ASA 19

77 20 9
                                    

BAB 19

Now Playing :
I Still Love You, The Overtunes

Aku kehilangan pijakan, aku kehilangan genggaman. Lalu kamu datang, membuatku lebih berarti. Seperti sebuah periasai yang selalu aku dambakan.
••
Auryn Peony

If someday your feet can't touch the ground
If someday your arms can't feel my touch
If someday your eyes can't see my face
I'll carry you be there for you anytime of day

•••
Revano Sadewa

▪︎
.
.

MALAM ini, Peony memutuskan kembali ke rumahnya meski berat. Ia bersama Mila dan tentunya Revano, sudah tiba di depan rumahnya. Tepatnya di depan taman kompleks yang ada di sebelah rumahnya. Mereka tidak parkir di depan rumah, pasalnya Revano sibuk mengangkat telpon penting dan menghentikan mobilnya mendadak. Alhasil, Mila mengajak Peony untuk turun lebih dulu.

Peony dan Mila. Mereka berdua berjalan kikuk memasuki pekarangan rumah yang tampak tak asing. Namun ada sesuatu yang berbeda di sana, suara nyanyian, aroma barbeque yang menguar hingga jalanan kompleks, dan juga tawa canda mereka sekeluarga. Rasanya mereka benar-benar bahagia tanpa Peony bukan? Gadis itu menunduk lesu seraya memberanikan diri memasuki rumah bercat silver itu. Melawan segala presepsi negetaifnya, Peony melangkah maju.

Baik Anya, Olin, Nada dan Mama tirinya langsung berhenti tertawa. Musik yang tadinya mengalun pun berhenti, suara alunan melodi dari gitar yang di petik Ayahnya tak lagi terdengar. Malam itu, sunyi senyap menyambutnya. Lengkap dengan tatapan tidak suka yang menghunusnya sampai di tempat.

"Auryn!"

Itu suara ayahnya, namun Peony sadar bukan pekikan gembira yang menyambut namun suara serak penuh amarah yang meletup. Kaki Peony bergetar hebat, ia tak berani menatap sekitar. Untuk pertama kalinya, Peony ketakutan menghadapi sekelilingnya. Revano benar, terkadang kesatria hebat pun butuh perisai untuk melindungi diri.

"Dari mana saja kamu hah?! Jadi anak gak tahu terimakasih, Ayah sudah mencarimu ke sana kemari tapi kamu malah menghilang begitu saja! Apa kamu sudah merasa hebat tanpa Ayah?!"

Peony terdiam, ia meneguk salivanya sendiri. Kilatan amarah dari wajah Ayahnya benar-benar mengerikan. Sekali lagi, ia kehilangan seseorang yang dulunya ia anggap rumah untuk pulang. Ayahnya membencinya.

"Anya bilang kamu tidak mau pulang ke rumah lagi. Apa benar kamu sudah tidak menganggap saya ini sebagai Ayahmu?!"

"Ayah, Aku-"

"Sudahlah! Kamu juga buat kekacauan di sekolah kan? Kamu berbuat ulah tapi malah Anya yang kena getahnya?! Dasar anak gak tahu di untung! Menyusahkan! Gak tahu diri!" Mada turut memakinya. Ia kini berjalan menarik tangan Peony untuk mendekat pada mereka semua. Menyisakan Mila yang ketakutan bertindak.

Olin, si gadis berbandana merah itu tertawa bak di atas awan. "Iya tante, kemarin itu dia sama temen-temannya ngelawan guru tapi malah kita yang di suruh minta maaf sampe berlutut di depan banyak orang. Untung kita sabar."

"Apalagi aku Ma, malu banget rasanya. Memang Auryn anak yang gak tahu balas budi." Anya makin memicu amarah mamanya. Hebat sekali, ratu drama dari segala drama telah memainkan fakta yang ada.

"DASAR ANAK KURANG AJAR!!"

Plak!

Peony terhuyung ke tanah, rerumputan di bawah terasa pilu menyangganya. Peony benar-benar ketakutan saat ini, bahkan untuk membela diri pun ia tak berani. Ia butuh bundanya, ia butuh seseorang untuk mendekapnya. Peony baru saja kehilangan sosok 'Ayah', dan kilat marah dari mata Ayahnya menghunus hati Peony yang selalu tekun berharap. Namun kenyataannya harapan Peony akan Ayahnya yang bisa kembali seperti dulu tak akan pernah terwujud. Ia merasa terhempaskan ke dasar jurang yang kelam.

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang