Duapuluhtiga

109 27 2
                                    

Lia dan Soobin berdiri dengan posisi yang saling membelakangi. Tidak ada percakapan diantara mereka namun Lia, menyimpan begitu banyak amarah dibalik wajahnya.

Ini masih tentang Ryujin yang datang entah dari mana. Seenaknya memasuki ruangan pribadi orang dan menjadi pertanyaan kenapa hal itu membuat Lia sangat-sangat marah. Bahkan dadanya naik turun berusaha mengontrol emosi agar tidak pecah dihadapan banyak orang.

Namun sekarang, Lia dan Soobin berada diruangan paling belakang kantor. Privacy room yang tidak diketahui banyak orang. Bahkan kedap suara dan Soobin sudah tahu apa yang akan ia hadapi setelah berada disini bersama Lia.

Mental kuat sudah ia siapkan.

"Kau tahu dia akan kemari bukan?"

Soobin yang sejak tadi menunduk langsung mengangkat wajahnya dan menggeleng kuat. Ia benar-benar tidak tahu tentang apa yang terjadi hari ini. Ryujin? Ia bahkan tidak tahu jika gadis itu masih berada di Korea.

"Aku tidak tahu apapun. Ini pasti ulah Yeonjun."

"Ya, Soobin. Kau pasti senang kekasihmu akhirnya bekerja di sini, kan? Kalian bisa menghabiskan waktu bersama."

Soobin tidak bisa banyak membantah ucapan Lia. Gadis itu sedang emosi dan jika melakukan sedikit saja kesalahan, siapa yang akan tahu nasibnya nanti.

Lia berbalik lalu menarik bahu Soobin agar ikut berbalik. Mereka saling berhadapan sekarang, dimana Lia terlihat seperti seorang ibu yang menatap tajam kearah anaknya.

"Atau kau sengaja melakukan ini agar aku tidak bekerja denganmu?"

"Tidak, Lia."

"Atau agar aku bisa terus emosi setiap harinya melihat kalian bersama dan memilih untuk berpisah dengan一"

"CHOI JI-SU."

Lia tersentak. Tubuhnya refleks mundur begitu mendengar Soobin berteriak memanggil namanya dengan formal. Suasana menjadi semakin menengangkan karena emosi yang tadinya hanya diluapkan oleh Lia, kini didominasi oleh Soobin.

"Apa dimulutmu itu hanya ada pisah-pisah-dan perpisahan? Kau bahkan mengucapkan itu disetiap bulannya."

Soobin mengambil napas sejenak lalu menutup kedua matanya perlahan. Ia akhirnya kalah dengan kemarahan yang berusaha ditahan.

"Aku sudah pernah bilang bahwa aku akan terbiasa denganmu, apa kau masih tidak bisa menghargai itu? Apa dimatamu aku selalu sama dengan Soobin yang memaksamu menikah hanya karena ambisi mengambil harta? Apa pikiranmu tidak bisa sekali saja mengikuti kata hatimu?"

Lia tidak berkata apapun. Perkataan Soobin seketika mengunci rahangnya untuk tidak bergerak.

"Ini pertama kalinya kau melihatku seperti ini. Aku harap suatu saat nanti, kata pisah yang selalu menjadi senjatamu akan menyakitimu sendiri."

Soobin akhirnya keluar meninggalkan Lia yang masih mematung. Ucapan Soobin seakan masih menggema diseluruh ruangan dan itu membuatnya sedikit takut. Apa dirinya sudah sangat keterlaluan? Tapi jika dipikir lagi, Soobin bahkan lebih parah dari ini. Tidak pernah bisa mengerti bagaimana perasaan istrinya sendiri.

Lia perlahan berjongkok dan mulai memeluk lututnya. Apa yang terjadi pada dirinya hari ini. Kenapa ia bisa seemosi itu hanya karena Ryujin berada didekat Soobin. Ia seperti bukan dirinya sendiri.

"Apa aku cemburu?"

.
.

Taehyun terus berjalan kesana-kemari sampai membuat Yeonjun muak. Ini sudah hampir 25 menit tapi Taehyun terlihat tidak ingin duduk sama sekali. Dan Soobin, kemana pria itu pergi bersama Lia. Meninggalkan kekacauan yang dibuat Ryujin saat ini.

"Dasar ular. Kemana ia membawa Soobin?" Ryujin melempar semua kertas kesegala arah. Amarahnya memuncak setelah mendengar perkataan pedas yang begitu lancang keluar dari mulut Lia. Baginya ini pertama kali terjadi, dimana seseorang bisa begitu kurang ajar berkata kasar.

Yeonjun mengusap wajahnya dengan kasar. Jika tahu hal seperti ini akan terjadi, ia sudah pasti tidak pernah mengizinkan Ryujin datang ke kantor. Semua kejadian ini juga karena kelalaiannya padahal sejak awal Taehyun sudah memberi peringatan.

Brakk!!!!!!

Entah sejak kapan pintu ruangan Soobin terbuka. Menampilkan sosok sang pemilik yang berdiri dengan penampilan sedikit kacau. Tangannya baru saja melempar buku yang jika Taehyun perhatikan memiliki tebal sekitar 400 halaman atau lebih. Ryujin senang melihat kedatangan Soobin tetapi juga takut melihat bagaimana mata elang miliknya menatap semua orang dengan begitu tajam. Hal ini biasanya hanya akan terlihat jika Soobin benar-benar berada dibatas emosi.

Bukan hanya Ryujin, Yeonjun dan Taehyun juga menyadarinya. Bahkan ruangan yang ber ac, sekarang terasa sangat menggerahkan. Jika diberi kesempatan lima detik saja untuk terbebas dari suasana ini, Yeonjun rasanya ingin melarikan diri sejauh mungkin. Tapi tetap saja menghindari masalah setelah menciptakannya bukanlah sesuatu yang baik.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Ryujin sedikit lembut. Kakinya perlahan melangkah lebih dekat kearah Soobin.

"Apa aku terlihat baik-baik saja, Shin Ryujin?"

Langkah Ryujin terhenti. Getaran matanya sudah jelas menggambarkan kekecawan atas apa yang Soobin katakan.

Soobin tersenyum sinis. Matanya mengarah pada buku yang terkapar tepat dihadapannya. Berada ditengah antara ia dan Ryujin.

"Buku itu untukmu. Aku pernah mempelajarinya dan sedikit berhasil. Itu tentang bagaimana cara bersikap baik dan sopan," Ucap Soobin masih dengan mata menatap buku bukan pada Ryujin.

Walau bagi sebagian orang perkataan Soobin biasa saja, bagi Ryujin itu adalah pukulan yang menyakitkan. Secara langsung Soobin mengakui bahwa Ryujin bukan sosok yang memiliki etika.

"Soobin一"

"Kau tahu ini ruangan privacy yang perlu izin dari pemilik untuk memasukinya. Kenapa kau bisa selancang ini?"

Ryujin menggeleng. Bukan maksudnya untuk lancang, tapi ia hanya ingin memberi kejutan kecil pada Soobin "Aku sudah memberi tahu Yeonjun oppa."

"Apa perusahaan ini milik Yeonjun?"

Tidak jauh dari jarak perdebatan itu, ada Yeonjun yang berusaha melirik kearah lain demi mengurangi salah tingkahnya. Taehyun yang melihat itu hanya bisa mendesah pasrah. Kalau saja Yeonjun menuruti perkataannya, hal seperti ini tidak akan terjadi.

"Yeonjun, Hyung," Panggil Taehyun.

"Hah, iya? Ada apa."

"Jadikan ini sebagai pelajaran."

Yeonjun tahu maksud Taehyun dan benar, sesuatu seperti ini memang seharusnya menjadi pelajaran untuknya.

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan dengan mu lagi, Ryujin. Kau bisa keluar sekarang."

Semua orang yang mendengar pengakuan Soobin barusan langsung kaget. Terkecuali Taehyun karena baginya ini memang sangat bagus. Hal yang ingin ia dengar dari mulut Soobin sejak dulu.

Sementara Ryujin sudah meneteskan air mata, tidak bisa menerima apa yang Soobin katakan. Ia bahkan beberapa kali berusaha membujuk Soobin agar memaafkannya, namun semua tahu jika Soobin adalah salah satu manusia yang jika membuat keputusan akan sulit untuk dipatahkan.

"Ini hanya karena Lia. Kenapa kau begitu peduli dengannya?"

Sejak memasuki ruangannya kembali, Soobin sama sekali enggan menatap Ryujin. Tapi sekarang, ia dengan percaya dirinya mulai menatap tepat pada kedua mata gadis itu.

"Jangan menggunakan kata 'hanya' tentang dirinya. Aku mengenal ia lebih baik dari siapapun. Dan satu lagi, dia lebih baik darimu."

Tidak jauh dari keributan itu, tepat diluar pintu berdiri sosok Lia yang mengamati setiap inci berdebatan antara Ryujin dan Soobin.

"Apa aku sudah salah menilainya?" Gumam Lia. Matanya hanya fokus pada satu titik yaitu punggung Soobin. Tapi telinganya masih bisa mendengar semua hal di dalam sana.

-------

Sebenarnya pengen cerita ini tamat sebelum 2021. Tapi kayaknya gak bisa. Konfliknya aja belum. Gak enak banget nulis selama ini

Edelweiss│Restore Memories [END√]Where stories live. Discover now