Tigapuluhtujuh

104 14 1
                                    

Ryujin terduduk di bangku taman. Menutupi wajahnya dengan kedua tangan, demi menyembunyikan wajah yang basah akibat air mata. Ia terus berbisik ditengah keheningan, mengatakan bahwa apa yang sudah ia lakukan barusan bukan sepenuhnya kesalahan. Ia juga korban, korban dari seseorang yang membuatnya jatuh cinta tapi tidak mencintainya.

Lantas untuk apa menyembunyikan fakta yang sebenarnya? Jika dikatakan ataupun tidak dikatakan tetap menyakitkan?

"Kau mau minum?"

Seorang gadis yang entah siapa tiba-tiba muncul dan duduk tepat disebelah Ryujin. Ryujin masih terdiam, tidak menjawab atau sekedar mengangkat wajah. Pikirannya sudah cukup kacau sekarang, dan yang ia butuhkan hanya ketenangan.

"Hidup memang sulit. Membuatmu merasakan sakit yang sangat menyakitkan. Tidak apa menangis, tidak perlu menutupi wajah sedihmu. Di dunia ini menangis itu tidak dibayar, kamu bebas."

Mendengar ucapan itu, Ryujin mengangkat wajahnya. Mata sembabnya terlihat begitu jelas.

"Yeji," Ucap gadis yang saat ini duduk disebelah Ryujin. Tangannya terulur tapi tidak mendapat respon dari Ryujin.

"Kau Ryujin, kan?"

"Kau tahu aku?" Ryujin menatap Yeji dengan dahi berkerut. Bagaimana bisa seorang gadis yang baru pertama kalinya ia lihat sudah bisa mengenalnya.

"Aku tahu banyak tentangmu, aku sahabat Lia."

"Oh."

"Terima kasih. Aku tahu kamu tidak berniat menyakiti Lia. Kalian adalah dua gadis dengan rasa sakit yang sama dan penyebab yang sama."

Yeji langsung bangkit dari duduknya. Meninggalkan Ryujin dengan sebotol minuman. Ryujin tersenyum tipis, ternyata masih ada yang mengerti dirinya.

****

Soobin mencium punggung tangan Lia. Menunggu waktu kapan gadis itu akan terbangun dari tidurnya. Sejak kejadian di rumah bersama Ryujin, Lia belum sadar sama sekali. Dan itu sudah hampir tiga jam lamanya. Soobin merasa sakit, ia tidak sanggup melihat wajah pucat Lia.

"Soobin, aku ada keperluan sebentar. Aku akan kembali kurang dari satu jam." Yeonjun menepuk pundak Soobin lalu bergegas keluar.

Yah, sejak masuk rumah sakit, Yeonjun lah yang menemani Soobin. Karena Taehyun memiliki urusan penting. Tapi sekarang tinggallah Soobin dan Lia, di kamar berbau obat.

"Soobin.... Soobin.... SOOBIN...," Teriak Lia dengan lantang, matanya masih setia tertutup namun kepalanya menggeliat seperti sedang bermimpi buruk. Soobin gelegapan dan langsung memencet tombol darurat tepat di samping bangsal milik Lia. Dengan begitu salah satu perawat langsung datang bersama Dokter.

Mereka akan melakukan pemeriksaan namun meminta Soobin keluar lebih dulu. Karena saking khawatirnya, Soobin tidak mengucapkan sepatah katapun dan hanya menurut saja lalu keluar.

Di depan kamar, Soobin menggingit kuku telunjuknya. Gelisah, takut, khawatir bercampur menjadi satu. Ia mengingat kata dokter khusus Lia, bagaimana jika benar Lia tidak akan bisa mengingat apapun sama sekali? Bagaimana jika Lia akan selamanya melupakan dirinya? Soobin tidak siap untuk itu.

Setelah menunggu hampir satu jam, dokter yang menangani Lia akhirnya keluar. Dokter itu melemparkan senyum lembut, senyum yang membuat perasaan Soobin m sedikit membaik.

"Bagaimana? Apa yang terjadi?"

"Kau bisa melihatnya langsung, dia sedang berbaring dengan tenang di dalam." Dokter itu lalu memberi kode pada perawat dibelakangnya dan pergi meninggalkan Soobin.

Soobin tidak paham, tapi langsung masuk ke dalam. Di sana ia bisa melihat Lia sedang memangku sepiring buah yang sudah terpotong kecil-kecil.

"Kau mau?" Lia menyodorkan satu potong apel pada Soobin. Soobin hanya terdiam, masih tidak bisa memahami situasi yang ada di depan matanya. Lia terlihat begitu membaik sekarang.

"Kalau tidak mau yasudah." Lia kembali memasukkan apel yang sempat disodorkan untuk Soobin ke dalam mulutnya "Tapi tunggu, kau terlihat sangat berbeda sekarang. Kau jadi lebih yah, tampan."

Soobin mendekati bangsal Lia. Menyentuh dahi gadis itu namun dengan cepat ditepis oleh Lia.

"Kau sedang apa?" Lia bertanya dengan tawa kecil dibibirnya.

"Kau baik-baik saja?" Bukannya menjawab, Soobin justru kembali bertanya. Kenapa situasi ini begitu aneh bagi Soobin.

Melihat wajah bingung sang suami, Lia langsung meletakkan piring buah yang dipangkunya kembali ke meja. Menepuk sisi ranjang yang kosong agar Soobin mau duduk di sana.

Begitu Soobin duduk, Lia langsung menyentuh pipinya. Air matanya mengalir, dan lagi-lagi membuat Soobin heran.

"Pipi chubby mu kemana? Kamu tidak melakukan operasi kan?"

Soobin hanya diam. Kenapa Lia tiba-tiba berbeda dari yang sebelumnya.

Dan...

"Awwwwsss... Sakit, kau sedang apa?" Soobin merintih kesakitan saat Lia mencubit kedua pipinya dengan sedikit keras.

"Aku mencubit pipimu."

"Aku tahu, tapi kenapa?"

"Karena aku merindukanmu."

"Maksudmu?"

Lia tersenyum lebar. Kembali mencubit pipi Soobin, tapi kali ini tidak sesakit yang sebelumnya.

"Aku mengingat semuanya. Aku mengingatmu, Choi Soobin."

Soobin langsung terdiam. Berusaha memahami apa maksud ucapan Lia. Jantungnya berdetak lebih kencang, dan tangannya mulai gemetar. Ia berharap apa yang didengarnya itu bukan lolucon, atau kebohongan.

"Kau bercanda?"

"Tidak, aku mengingat semuanya setelah tertidur lebih dari 3 jam. Aku seperti memimpikan sesuatu, memimpikan kepingan moment yang pernah hilang. Potongan puzzle yang selama ini tercecer, satu persatu muncul lalu membentuk gambar yang utuh."

"A-aku masih tidak percaya."

"Aku tahu ini mengejutkan. Dokter tadi pun tidak menyangka. Mereka mengatakan ini keberuntungan yang sangat jarang. Setelah bertahun-tahun lamanya, setelah begitu banyak dugaan Dokter yang mengatakan hanya sedikit kemungkinan ingatanku kembali, membuatmu pasti sangat terkejut."

Soobin mengangguk. Ini benar-benar mengejutkan.

"Tapi, Soobin... Ini aku Lia. Kekasihmu."

Lia langsung memeluk Soobin lalu menangis sejadi-jadinya. Demi apapun, ia sangat bahagia sekarang. Hal yang selama ini hilang telah kembali. Ingatan tentang dirinya yang sempat pergi kini pulang.

"Jangan menangis." Soobin melepaskan pelukan Lia lalu mengusap kedua pipinya. Menghapus jejak air mata dan tersenyum lembut.

"Aku bahagia, sangat," Ucap Soobin sambil mengecup kening Lia.

"Aku ingin bertemu Ryujin." Lia menatap Soobin dengan wajah memelas.

"Ryujin? Untuk apa?"

"Berterima kasih."

***

Seperti melihat cerita ini semakin tidak jelas

Edelweiss│Restore Memories [END√]Where stories live. Discover now