Tujuhbelas

154 27 2
                                    

Di tengah keramaian lebih tepatnya sebuah Mall terlihat seorang wanita berlari - lari kecil untuk mengejar langkah pria di depannya. Sesekali ia berhenti sejenak agar bisa menetralkan napas. Miris sekali jika di lihat.

Soobin. Pria yang berjalan lebih cepat pun menoleh kebelakang dan tidak menemukan Lia di setiap pergerakannya. Yah, wanita dan pria yang di maksud adalah Lia dan Soobin, mereka berkungjung kesalah satu Mall atas ajakan Soobin sendiri. Melihat tidak adanya tanda - tanda keberadaan Lia—Soobin langsung khawatir. Bagaimana jika Lia tersesat dan di ganggu seseorang.

Untuk menghilangkan kegelisahan walau rasa khawatir masih melekat, Soobin akhirnya berusaha mencari Lia. Bahkan menanyainya ke beberapa orang yang kebetulan melintas. Soobin sudah menghubungi Lia berkali - kali tapi tidak ada jawaban. Privacy massager juga tidak ada balasan. Ini salah Soobin, seharusnya ia membiarkan Lia berjalan di depannya dan dia di belakang. Memangnya siapa yang mau membeli barang disini? Lia kan? Untuk itu seharusnya Lia yang jalan lebih dulu. Soobin cukup mengamati lalu membayar.

Di balik beberapa gantungan pakaian. Lia menyembulkan kepalanya, menatap setiap pergerakan Soobin yang gelisah. Lia tertawa kecil, ini adalah hukuman untuk Soobin jarena sudah mengabaikannya.

"Nona? Ingin memesan sesuatu?"

Lia terperanjak kaget. Ia langsung berdiri dan menggeleng. Pemilik toko yang melihat keanehan pada diri Lia pun langsung menaruh rasa curiga. Lia ke mall tanpa tas dan bahkan dompet, jelas sudah karena di tangannya tidak ada dompet dan bajunya tidak ada kantung. Apa gadis ini berniat mencuri? Pikirnya.

Tidak tahu saja kalau Lia tidak membawa dompet atau pun tas karena Soobin yang memegang uang.

Soobin memperlambat jalannya. Tepat di depannya terdapat kerumunan orang—seperti sedang terjadi keributan. Soobin tidak peduli, ia kembali melanjutkan aksinya mencari Lia. Semakin dekat ia dengan kerumunan, semakin jelas pula suara pertengkaran. Karena rasa penasaran akhirnya Soobin berniat ikut bergabung, setidaknya sebentar saja lalu kembali mencari Lia.

"Aku tidak berniat mencuri."

"Mana ada pencuri yang mau mengaku."

"Astaga. Mana ada juga pencuri secantik ini."

"Pak. Bawa saja dia kekantor polisi."

"Hei. Jangan coba - coba menyentuhku."

Soobin seperti mengenal suara itu. Satu detik, dua detik, tiga detik, hingga berakhir satu menit akhirnya ia sadar bahwa itu adalah suara dari orang yang ia cari, Lia. Soobin menerobos kerumunan tanpa peduli dengan cacian bahkan pujian yang di lemparkan untuknya. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Soobin berhasil menerobos dan masuk ke dalam lingkaran pusat perhatian semua orang. Soobin menatap Lia dari atas hingga bawah dan di balas senyuman oleh Lia, Syukurlah dia tidak kenapa - kenapa. Lalu tidak lama kemudian atensinya beralih ke para penjaga toko beserta satpam.

"Ada apa?"

"I-itu. Kami menemukannya bersembunyi di balik jejeran baju."

"Lalu?" Soobin melipat kedua tangannya di depan dada. Melihat itu para penjaga langsung menunduk. Mereka tidak mampu menatap wajah orang yang sekarang berdiri di depan mereka. Melihat itu membuat Lia terheran - heran—dimana wajah angkuh yang menuduhnya pencuri tadi? Kenapa sekarang menciut setelah Soobin datang.

"Dia se-seperti pencuri. Kami semula bertanya apa dia sedang ingin membeli sesuatu, namun menggeleng. Kami juga curiga karena ia tidak membawa tas ataupun dompet dan bajunya juga tidak terdapat kantung." Jelasnya membuat Soobin menghembuskan napas pelan. Penjelasan itu sudah cukup. Mereka hanya waspada untuk sesuatu yang tidak di inginkan terjadi—Soobin maklum.

"Dia datang bersamaku. Dia tidak membawa apapun karena aku yang akan membayar semuanya. Dan yah, dia Choi Ji-su istriku."

Hening. Mendadak tidak ada yang bersuara karena kerumunan orang dari tadi sudah menghilang. Kini hanya ada penjaga toko dan juga satpam. Mereka semua kaget mendengar pengakuan itu—bahkan Lia. Soobin baru saja mengakuinya sebagai istri di depan banyak orang, mengingat bagaimana mereka melangsungkan pernikahan yang hanya di hadiri orang terdekat tentu membuat Lia sedikit terkejut. Untung saja kerumunan tadi sudah bubar, kalau tidak mereka pasti akan tahu.

Tapi tunggu dulu. Kalau mereka tahu memangnya kenapa? Mereka tidak mengenali Soobin, kan. Secara Soobin memang pengusaha yang terbilang sukses namun jangan menampakkan wajah. Pikir Lia.

.
.

Lia meletakkan semua barang belanjaannya di meja ruang tamu lalu duduk bersandar di sofa. Sungguh, rasanya sangat lelah berkeliling mall sebesar itu. Belum lagi dengan adanya konflik tuduhan seorang penjaga toko bahwa dirinya adalah seorang pencuri. Jangan lupakan juga bagaimana keadaan saat ia pulang dari Mall—ada banyak gadis yang mengerubuni Soobin sampai di parkiran bahkan setelah memasuki mobil, kebanyakan gadis itu adalah seorang pelajar dan jujur saja Lia merasa sangat tidak suka. Bahkan karena rasa tidak suka itu ia dengan tega menyeret Soobin yang tangannya terdapat banyak sekali tas belanja.

Lia melirik ke samping dimana Soobin juga ikut duduk bersamanya—peluh mengalir di pelipisnya dan entah kenapa itu membuat Lia merasa sangat terpesona. Soobin dengan posisi menyamping juga masih terlihat tampan, pantas saja gadis - gadis tadi begitu gila ingin mendapatkan akun sosial medianya termasuk whatsapp.

"Hei. Siapa gadis di sebelahnya ini?"

"Mungkin pelayannya."

"Pelayan secantik ini? Baju semahal ini? Kurasa dia kekasih dari si tampan."

"Benarkah? Aku tidak peduli dia siapa. Oppa, berikan nomormu kumohon."

"Lihat wajahnya, dia sangat cemburu."

"Beruntung sekali dia. Aku ingin berada di posisinya."

Hanya itu sederet kalimat yang Lia ingat. Yang lainnya sudah blur dan tidak lagi terbaca. Lagi pula ia berusaha untuk tidak peduli, sekalipun masih tersulut emosi.

Soobin menarik napasnya dalam - dalam lalu melirik ke samping di mana Lia sedang melamun dengan mata menatap lurus kedepan. Perlahan tangan Soobin tergerak meninju lengan Lia, pelan tapi mrmbuat empunya merasa kaget. Ia kemudian menatap Soobin dengan tajam.

"Apa?" Tanyanya dengan tajam.

"Kau melamun."

"Yah, terus?"

Soobin mendekat ke arah Lia, memperhatikan dengan teliti wajah gadis di sampingnya itu lalu berpura - pura seperti orang yang sedang berpikir. Jari telunjuknya mengetuk - ngetuk dagu dan matanya menatap ke langit - langit. Lia mendengus, King Drama sekali menurutnya.

"Kau cemburu, Lia?" Soobin berucap santai tapi wajahnya jelas menggambarkan seringaian jail. Telunjuknya bahkan mengetuk pelan ujung hidung Lia. Membuat Lia gelagapan dan tidak tahu harus berbuat apa atau sekedar menjawab apa.

"C-cemburu? Untuk apa?"

"Sepulang dari Mall—ah, lebih tepatnya setelah kejadian para gadis muda menggodaku di Mall. Kau terlihat tidak suka dan bahkan melampiaskannya padaku dengan kekesalan."

Lia terdiam. Tidak tahu harus merespon ucapan Soobin yang berkesan menggoda itu dengan cara apa. Kalau di pikir - pikir memang benar, kenapa ia bersikap aneh setelah melihat Soobin di kejar oleh sederetan gadis muda di Mall.

Cemburu? Tidak mungkin, itu dipikiran Lia.

"Tidurlah. Sudah malam. Nite." Soobin berdiri dan perlahan mendekat ke arah Lia lalu menunduk untuk mencium singkat kening gadis itu.

Bagaimana kondisi Lia? Jangan tanyakan itu. Sudah pasti jantungnya bermaraton di dalam sana.

Edelweiss│Restore Memories [END√]Where stories live. Discover now