BAB 22. The Truth Part 2

7.3K 865 73
                                    

UPDATE!!!

Ayo semua merapat sekarang juga!! Siapa yang udab nunggu chapter hari ini? Mana suaranya??

Oke langsung aja ke cerita, semoga kalian suka dan happy reading 😁😁

Vote comment share

Follow recommend

Love,
DyahUtamixx

Luciano mengetukkan jarinya di permukaan meja dengan tempo pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luciano mengetukkan jarinya di permukaan meja dengan tempo pelan. Sebuah map berisi salah satu pria yang masih menjadi incaran ayahnya. Pria tua pemilik toko roti yang letaknya di sisi lain kota New York. Luciano memperhatikan map yang tertutup. Ia tidak mau ikut campur dalam urusan sang ayah, lagipula ada hal yang lebih penting baginya. Luciano menegakkan tubuhnya dan sekali lagi memperhatikan foto-foto yang berserakan di atas mejanya. Foto wanita yang telah menarik perhatiannya.

Luciano meraih salah satu foto dan mengusapkan jemarinya di area wajah wanita yang ada di foto. Seringai menghiasi bibirnya. Ia menginginkan wanita ini, Ia ingin memiliki wanita ini. Ia ingin menghancurkan wanita ini dan membangun wanita ini kembali menjadi wanita yang Ia inginkan, tapi Luciano tahu Ia tidak bisa mendekati wanita itu secara paksa ataupun dengan menggunakan statusnya sebagai Capo dari Gambino Mafia. Tidak. Luciano menyadari kalau wanita ini bukanlah berasal dari dunianya dan Ia harus mengatur strategi untuk itu. Luciano harus mendekati wanita ini dengan cara normal, walaupun pertemuan pertama mereka jauh dari kata normal.

“Danielle ... my bambolina ... “ gumamnya di dalam keheningan. Genggaman tangannya di foto Danielle menguat hingga kertas menjadi sedikit rusak. “you're mine.” Luciano meletakkan foto yang ada di tangannya kembali ke atas meja dan bangkit berdiri, merapikan jasnya dan bersiap untuk keluar. Ia ingjn melihat Danielle, tidak peduli jika Ia harus menguntit dan mengawasi dari jauh.

Luciano meraih ponsel dan berniat untuk memberitahukan kepergiannya, tapi tangannya terhenti ketika Stephano berjalan masuk dengan wajah kesal. Kening Luciano mengerut samar dan Ia kembali mendudukkan diri di kursi kebesarannya. Kedua tangannya saling bertaut di atas meja dan bersiap mendengarkan keluhan Stephano. Apapun yang akan adik sekaligus Capo Bastonenya katakan, pastilah sangat buruk hingga pria itu masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk dan dengan wajah yang bertekuk. “Kau masuk tanpa mengetuk pintu. Ada apa?”

Stephano mengabaikan teguran sang kakak dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi Luciano. “Kau sudah melihat isi map yang aku taruh di atas meja?” Luciano melirik ke arah map yang dimaksud Stephano.

“Ini?”

“Kau sudah---lupakan. Aku yakin kau belum melihat isinya karena obsesi barumu pada seorang wanita. “Stephano menegaskan kalimatnya dengan meraih salah satu foto Danielle dan melambaikannya di udara. “Baca sekarang.”

“Kenapa memangnya?”

“Baca saja Capo.”

Luciano mengepalkan tangannya menahan marah. Ia tidak suka dengan nada bicara Stephano yang memerintah dan seakan menantangnya, tapi Luciano tidak akan mengatakan apapun sekarang, karena apapun yang ada di dalam map, adalah hal yang sangat penting. Luciano membuka map tersebut dan membaca isinya.

Limerence : RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang