ASA 27

14 0 0
                                    


A S A

•••

PROM Night SMA Angkasa kali ini benar-benar megah. Bertemakan night to remember dan dihiasi oleh banyak bunga mawar yang bermekaran. Lokasinya bertempat pada salah satu hotel termegah di kota ini, tentu saja milik keluarga Sadewa. Pak Budi dan segala undangan yang hadir tampak duduk di kursi khusus, dan di sana lah Peony berada. Gadis dengan balutan short dress hitam tanpa lengan itu duduk di samping Pak Budi dan tampak begitu anggun bak putri negeri dongeng.

Sejenak Peony merasa jenuh menunggu di kursinya. Ia pamit berdiri pada papanya dan rentetan kolega papanya. Gadis cantik itu berjalan meninggalkan kursi khusus Sadewa's Group dan menghirup ketenangan sebanyak yang ia mau. Ini acara penting untuk kakak kelasnya, angkatan 2019 yang akan lulus tahun ini. Peony idak boleh sedikit pun menampilkan kesedihannya bukan?

Alaska, cowok yang terbalut jas rapi itu masih memperhatikan gerak-gerik Peony dari kejauhan. Tak seidkit pun luput dari pandangannya saat pasang demi pasang mata terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Peony. Alaska tersenyum sambil meneguk minumannya, Peony memang cantik dan Revano sangat beruntung. Namun sayangnya sorot mata gadis itu menyimpan kesedihan yang mendalam. Alaska perlahan berjalan mendekatinya. "How beautiful you are!"

"Makasih." Jawabnya tak berselera.

Alaska menghela nafas panjang. "Ryn, Re mungkin masih sibuk ngurus-"

"Ngurus pengobatannya iya?" Tanya Peony setengah kehilangan kendalinya. Peony benar-benar kalut. Ada rasa tak terima dalam dada yang menginginkan kebebasan. Ya, kebebasan agar ia bisa sepuas-puasnya mengungkapkan kesedihannya juga kerinduannya.

"Lo tau dari mana?" Dahi Alaska bergelombang, ia tak mengira Peony bisa tahu lebih dulu di luar rencana Revano.

Peony tersenyum miris. "Kak, kenapa gak jujur aja sih dari dulu? Emang Kak Alaska kira dengan aku yang gak tahu apa-apa seperti sekarang bakal bikin perasaanku aman gitu? Nope! This so hurt me more than honesty."

Alaska menarik Peony dalam pelukannya. "Gue tahu, tapi Revano gak mau jadi beban."

"Aku gak pernah ngerasa di bebani sama orang yang aku sayang." Cicit Peony di sela-sela kesedihannya. Bahkan kali ini, tak ada air mata yang meluruh. Segala kesedihannya terlalu besar untuk diungkapkan, oleh air mata sekalipun.

Alaska mengusap lengannya lembut, ia tak bisa melihat gadis secantik ini terluka kebih dari ini. "Gue tau Ryn, maafin gue."

"Kak Vano belum pulih?" Tanya Peony penuh harap.

Alaska menggeleng, ia sebenarnya tak tega mengatakan ini. "Kondisinya makin buruk, Ryn."

"Tapi masih ada harapan kan?" Peony bersuara lirih, bahkan terkesan bertanya pada dirinya sendiri.

Cowok berjas hitam dengan merk terbama itu tersenyum megah. "Lo paling jago dalam berharap, ciptakan Asa seindah yang lo mau. Kita pasti doain."

"Aku mau Kak Vano di sini." Peony lagi-lagi pundung oleh segala kerinduannya yang mengikis semangat.

Alaska mengikuti arah pandang Peony, panggung megah di depan sana. "Lo nyanyi malam ini? Gue baca rundown panitia."

"Iya, buat dia."

Cowok itu mengangguk, "Kebetulan Galaksi di sana, biar gue vidioin ntar. Atau gue live instagram biar Vano juga lihat kalo ceweknya sayang banget sama dia."

"Makasih." Titah Peony dengan wajah yang sedikit cerah. Luar biasa memang efek seorang Revano nagi dirinya. Gadis berbalut gaun hitam itu berjalan meninggalkan Alaska.

ASAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt