"Bukan kita, lo aja Yan."
"Ah bacot. Kerjain pr sejarah gue aja." ujar Abay membanting beberapa buku di atas meja. Beberapa diantara mereka langsung menepuk jidat.
"Lah sejarah ada PR?" jeda Galang. "Gue kira nggak ada."
Tiba-tiba Dava datang membawa sebuah buku dan membantingnya. "Nih contekan sejarah. Gue dapet dari Caca."
"Asek bruh!"
Fian bergumam. "Yang satu dapet Agista, yang satunya dapet Caca. Lengkap dah."
Dava mendesis. "Apaan woy main comblangin aja. Gue masih setia sama April."
"Setia kok sama cewek bekas orang lain." nyinyir Fariz kemudian. Seketika, Dava mengusap dadanya berlagak sabar. Ia dibela oleh Juan.
"Lha masih mending doi perawan. Lha kalo nggak gimana?"
"Waduh, kalo nggak perawan emang kenapa ngab?"
Hendra berdecak. "Woy sudahlah. Ayo kita kerjain ini sebelum Bu Renata datang." ujarnya tak nyaman karena pembahasan teman-temannya yang mulai vulgar. Biasa, gibahan mereka terkadang salah lajur dan arah.
"Lha lo belum ngerjain Ndra?" ujar Galang sibuk menyalin jawaban. "Tumben amat."
"Semalem dia telfonan sama ketua dance. Makanya lupa kalo ada tugas." ujar Satya merangkul Hendra. "Betul tidak Pak Ustad?"
"Eh, Mas Ustad?"
"Itu hoaks terbesar hari ini Sat."
Pelajaran sejarah Indonesia pun berlangsung. Bu Renata menjelaskan materi bab pertama dengan bantuan proyektor milik kelas. Beliau juga melakukan sesi tanya jawab dimana murid yang bisa menjawab akan diberi nilai tambahan poin satu.
"Baiklah anak-anak, sesi tanya jawab sudah selesai. Silakan kalian mempersiapkan diri untuk jam selanjutnya."
"Yah Bu."
Keluh kesah mereka terdengar sangat nelangsa. Terutama suara sumbang dari kaum yang gagal ditunjuk Bu Renata. Saking antusiasnya mereka, tadi tercipta cekcok karena merasa mengangkat tangan dahulu dan merasa berhak atas poin tersebut.
"Jangan sedih dong, minggu depan ada kuis lagi. Kali ini, kuisnya lebih seru." ujar Bu Renata tenang dan tegas. Bu Renata itu jebolan anak pramuka, dimana sudah memiliki etika, pribadi, dan jiwa yang berpendirian. Bu Renata itu bukan tipe guru yang humoris banget karena terjerat dengan aturannya sendiri. Salah becanda di waktu jam sejarah, bisa-bisa disuruh menghapalkan satu bab tanpa belas kasihan.
"Seru dari mana jendral." ujar Juan menggerutu. Ia gemas karena Bu Renata tidak kunjung pergi agar dia bisa bermain game lagi.
"Seru lah, masa lo nggak berpikiran kayak gitu?" ujar Alexa menyahut. Juan memaksakan senyumnya.
"Wah iya, seru banget buat kalian anak ambis." ujarnya menyiratkan sindiran. Alexa terdiam.
"Sarkas banget sih Juan." gumam Agista melihat interaksi antara Juan dan Alexa. Tapi apa yang dikatakan Juan memang iya. Sesi yang mengandalkan kecepatan tangan dalam menunjuk ini memang terkesan tidak adil. Apalagi, beberapa orang yang menjawab pertanyaan didominasi oleh orang itu-itu saja.
Aliza, Chlora, Indira, dan jajaran siswa ambis lainnya.
"Oke selamat belajar dan sampai jumpa di pertemuan selanjutnya."
Bu Renata melemparkan senyuman simpul. Namun di depan pintu langkah beliau tertahan tatkala melihat seseorang bersender di tembok seolah menunggu.
"Bu Renata."
YOU ARE READING
SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITY
Teen FictionIni masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan. Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...
[6] Hubungan
Start from the beginning
