Tigapuluh

104 18 2
                                    

1 Minggu berlalu.

Sudah satu minggu berlalu dan kini, Lia maupun Soobin sudah berada dirumah. Seperti perjanjian awal, paman Soobin hanya memberi libur yang terbatas. Kenapa harus paman Soobin yang menentukan? Karena itu adalah tugasnya dari dulu hingga nanti.

Sejujurnya Lia masih ingin berada di sana saking menyenangkannya. Tapi ia tidaklah egois, pekerjaan mereka lebih penting dan akan ada pertemuan yang harus Soobin, Yeonjun, juga Taehyun hadiri.

Lia memandangi dirinya dari pantulan cermin, wajahnya jelas sekali merasa lelah sehabis perjalanan pulang dari liburan. Yah, mereka baru saja tiba dirumah satu jam yang lalu tapi entah kenapa Lia sangat enggan membersihkan diri.

Tidak lama kemudian datang Soobin dan langsung merebahkan diri diranjang. Rambutnya sudah basah yang berarti Soobin baru saja selesai mandi. Lia semakin suntuk saja, merasa risih dengan dirinya sendiri. Soobin yang notabenya seorang pria sudah selesai membersihkan diri sementara dirinya masih acak-acakan di depan cermin.

Soobin melirik kearah Lia dan mendapatinya masih betah duduk termenung. Sejak perjalanan tadi, Lia memang terlihat lebih diam dari sebelumnya. Yang ada dipikiran Soobin, mungkin Lia seperti itu karena masih enggan kembali kerumah. Tapi jika dilihat lebih teliti, sepertinya ada alasan lain.

"Ada apa?" Soobin mulai bertanya.

"Hanya lelah," Jawab Lia seadanya.

Dari pantulan cermin Soobin bisa melihat senyum paksaan yang ada diwajah Lia. Hatinya merasa gelisah tapi tidak tahu harus berbuat apa selain kembali diam.

"Aku kekamar mandi dulu."

Lia kemudian pergi meninggalkan Soobin. Dalam diam, Soobin hanya bisa memejamkan matanya. Kenapa suasana mendadak sedingin ini, ada apa dengan Lia. Mereka bahkan tidak terlibat masalah apapun, setidaknya jika merasa tidak suka Lia bisa bilang tanpa harus diam. Jika begini, jatuhnya Soobin serba salah sendiri.

Disela-sela pergulatan batinnya, Soobin mendengar suara ketukan dipintu depan. Siapa lagi yang datang bertamu dijam seperti ini, padahal Soobin sangat ingin beristirahat. Dengan langkah malas Soobin turun kebawah untuk memeriksa siapa si pengetuk tadi. Saat tangannya bergerak membuka pintu, nampak seorang gadis yang berdiri membelakang. Rambut hitam sebahunya sedikit demi sedikit diterpa angin. Soobin menyipitkan mata, setelah sadar siapa tamu tersebut jantungnya mendadak berdegup keras.

Itu Ryujin.

"Soobin?" Ryujin menyebut nama Soobin disusul dengan tubuhnya yang berbalik "Aku di sini," Lanjutnya sambil berlari memeluk tubuh Soobin dengan erat. Menyalurkan rasa rindunya yang tertahankan setelah menuruti perintah Soobon agar mengasingkan diri dalam beberapa minggu.

Soobin hanya terdiam. Jujur saja ia sangat ingin membalas pelukan Ryujin mengingat ia juga sangat merindukan gadis itu. Tapi, ini masih dirumahnya dan ada Lia.

Dengan sedikit terpaksa Soobin melepaskan pelukan Ryujin dan membawanya masuk kedalam rumah. Biar bagaimanapun Ryujin adalah seorang tamu dan sudah tugasnya menyambut dengan baik. Saat Ryujin sudah berada di ruang tamu, Lia dengan kepala yang berbalut handuk berjalan menuruni tangga.

"Ada siapa, Soobin?"

"Lia?" Panggil Ryujin.

Lia yang tadinya tidak menyadari kehadiran Ryujin merasa kaget begitu mendengar suaranya. Sejenak ia menatap Soobin lalu Ryujin, seakan meminta penjelasan. Melihat keduanya hanya diam, Lia lalu tersenyum kecil. Ini bukan haknya, sangat egois jika ia terlihat terganggu dengan pertemuan mereka apalagi Ryujin adalah kenalan Soobin. Jadi, Lia memutuskan untuk kembali ke kamar. Mengabaikan panggilan Soobin tapi tetap berharap pria itu akan menyusulnya. Namun siapa sangka, Soobin tidak mengejarnya sama sekali.

Sudahlah, siapa dirinya. Jika dibandingkan Ryujin, gadis cantik itu jauh lebih berarti bagi Soobin.

Lia terduduk diujung kasur. Mengusap wajahnya dengan kasar untuk menyadarkan dirinya sendiri. Moodnya sudah sangat berantakan sejak tadi dan apakah perasaannya yang kalut ini adalah pertanda akan kedatangan Ryujin?

Sial, Lia mengumpat. Dadanya naik turun menahan sesak yang mulai menyerang. Ia cemburu, iya Lia mengaku cemburu. Lalu kenapa? Siapa yang marah? Salahkan saja hatinya yang bisa merasakan ini.

Sementara diluar, Soobin kembali fokus pada Ryujin dan minta maaf atas tindakan Lia. Soobin juga menjelaskan bahwa sejak mereka pulang dari liburan, mood Lia sudah buruk. Mendengar penjelasan itu Ryujin mengangguk disertai senyuman manis, ia bisa memaklumi. Setelahnya suasana kembali hening, baik Soobin atau Ryujin hanya diam. Jujur Ryujin merasa sedih karena hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya, Soobin selalu bisa menghangatkan suasana saat mereka menghabiskan waktu bersama. Apakah tidak ada rindu setelah mereka harus saling mengasingkan diri padahal jarak mereka begitu dekat? Soobin berubah.

"Soobin/Ryujin," Panggil Soobin dan Ryujin bersamaan. Mereka kemudian saling terdiam kembali dan itu membuat Ryujin menjadi sedikit kesal.

"Soobin, ada apa?" Ryujin yang tadinya duduk disofa yang berbeda dengan Soobin, kini mengambil jarak untuk duduk disebelah Soobin.

"A一apanya?" Soobin menggeser sedikit tubuhnya untuk memberi jarak antara ia dan Ryujin. Ryujin yang menyadari itu hanya bisa menghela napas.

"Kau menghindariku? Soobin, apa kau tahu keadaanku melihatmu seperti ini?" Ryujin menunduk, namun masih memancarkan senyumnya. Ia datang untuk melihat Soobin tapi Soobin justru seperti tidak ingin melihatnya. Mungkin benar, Lia telah mengambil posisi yang ia miliki dihati Soobin. Andai Ryujin bisa memutar waktu kembali, ia tidak akan merelakan Soobin hanya karena kesibukan yang dimilikinya. Seandainya waktu itu ia menerima menikah bersama Soobin, mungkin saat ini tidak ada jarak diantara mereka. Semuanya memang salah Ryujin, dan lagi-lagi salah Ryujin karena masih mengharapkan Soobin meskipun pria itu sudah memiliki orang lain.

Soobin mengangkat tangannya untuk mengusap punggung Ryujin. Membawa gadis itu kedalam pelukannya lalu memberi beberapa kata penyemangat. Soobin mengatakan bahwa ia juga sangat rindu, bahkan tidak tega saat harus meminta Ryujin menghilang. Tapi demi kebaikan mereka berdua, tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain itu. Soobin juga bingung dengan hatinya sendiri, disatu sisi ia tidak ingin membuat Ryujin sedih dan disisi lain ia tidak ingin membiarkan Lia pergi.

Mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Soobin, Ryujin jadi semakin paham. Posisinya benar-benar terkikis karena keberadaan Lia.

"Aku bingung, Ryujin," Ucap Soobin dengan nada yang putus asa. Pelukannya pada Ryujin masih belum terlepas, justru semakin erat.

Tanpa Soobin sadari, ada Lia yang melihatnya dari belakang. Melihatnya dengan senyum sinis menahan amarah juga kesedihan. Lia berusaha untuk tidak menangis walau tangannya sudah dingin dan bergetar.

"Munafik," Desis Lia lalu kembali masuk kedalam kamar. Didalam kamar ia menelpon seseorang, entah siapa.

Kembali lagi pada dua pasangan yang berpelukan diruang tamu, Soobin dan Ryujin.

"Kau bilang akan meninggalkannya setelah tujuanmu selesai." Ryujin melepaskan pelukannya. Menyentuh kedua pipi Soobin dengan kedua tangannya dan meminta Soobin untuk menatap kedua matanya.

"Entahlah." Soobin memalingkan wajah. Bagaimanapun ia tetap merasa bersalah pada Ryujin dan masih enggan menatap matanya.

Ryujin tertawa, seharusnya dari awal ia sadar bahwa setelah melepas Soobin akan sulit untuk mendapatkannya kembali. Ryujin berdiri lalu pamit untuk pergi. Namun sebelum pergi, ia sempat berhenti tapi masih dengan posisi membelakangi Soobin.

"Tapi Soobin, aku pergi bukan berarti aku berhenti. Aku masih akan berusaha."

Setelah mengucapkan kalimat itu Ryujin langsung pergi dan menghilang dari jarak pandang Soobin.

'Kesulitan macam apa lagi ini,' Jerit Soobin.

Edelweiss│Restore Memories [END√]Where stories live. Discover now