Gadis itu sedikit tertunduk tanpa memberi respon, seolah acuh atas ejekan Jungkook barusan. Usai menjawab panggilan dari ibunya tadi gadis itu lebih banyak diam, malah belum membuka suara sejak tadi.

Dan entah bagaimana kebungkaman Gina dalam posisi tertunduk begitu justru kembali mengingatkan Jungkook tentang kejadian beberapa hari lalu. Padahal sejak tadi Jungkook sudah coba mengenyahkan kejadian itu sesaat ia bertemu Gina. Memilih menahan diri untuk tidak mengungkit kejadian tersebut sebelum Gina yang memulainya. Namun, bayang-bayang Gina menangis tersedu-sedu hari itu sungguh mengusik dan
memberi tanda tanya besar dalam benaknya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada gadis itu?

Jungkook bukannya ingin ikut campur atau mengurusi urusan yang bukan urusannya, namun apa yang dilihatnya hari itu lebih dari rasa keingintahuan. Entah apa itu, yang jelas ada sesuatu yang begitu kuat menarik dirinya jika itu terkait sosok Gina.

"Noona, hari itu—Kau menangis?!" serunya dengan intonasi kaget. Jungkook berniat menanyakan perihal kejadian itu. Namun, terhenti tatkala netranya melihat buliran air jatuh menetes di atas meja. Setelah ia teliti secara seksama, rupanya buliran itu berasal dari sudut mata Gina.

Lagi?

Iya, gadis itu menangis lagi. Menangis dalam diam yang entah apa penyebabnya.

Percayalah, Gina juga sebenarnya tak ingin menangis, malah dia membenci air matanya sendiri. Namun, berbeda dengan keinginannya, tubuhnya justru bertolak belakang dan berakhir meloloskan kembali cairan bening itu keluar dari sudut matanya.

Kendati begitu, air mata yang bercucuran tak menghentikan aksi menyantapnya. Gina  tetap melanjutkan makannya walau sebenarnya ia sudah kehilangan nafsu tuk mengunyah. Memaksakan daging ayam itu masuk ke dalam mulutnya hingga potongan kedua habis dan beralih ke potongan ketiganya.

"Noona maaf." Jungkook berucap panik sekaligus tak enak hati.

Sejemang terdiam Gina lantas mengangkat pandangan, menyorot heran. "Kenapa kau minta maaf?" 

"Maaf karena menyebutmu seperti kukang," balas Jungkook begitu polos. Yang dimana hal tersebut sukses membuat Gina menyunggingkan senyum kecil dalam tangisnya yang tak bersuara itu.

Gina menunduk lagi, menyeka kasar pipinya menggunakan punggung tangan kiri. Teringat lagi ucapan ibunya di telfon tadi yang terus menggema dalam kepala.

Hiduplah dengan baik Gina.

Yeah, itulah jawaban atas pertanyaannya kemarin—hidup dengan baik. Itulah yang harus Gina lakukan meski kenyataannya tidak akan pernah semudah itu setelah apa yang dilaluinya.

Hidup dengan baik yah?

Gina tersenyum pedih namun tetap memantapkan diri atas pilihan yang ada. Ah, atau sebenarnya memang tidak ada pilihan sejak awal.

Masih dalam posisinya Gina berucap, "Jungkook-ah, terima kasih karena sudah ada untukku hari itu." Terdiam sejenak kemudian melanjutkan. "Tapi, bisakah kau melupakannya? Jika tidak maka berpura-puralah seakan itu tidak pernah terjadi."  Gina mengangkat wajahnya, melihat lurus ke arah Jungkook dengan sorot penuh pengharapan.

Alih-alih langsung menjawab Jungkook justru berdiri dari kursinya, menghapus jarak yang ada dengan cara mencondongkan tubuhnya ke arah Gina, dengan satu tangan diletakkan di atas meja sebagai topangan sedang satunya lagi didaratkan pada belah pipi sang lawan penuh kelembutan. Kemudian menghapusi sisa sisaan air mata yang membekas dengan elusan teramat halus menggunakan ibu jarinya.

Ditatapnya kedua mata Gina silih berganti,  seolah mencari sesuatu yang tersembunyi di balik manik coklat nan belo yang tengah berdenyar gugup juga kaget akibat perlakuan Jungkook yang tiba-tiba itu.

Destiny With Bangtan (COMPLETED)Where stories live. Discover now