Cₕₐₚₜₑᵣ ₂₇ || 𝗣𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗮𝗻

4 0 0
                                    

Senin

Ujian hari pertama terdiri dari dua sesi. Sesi satu adalah mata pelajaran biologi sesi dua adalah bahasa indonesia. Sebenarnya kedunya tak menjadi masalah untuk Ivana, ia mahir dalam semua mata pelajaran hanya saja ia tak begitu menyukai pelajaran biologi hal itu dikarenakan pelajaran ini mengandung  hafalan yang berlimpah. 

Ivana sudah mengerjakan 36 dari 40 soal, ia memainkan pensilnya di atas meja sembari memikirkan jawaban yang tepat untuk soal selanjutnya. Tiba-tiba itu terjadi lagi. Kepalanya terasa berat, penglihatannya kembali mengabur. Tangan kanan Ivana memegang dahinya, "kenapa ini semakin sering terjadi"?, pikirnya dalam hati. Ia sedang menahan rasa pusingnya saat tiba-tiba setetes darah jatuh di lengan kirinya yang tegeletak di atas meja. Ia mimisan. menyadari hal itu ia segera mengambil tissue yang selalu ia bawa di kantongnya lalu menahan hidungnya agar mimisannya dapat berhenti. Semua anak fokus mengerjakan soalnya, dan karena hal itu, syukurlah tak ada yang melihatnya.

*Kringg.. Kriingg..*

Ivana langsung mengumpulkan lembar soal beserta lembar jawabannya. Ia berbalik badan dan bertemu dengan sosok Justin yang juga ingin mengumpulkan hasil ujiannya. Wajahnya berubah setelah melihat kondisi Ivana.

"Ivana kau mimisan.. apa kau merasa baik-baik saja?", Justin bertanya dengan tampang  khawatir.

"Aku tak apa-apa.. a-aku harus ke kamar mandi", Ivana menjawabnya terbata-bata.

Saat ini sesi satu sudah selesai, mereka diberi waktu istirahat 30 menit sebelum lanjut ke sesi dua. Ivana menuju kamar mandi lalu segera membersihkan wajahnya di wastafel, setelah selesai ia menaruh kedua tangannya di kamar mandi menatap dirinya di cermin.

Beberapa saat setelahnya ia bertemu dengan Valentina yang baru saja memasuki kamar mandi, Valentina menyeringai, Ivana tahu ada sesuatu dibalik senyum nakal itu, tapi ia sedang tak mau memikirkannya, saat ini pikirannya hanya pada satu hal, ayahnya. Valentina menempati wastafel disebelahnya lalu mengeluarkan kotak rias wajahnya.

"Sudah lama kita tidak berbincang, guess you still keep your stupid ass brain of yours", ujar Valentina, membuka pembicaraan. 

Ivana diam, tak menjawab sepatah katapun. 

"Excuse me deaf bitch, I'm talkin' to you", Valentina menaikan nada suaranya. 

Ivana masih tak berbicara. 

Valentina yang mulai kesal, menyiramnya dengan air dari keran wastafel, rambut Ivana basah, baju bagian atasnya juga terkena cipratan air. Ivana hanya mengambil tissue yang tersedia di kamar mandi kemudian mengelap wajah dan rambutnya yang terkena air itu, lalu ia berjalan kearah pintu hendak membukanya. 

"If you know what's good for you, kau tak akan mengabaikan Valentina Lewis saat ia mengajakmu berbicara".

"Menjawab perkataan orang sepertimu hanya berarti aku orang yang serupa denganmu"

"Orang sepertiku? apa maksudmu?"

"Akupun bingung memilih kata yang tepat untukmu, bagaimana kalau kau berkaca? mungkin kau mendapatkan jawaban yang kau cari", dengan pernyataan itu Ivana pergi keluar dari kamar mandi segera keluar untuk bersiap sesi kedua. 

Di kelas ia bertemu Justin yang melambaikan tangannya, isyarat ia ingin berbicara.  

"Ivy ada apa denganmu? kau terlihat sedikit pucat dan bajumu kenapa basah?", tanya Justin kembali mengkhawatirkan Ivana. 

𝑯𝒆𝒓 𝑳𝒂𝒔𝒕 𝑴𝒆𝒔𝒔𝒂𝒈𝒆𝒔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang