Epilogue

11.4K 420 126
                                    

Aku membuka mataku perlahan-lahan.

Di mana aku?

Apa yang terjadi?

Oh, Tuhan! Sakit! Semuanya sakit!

Air mata mengalir keluar dari pelupuk mataku tanpa bisa kutahan. Aku tidak bisa merasakan tubuhku. Semuanya gelap, dingin, dan sunyi.

God! 

Aku menutup mataku. Kegelapan sudah seperti sesuatu yang tidak bisa diubah di sini. Tidak ada bedanya apakah aku menutup atau membuka mataku. Semuanya gelap.

Sesuatu di dalam diriku memberontak, mendesakku melakukan sesuatu tetapi… apa? Aku sulit berpikir apalagi bergerak. Seluruh tubuhku lemas dan kesakitan. Aku bahkan tidak bisa merasakan jari-jariku.

Tiba-tiba, aku mendengar suara dari luar. Suara apa itu? Aku ingin mendengarkan lebih baik lagi tetapi aku merasa kesadaranku mulai semakin menipis di dalam diriku. Bahkan membuka mata dan tetap bangun sudah merupakan suatu hal yang membuatku sangat lelah. Aku ingin tertidur.

Aku sudah hampir tertidur ketika merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulitku. Aku mencium bau, seperti… pinus?

“Em, bangun.”

Aku mendengar suara itu samar-samar. Suaranya terdengar familiar tetapi juga tidak begitu familiar. Aku tidak bisa mengingatnya.

Siapa dia?

Merasa penasaran, perlahan aku membuka mataku tetapi semuanya masih gelap.

“Kamu tidak bisa melihatku?” tanya suara itu. “Mereka benar-benar kejam membiarkanmu lemah dan kelaparan di sini selama dua hari.”

Aku tidak dapat lagi mengeluarkan suaraku. Tenggorokanku terasa kering.

“Em, Sweetie, dengarkan. Kamu harus bertahan.” Suara itu terdengar cukup tenang tetapi mendesak. “Aku akan membawa kita pergi dari sini.”

Aku tidak menjawab. Pelupuk mataku terasa begitu berat. Aku merasa sangat lelah. Aku ingin kembali tidur.

“Em, jangan menyerah! Tetap bertahan!”

Suara itu semakin jauh sekarang.

“Apapun yang terjadi, jangan berjalan mendekati sinar biru itu. Mengerti?”

Aku hampir tidak mendengar ucapannya. Aku terlalu lelah untuk dapat melawan keinginan untuk menutup mataku dan lepas dari rasa sakit ini. Aku  ingin beristirahat. Aku kemudian menyerah pada keinginanku dan menutup mata.

Rasa sakit itu hilang. Kesunyian itu masih ada tetapi berbeda dengan sebelumnya. Kesunyian kali ini tidak dingin dan angkuh. Dia hangat dan menenangkan. Aku menyambut rasa tenang, damai, dan nyaman dalam diriku ketika sinar biru menyelimutiku seluruhnya.

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang