki itu, takut kalau-kalau esnya hancur dan menenggelamkannya. Eira masih mengamati kedua orang itu yang lama-kelamaan, suara retaknya es mulai terdengar lebih keras.

"Jangan mendekat! Atau kita berdua akan mati!" si Lelaki Tua memperingatkan.

Tidak dihiraukan, makhluk itu terus mendekati lelaki tua sampai pada jarak tiga meter jauhnya, bunyi retakan semakin menjadi-jadi dan mereka berdua tercebur ke danau yang dingin. Eira baru saja akan melompat untuk menolong si lelaki tua saat nyanyian pada siren terdengar di telinganya.

Nun jauh di sana, seseorang tercipta
Dari ledakan ke tanah bernyawa
Tidak berjiwa dan tidak pula suci
Nun jauh di sana, istana kemegahan
Apel merah sepahit kehidupan
Cawan suci pembawa keabadian
Nun jauh di sana, di balik hutan
Tercium seperti bakaran
Meledak dengan buas bagai hewan
Senyap dalam kesendirian
Dia yang terlupakan

Matanya pun terbawa pada gambaran gunung waktu itu, dengan pemandangan jurang di depannya, hingga sebuah petir menyambarnya kembali.

~~●●~~

*Leshy, monster yang menyesatkan orang-orang di hutan. Tubuhnya ditutupi daun lebat, dan sulur-sulur menjadi senjatanya untuk melumpuhkan mangsa.

*Eternal, sebutan untuk makhluk supernatural yang berhasil hidup setelah perang besar antara malaikat dan iblis. (Di chapter sebelumnya aku masih pake kata makhluk supernatural, tapi di chapter selanjutnya bakal jadi eternal seterusnya).

Continue Reading

You'll Also Like

119K 9.2K 29
[ BOOK 2 : COMPLETE ] Rin akhirnya kembali ke dunianya-dunia aslinya. Kini dia harus menjalani hidupnya sebagai Rin Luinne-penerus Kerajaan Luinne. T...
4.4K 831 50
Dua manusia berbeda kelamin sahabatan? Yakin murni sahabat? Yakin gak ada secuil rasa suka? Bener yakin? Gue rasa persahabatan anatara cewek dan cow...
1.1K 464 30
All Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki tema...
560K 40K 46
Pemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, Georg...