Tigapuluhdelapan

121 13 4
                                    

Ryujin memandangi koper di depannya. Hari ini ia akan pergi setelah berpikir ribuan kali. Yah, untuk apa ia tinggal. Untuk apa ia berada di tempat yang hanya bisa menyiksa perasaannya sendiri. Ryujin sudah cukup merasakan sakit, ia tidak ingin lagi bodoh dengan terus-terusan berada di dekat Soobin.

Mengalah bukan berarti kalah. Mungkin memang Soobin bukan pilihan  Tuhan untuknya. Ryujin tidak bisa memaksa, karena sekeras apapun ia berusaha, hasilnya tidak akan berpihak padanya.

Selamat tinggal rasa sakit. Semoga kejadian lalu bisa menjadi pelajaran berharga kedepannya. Untuk Lia, gadis itu sangat beruntung. Sekeras apapun Ryujin berusaha menjatuhkannya, ia seperti benteng yang kokoh dan tidak mudah rapuh.

"Aku akan mengingat semua ini. Menjadikannya pelajaran berharga yang tidak akan aku lupakan. Soobin, Terima kasih. Aku akan mengingat kasih sayang yang selama ini kamu berikan."

Ryujin mendorong kopernya, bersiap pergi. Namun begitu pintu rumah terbuka, sudah ada Soobin dan Lia yang berdiri di sana. Ryujin bingung, tapi berusaha bersikap tenang. Tidak mengucap sepatah katapun.

"Kau mau ke mana?" Tanya Lia dengan nada pelan. Mungkin pengaruh kesehatan tubuhnya yang belum begitu pulih.

Ryujin merotasi kan bola matanya. Kenapa harus bertemu disaat seperti ini. Ryujin muak, sungguh. Situasinya seperti sedang bermain drama.

"Bukan urusanmu." Ryujin bersiap pergi, mengabaikan pandangan heran dari dua pasangan yang ada di hadapannya. Tapi lagi-lagi terhalang dan kali ini oleh Soobin. Pria itu dengan kuat mencengkram pergelangan tangan Ryujin.

"Kau mau kemana bersama koper itu?"

Sudah cukup, Ryujin menepis tangan Soobin dengan kasar. Mengangkat wajahnya lalu mulai bersuara.

"Apa urusannya dengan kalian. Entah apa yang aku lakukan, baik atau buruk itu tidak ada hubungannya dengan kalian. Aku akan pergi. Aku muak dengan semua drama yang ada di sini."

Ryujin menarik napasnya dalam-dalam lalu kembali melanjutkan ucapannya.

"Hidupku sudah cukup hancur di sini. Aku tahu aku yang salah. Tapi ini bukan kesengajaan ku. Aku juga korban. Jadi tolong, biarkan aku pergi untuk sekedar beristirahat."

"Maaf dan Terima kasih," Lirih Lia. Hanya itu yang bisa ia katakan.

Ryujin dengan mata berkaca-kaca langsung pergi. Mengendarai mobilnya sendiri dan entah akan melaju ke mana.

Soobin yang melihatnya hanya bisa diam dan membawa Lia kedalam pelukannya.

"Ini memang salahku. Maaf, Ryujin," Batin Soobin.

Ini bukan salah Ryujin, bukan pula kesalahan Lia. Ini adalah murni dari kesalahan Soobin. Andai Soobin tidak membawa siapapun ke dalam hidupnya setelah Lia, mungkin ini tidak akan terjadi.

Tapi beberapa orang bilang 'Melupakan seseorang menggunakan orang lain itu ampuh' Namun siapa sangka disaat Soobin mencobanya ia justru tidak bisa.

Mungkin sama seperti obat, ada yang cocok dan ada yang tidak.

"Kau merasa sesak?" Tanya Lia.

"Hmmm?"

"Napasmu terdengar berat. Aku tahu bagaimanapun Ryujin, dia adalah wanita yang pernah menemanimu. Setidaknya dia memiliki sedikit kisah dihidupmu."

Soobin melepaskan pelukannya. Menatap kedua mata Lia lalu tersenyum lembut sembari memberikan kecupan lembut di kening.

"Aku baik-baiki saja. Aku justru bahagia melihatmu kembali."

Lia tersenyum lalu mengangguk. Mereka kemudian pergi meninggalkan tempat yang sempat menjadi rumah untuk Ryujin.

***

Soobin melemparkan jasnya ke sofa ruang tamu. Begitu memasuki ruang keluarga, ia sangat kaget mendapat sambutan dari Yeonjun, Taehyun, dan satu gadis lagi.

"Yejiiiiiii!!!!!!!!!" Lia dengan pelan berlari kearah Yeji. Memeluk gadis itu dengan erat.

"Lia, kau belum pulih. Pelan-pelan."

"Aku merindukanmu."

"Aku tahu, aku memang selalu bisa membuat siapapun rindu."

Lia mendesis. Bisa-bisa nya Yeji memiliki sifat narsis begini. Tapi tidak apa, Lia masih senang memiliki Yeji sebagai sahabatnya.

"Nuna...," Panggil Taehyun.

Lia langsung berbalik, dan baru sadar akan satu hal. Iya, Taehyun. Salah satu bagian dari hidupnya, sahabatnya.

"Taehyun...."

"Jika kau bisa mengingat Soobin, berarti kau juga bisa mengingatku." Taehyun menentukan tangannya. Siap menyambut pelukan hangat dari Lia namun tertahan oleh Soobin yang sengaja menggeser tubuhnya agar berada tepat di depan Taehyun.

Taehyun tersenyum sinis. Cemburuan sekali, padahal Taehyun sangat merindukan pelukan  Lia.

Lia hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah orang sekitarnya. Apalagi Yeonjun yang dari tadi hanya diam duduk sambil mengemil kerupuk. Seakan sedang menonton drama dengan asiknya.

"Yeonjun, kenapa tidak bergabung?" Tanya Lia. Ikut duduk disamping Yeonjun dan merangkul pundaknya. Bertingkah seakan merasa sudah sangat dekat.

Yeonjun heran tapi tetap santai.

"Aku hanya masih merasa asing dengan suasananya. Aku bahkan baru tahu jika kau, Soobin, dan Taehyun adalah sahabat kecil."

"Haha... Yeji apa kau merasa asing?" Lia menatap Yeji dan mendapatkan gelengan kepala dari gadis itu.

"Tidak. Lagi pula aku mengenalmu, aku juga sahabatmu."

Lia mengangguk lalu kembali menatap Yeonjun "Kamu hanya merasa asing denganku dan Yeji. Tapi Yeonjun, Soobin, dan Taehyun adalah temanmu. Bersikap asik saja pada mereka dan biasakan denganku."

Yeonjun tersenyum mengangguk.

"Baik, akan aku coba. Diluar sini kau adalah temanku namun berbeda lagi jika di waktu kerja." Yeonjun menunjuk kedua mata Lia dengan dua jarinya. Seperti mengancam.

Soobin yang melihat itu langsung menyingkirkan tangan Yeonjun dari wajah Lia.

"Sedang apa? Di waktu kerja pun dia istri dari bosmu."

"Benarkah?"

Yeonjun menggaruk tengkuknya akibat salah tingkah. Benar, ia lupa jika Lia adalah istri dari bosnya.

"Bagaimana dengan Ryujin?"

"...."

"...."

"...."

"...."

Pertanyaan Taehyun membuat suasana meriah mendadak hening. Taehyun hanya bingung menatap mereka satu-persatu.

"Dia pergi."

"Ahhh... Begitu."

Edelweiss│Restore Memories [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang