Red Lips

By zpmary-84

1.1K 39 1

Menjadi seorang bintang papan atas bukanlah jaminan untuk sebuah kebahagiaan seorang Devi Maharani. Di balik... More

Devi Maharani
Wisnu Dewantara
Terciduk
Pansos
Selingkuh
Rampok!!
Ayah
Date with Mr. Clooney kw
Forget Me Not
The Deal
Pirates Bar
The Lipstick Kiss
Egois
Senja Malam
Monster
Cinta Tak Nampak
Ibu
Persidangan
Bebas
The Floating Kiss
Bahagia & Trauma
Bali
Another Deal
The Devil Named Juana
Sang Pangeran
Kenangan Yang Terindah
Shit Happen
Jauh Mimpiku
Dasar Pengecut!
CLBK
Kejutan
Babak Baru
I Do

Nostalgia Pilu

26 1 0
By zpmary-84

Izinkan kulukis senja
Mengukir namamu di sana
Mendengar kamu bercerita
Menangis, tertawa

Biar kulukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
'Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia

Lagu indah itu berputar indah di layar kaca, sementara aku diam bengong di ujung tempat tidur memandang kosong kesana. Pikiranku kacau saat ini.

Gadis itu berlari dengan penampilan yang sangat tidak cocok dengan tempat jogging.
Kaos over size, celana jeans pendek yang Ya Tuhan kaki gadis itu terlihat jenjang dan membuatku sesaat tak berkedip.  Sepatu sneakers bermerk mahal yang lebih cocok untuk dipamerkan ketimbang dipakai lari, tak lupa lipstik merah menyalanya dan kacamata hitamnya. Entah memang kita berjodoh atau sebuah kebetulan belaka, beberapa waktu ini kami jadi sering bertemu.

Semakin jauh aku tahu banyak tentang dia, semakin banyak pula waktu aku memikirkan dia. Aku benci mengakuinya, bahwa gadis itu menyita pikiranku akhir-akhir ini. Aku pria normal dan dia gadis yang masih sangat muda, menyodorkan dirinya begitu saja padaku. Aku tak mengelak kalau dia benar-benar menggoda. Ya Tuhan apa yang sedang aku pikirkan..

"Apa ada perempuan selain Bianca yang aku pikirkan?? " Dia.. Dia lah yang memenuhi pikiranku.. Memotong kegelisahanku akan masa depanku bersama Bianca dan membentangkan angan-angan baru dimana ada gadis itu di mataku. "Tidak!!" ku gelengkan kepalaku. "Aku tidak akan melampaui batas! Pikiran apa ini.." ku usap wajahku lelah.
Ponselku berdering dan suara lembut Bianca menyapa.
"Dimana?" (Bianca)
"Baru pulang"
"Sudah selesai joggingnya?" (Bianca)
"Iya.."
"Sedang apa sekarang?" (Bianca)
"Ada lagu bagus yang pernah kamu nyanyikan di tv"
"Ah..aku juga lihat ini.." (Bianca)
Bianca bersenandung sementara pikiranku masih berkelana kemana-mana. Aku beranjak ke kamar mandi, menyiram tubuhku dengan air dingin berharap semua pikiran suntuk ini luruh bersama air.

Gadis itu menciumku kedua kalinya, jika kali pertama dia dalam keadaan mabuk namun sekarang dia sadar saat melakukannya. Apakah aku sudah memberinya harapan? Apa ada sikapku yang menyalakan keberaniannya? Mungkin kata-kataku tadi bahwa aku memikirkannya.. Ahh.. Harusnya aku menahannya.. Kenapa aku mengatakannya.. Kenapa juga aku membalas ciumannya tadi. Bisa jadi aku melukainya dan Ya Tuhan, aku cinta Bianca..

"Sayang, bukannya itu aktris kamu?" tiba-tiba pertanyaan Bianca dari speaker ponsel membuyarkan lamunanku.
Ku matikan shower dan keluar dari kamar mandi. Aku lihat di layar kaca, wajah itu, wajah gadis yang sedang memenuhi pikiranku.
"Ah ya.." jawabku singkat seraya berpakaian.
Aku melirik ke layar kaca, gadis itu tampil cantik dengan gaun pendek selutut berwarna pastel.
"Apa promosi filmya berjalan lancar?" tanya Bianca kemudian.
"Ah ya.. Besok lusa rilisnya dan acara nobar.. Kalau kamu mau hadir, aku bisa mengirimkan tiketnya.."
"Lusa? Ah.. Lusa, aku sepertinya sibuk. Ada pesta perayaan ulang tahun Juana.. Seperti tahun-tahun lalu, acaranya pasti padat dan melelahkan. Maaf, Nu.. "
"Hmm.. Tidak apa-apa. Apa sudah ada kabar soal Didi?"
"Belumm. Juana masih mengupayakan untuk membujuk cucu kesayangannya itu..." (Bianca)
"Apa masih ada waktu kita bertemu?"
pertanyaan itu membuat kami terdiam lama, aku tahu jawabannya.. Bianca tidak bisa memastikan, apa kami masih ada kesempatan bertemu.

"Nu.. Itu Devi sedang ditanya-tanya, sepertinya dia buat masalah tadi malam. Pirates Bar.. Bukannya kamu kemarin malam kesana?"
Ku perhatikan layar kaca dan ku lihat Devi nampak kesal ketika ditanya seputar kejadian kemarin malam. Gadis itu nampak bolak balik menoleh ke kamera memperlihatkan ekspresi tidak nyamannya. Beberapa MC malah membuat candaan tentang hubungan Devi dan Aditya.
"Aduhhh coba deh Aditya kasihnya bunga bank, deposito gitu ya pasti gak ditolak sama Devi.." "Besok-besok dicoba lagi deh.. Pasti diterima, sekalian lamar.. "

"Nu..kemarin malam apa kamu ke Pirates Bar? " (Bianca)
"Ah.. Iya tapi hanya sebentar.."
"Apa tidak ketemu Devi?" (Bianca)
Aku menghela nafas panjang..
"Nu? " (Bianca)
"Tidak"

Inilah pertama kalinya aku berbohong pada Bianca. Apa yang sedang terjadi padaku, biasanya aku yang menebak-nebak pikiran Bianca. Namun kali ini Bianca pasti yang menebak-nebak apa yang akan aku katakan.. Jika selama ini aku melihat banyak kebohongan yang disimpan Bianca namun kini aku sama saja, aku tidak sanggup bercerita tentang Devi tanpa beban. Karena nyatanya, aku telah melanggar batas itu, memikirkan gadis itu lebih dari yang aku sanggup.

Pikiranku melompat ke tahun tahun silam saat aku sibuk mengawasi proses syuting.
"Bianca belum datang?" tanyaku pada Anwar.
"Belum, bos!"
Aku melihat jam tangan, sudah cukup siang. Tak biasanya dia terlambat, dia artis profesional yang sangat menghargai waktu. Apalagi dia tahu ini film yang gue pertaruhkan, dia pasti mengusahakan yang terbaik.
"Saya akan coba telepon dia.." ujarku.
"Ponselnya mati bahkan manajernya tidak bisa dihubungi juga.." sambung Anwar.
Benar, ponsel Bianca tidak aktif.
Syuting harus berjalan tanpa kehadirannya.

Besoknya Bianca muncul pagi-pagi sebelum syuting dimulai. Dia menemuiku.
"Maaf Nu kemarin aku tidak datang.. "
"Tidak apa-apa.." jawabku ringan.
"Hari ini dan seterusnya aku juga tidak bisa meneruskan, Nu.." ada nada sesak dalam perkataannya.
"Kenapa? Kamu tidak sedang bercanda kan Bi? "
"Tidak! Rudi menyuruhku keluar.." ujarnya yang terbata-bata.
"Ada apa sebenarnya.."
"Tidak ada apa-apa.."
Bianca hendak pergi, sebelum akhirnya aku menarik lengannya. Kemeja lengan panjang yang Bianca gunakan tergulung ke atas dan aku melihat luka-luka lebam di lengannya. Bianca berusaha melepaskan genggamanku, namun aku menariknya lebih dekat. Dan selanjutnya aku membuka kacamata hitamnya dan ku dapati matanya lebam dan pelipisnya ada bekas luka.
"Apa ini, Bianca?"
Bianca berusaha menyembunyikan wajahnya dariku dan menahan isak tangis. Ku rengkuh dia dalam pelukanku.
"Apa Rudi yang melakukan semua ini?" Bianca menggelengkan kepala
"Ku mohon jujurlah padaku Bianca, berapa lama dia memperlakukan kamu seperti ini?"
Bianca hanya menggeleng dan terus menggeleng. Aku menggeram kesal, mengepalkan tanganku, aku ingin menghajar bajingan itu, namun tubuh Bianca merosot ke bawah dan menahan kakiku dengan segenap kekuatannya...

Dan hari-hari berikutnya Bianca tidak muncul. Aku mengkhawatirkannya dan aku nekat masuk ke rumahnya. Rudi berdiri di depan sementara Bianca menggengam tangan Sisi yang masih sangat kecil.
"Ngapain lo?"
"Gue mau ketemu sama Bianca!"
"Mau ngapain lo sama Bianca. Bilang saja sama gue sekarang.."
"Gue gak ada urusan sama lo, bajingan!!" gue memukul bajingan itu hingga berkali-kali hingga tergeletak di tanah.
Didi anak Bianca yang sulung berlari dari dalam rumah.
"Papa!!!"
Bianca melompat mengejar anaknya. Setelah menenangkan anaknya, dia menahan aku dengan kedua lengannya.
Aku menatap Bianca dengan nanar.
"Tinggalkan semua ini, tinggalkan pernikahanmu yang tidak bahagia dan ikutlah aku. Aku masih sama seperti dulu, masih mencintai kamu.. "
Bianca menangis seraya memeluk kedua anak-anaknya kemudian menggelengkan kepala.
"Pergilah Nu...ini keluargaku, aku telah memilih pernikahan ini dan aku tidak akan mengkhianati pernikahan ini apapun alasannya.. Cepat pergi Nu, aku gak mau Juana datang dan malah menyusahkanmu..."
Aku gemetar menahan kehancuran hatiku, untuk sekian kali Bianca menolak perasaanku, bahkan di saat ini, dimana jelas di depan mataku, Biancaku tidak bahagia, dia tetap bergeming.

Selanjutnya hidupku terasa pahit. Film yang akan aku rampungkan gagal aku selesaikan, aku terlibat masalah hutang dan tuntutan keluarga Rudi atas penganiayaan pada Rudi. Dan sempat-sempatnya Bianca datang padaku hanya untuk menjamin bahwa aku tidak menceritakan kekerasan yang dialaminya dan memohon padaku untuk menerima apapun perlakuan keluarga Rudi padaku.

"Nu.. Kamu tidak apa-apa? Sudah sarapan?" suara Bianca kembali membuyarkan lamunanku.
"Ah ya baik-baik saja..aku sedang membuat kopi sekarang.."
"Jangan lupa makan, Nu.."
"Ya.. "

Dan aku kembali dalam lamunanku. Pada hari-hari itu, dimana aku dan Bianca masih sama-sama tinggal di panti asuhan.
"Nu, lihat ini.. Coba lihat ini.. "
Bianca menyodorkan majalah kegemarannya.
Aku raih majalah itu dan mendapati sampulnya bergambar Bianca dengan pose terbaiknya.
"Selamat ya, Bi...kamu keliatan cantik!"
Bianca tersenyum lebar.
"Tapi aku tidak suka lipstiknya, terlalu merah, Bi.. " ujarku tidak puas dengan pilihan warna lipstiknya.
"Kenapa memangnya, Nu. Cantik loh.. Aku seperti Marlyn Monroe.. Ya Marlyn Monroe dengan bibir sensualnya!"
Aku tertawa lebar melihat Bianca berdiri dan berpose bak bintang cantik melegenda itu.

"Haishh.. Tv sampah. Bisa-bisanya mereka membully bintang tamunya. Kasihan Devi, aku rasa pasti dia geram dan pengen nampol MCnya.. " suara Bianca kembali membuyarkan lamunanku.
"Jelas-jelas laki-laki macam Aditya itu cuma nebeng tenar saja.. Kapan hari dia juga mepetin yang lain... Lisa.. Siapa gitu, yang bintang iklan sabun, Nu. Sekarang si Lisa Lisa itu sudah menikah dan ganti dia pepetin Devi.. " sambung Bianca kemudian.
"Kamu update banget soal gosip?" Bianca tertawa kecil.
"Kadang bisa memberi hiburan tersendiri, Nu.. Kadang aktris itu aslinya tidak seperti yang nampak dari luar.."
"Sedang bicara tentang kamu sendiri?" jawabku yang disambut ketawa Bianca yang menggelegak.

"Apa Devi tidak pernah cerita apa-apa soal hidupnya sama kamu, Nu?" sambungnya  tiba-tiba membuatku terhenyak.
"Hmmm.. Tidak" jawabku singkat seraya memijat keningku yang tiba-tiba terasa pening.
"Sepertinya aku terlalu lama jogging, aku sedikit pusing.. "
"Baiklah. Istirahat saja, Nu. Aku menyuruh orang mengantarkan makanan untukmu. Sebentar lagi sampai.. " ujar Bianca kemudian yang hanya ku jawab helaan nafas berat seraya mematikan TV.

Haruskah kumati karenamu?
Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu
Haruskah kurelakan hidupku?
Hanya demi cinta yang mungkin bisa membunuhku
Hentikan denyut nadi jantungku
Tanpa kau tahu betapa suci hatiku untuk memilikimu

Suara Donnie Ada Band mengalun dari pemutar musik.
Usiaku sudah bukan muda lagi dan aku lelah menghadapi drama-drama yang tiada habisnya.
Aku ingin bersandar, aku ingin Bianca menjadi sandaran terakhirku namun masih jauh saja harapanku untuk menginginkan Bianca tetap di sampingku.. Dan gadis itu.. Gadis itu tak seharusnya mencintai pria tua sepertiku. Dia harusnya bersenang-senang di usianya, bertemu pria manis yang membuat hatinya nyaman dan memberinya 'rumah' untuk 'pulang'
Haii.. Kenapa aku terus memikirkan gadis itu.. Keluhku kian frustasi..

Aku ingin engkau ada di sini
Menemaniku saat sepi, menemaniku saat gundah
Berat hidup ini tanpa dirimu
'Ku hanya mencintai kamu, 'ku hanya memiliki kamu

Senandung D Masiv menghantarku istirahat, mataku terpejam tapi hatiku tetap berkelana.

Continue Reading

You'll Also Like

13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
1.8M 26.9K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.6M 76.9K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...