Ah Lisa. Hampir saja terlupakan.

"Iya, kalo sama Lisa, Azka bisa lupa dunia berputar dari mana."

"Kok gitu Ndra?"

"Ya kan cinta membutakan segalanya Ca. Makanya gue nggak suka pacaran."

"Uhuy yang lagi dideketin sama kapten dance kita." goda Agista menatap Izly mengode untuk andil menggoda Hendra. Lelaki itu nampak cemberut.

"Dia yang pengen, bukan gue." elak Hendra mentah-mentah. "Gue nggak mau suka dulu sama orang kalau ujung-ujungnya nggak ada komitmen seumur hidup."

"Jiah, noob lo bro!" jeda Fariz ikut-ikutan. "Kayak gue dong, disukain sama adkel yang bening-bening dan imut."

"Mereka suka sama ketua lo bro, bukan sama lo." ujar Juan menyinyir. "Jangan kepedean banget jadi cowok dah. Jatuh sakit bro!"

"Siapa yang bilang kalo jatuh itu nggak sakit?"

"Ada kok jatuh yang nggak sakit." ujar Abay mengode dan menyenggol bahu Royvan. Lelaki yang sibuk memutar rubrik itu terkesiap.

"Apaan?" balas Royvan menyugar rambutnya yang basah. Sinar mentari sore yang menerpanya membuat gayanya itu terlihat sangatlah epik.

"Kasih tahu dong jatuh yang nggak sakit."

Bingung dengan ucapan Abay, Royvan hanya menaikkan alisnya. Ia menatap penuh temannya yang terlihat—menggodanya?

"Jatuh yang nggak sakit buat Royvan itu jatuh cinta lah! Dasar Royvan lemot!"

Farel menempeleng Royvan sebagai bentuk kekesalannya karena lelaki itu lamban mencerna suatu hal. Menjurus menatap Farel dengan tajam, Royvan berdecih. Ia mengabaikan Farel dan lanjut bermain rubrik.

"Etdah, bocil kok main cinta-cintaan." ujar Galang membawa kacang dan menaruhnya di tengah. "Masih kecil lo bro."

Farel mendengus, mengambil sebuah kacang dan mengupasnya dengan kasar. "Kecil terus. Dari dulu gue emang anak kecil."

"Eh Van, lo nggak marah kan kalo Agista diselametin Azka?" ujar Kenan menatap Royvan yang acuh. Sontak, mereka terfokus pada Royvan yang memasang muka tembok.

"Ngapain Royvan marah? Harusnya gue sebagai abangnya lah yang marah!" serobot Satya duduk di lingkaran lelaki kelas itu. Ia juga mengambil kacang yang berada di tengah meja.

"Abay biasa aja kenapa lo panas?" ujar Juan menepuk pundak Abay. Namun malahan ia dibalas tatapan tajam, pertanda salahnya ucapan Juan.

"Siapa bilang? Alisnya aja bertaut terus gitu lo bilang biasa?" ujar Farel menunjuk. Juan terkekeh, dan menyodorkan kacang yang sudah ia kupas kepada Abay.

"Azka, ngomong dong. Diem-diem bae."

Azka mengalihkan pandangannya. Menatap Fian dengan datar. "Apa?"

"Kenapa lo susah susah menyelamatkan cewek itu sih?"

"Lho alasannya jelas," ujar Dava menjeda perkataannya. "Si doi keinget sama doi."

"Apaan sih lo cuk. Nggak jelas." ujar Galang melemparinya kulit kacang. "Gue yakin otak Azka lagi diupgrade selama beberapa detik pas menyelamatkan Agista."

"Salah cuk." ujar Juan giliran melemparinya kulit kacang. "Mumpung ada kesempatan, kenapa nggak diambil coba?"

"Udah-udah, bahas itu mulu." ujar Zaga menyela. "Bolos kuy."

"Ah skuy, tapi nanti ada Bu Renata. Sayang kalau kita tinggal." ujar Satya. "Pas pelajarannya Bu Trisila gimana?"

Fian berdecak. "Jangan lah, kita udah berdosa banyak sama beliau."

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYWhere stories live. Discover now