TIGA BELAS

119 26 18
                                    


#13 || 975 words

Aku jadi ingat saat salah satu dari empat pria yang menyambut kami di pantai beberapa hari lalu, berkata mengenai Neo. Ada sesuatu yang aneh pada pemuda ini, katanya. Dikaitkan dengan persoalan ramalan pendahulu yang menyebutkan bahwa hanya ada dua orang. Aku dan kakek Loy. Tanpa Neo. Hal itu menjelaskan kalau selama ini Neo semacam memiliki sesuatu yang amat misterius—orang-orang sini telah menduganya.

"Bagaimana kau bisa bersamanya?" tanyanya.

Aku mengembuskan nafas getir. Rasanya terlampau aneh dan sulit kuterima pada akhirnya aku dan Lian malah duduk semeja di salah satu beranda bangunan ini. Tatapan pria paruh baya ini selalu berhasil membuat bulu kudukku berdiri. Aku sempat bingung memutuskan menyebut Lian ini sebagai apa. Dikatakan muda juga tidak, tetapi dipanggil dengan embel-embel 'Pak, Tuan, atau semacamnya' ia tak sanggup. Aku curiga dibalik tubuh manulanya ini, sebenarnya Lian seorang petinju.

"A-aku bertemu dengannya saat di rumah Kakek ...." Kucoba kembali mengingat-ingat apa yang sudah terjadi. Neo terbang dalam pesawat jet, lalu mendarat macam bom nuklir ke arahku.

Aku sempat berharap dia berhenti menelisik lebih jauh tentang asal-muasal Neo, tetapi bola mata kirinya yang mirip seseorang mengidap kebutaan selalu memperhatikanku dan Neo secara bergantian membuatku merasa ada yang aneh. "Jelaskan padaku," katanya singkat, sarat akan intimidasi.

Kalau di sini ada Azura, barangkali gadis itu dapat digunakan sebagai kartu 'Aku ingin pergi. Tolong katakan pada Lian' dan Azura pasti memahamiku. Sayangnya, nasib sial sepertinya memang senang sekali bercanda dan melawak di kehidupanku yang suram ini.

Di meja bundar tua, aku dan Neo duduk bersebelahan, Lian di depan kami. Kekacauan sebelumnya yang disebabkan oleh Antos, Santos, Thanos—atau siapa pun namanya tadi—telah bubar begitu Lian datang. Pria ini semacam punya daya tarik intimidasi yang tinggi. Seperti menjentikkan jari, remaja-remaja langsung mengerti; bubar dan lanjut pada aktifitas berlatih. Bahkan, Azura, Nay dan Ridan pun segera melakukannya, sementara segelintir pria-pria berjubah ungu yang lain mengamankan si Thanos ini atau siapa pun namanya.

Entah kenapa, tahu-tahu aku menjelaskan tentang Neo pada Lian. Seperti baru saja membuka mulut, milidetik berikutnya sudah mengucapkan seribu kalimat.

Lian terdiam sesaat. Satu tangannya bertumpu pada punggung bangku, sementara yang lainnya memegang tongkat berbentuk berkelok-kelok itu. Jemarinya mengetuk permukaan tongkat. "Kau mengetahui asalnya?"

Aku menelan saliva canggung dan gelisah. Ujung netraku melirik Neo, pemuda di sampingku ini betul-betul bagai manusia yang tak memiliki emosi. Dan aku sempat berpikir kalau aku ini tidak waras ketika merasa iri dengannya. Neo duduk, lurus dan kaku. Meski di depan kami ada Lian, nyatanya kedua bola mata birunya selalu terarah kepadaku.

Aku menjawab ragu, "Dia pernah menyebut sesuatu—kurasa Me—Meteran—"

"Metropica." Suara berat namun berbobot milik Lian membenarkan.

"Yah, itu persisnya." Aku menyahut.

Lian membuang wajah ke samping. "Mereka lagi," katanya berbisik.

Namun aku keburu mendengar. "Si-siapa mereka yang kau maksud?"

"Kau pasti tahu." Satu bola mata Lian menatapku. "Kau pasti mengetahui sesuatu tentangnya."

Mungkin saja sikap patung berjalan Neo bisa dikatakan sebagai sesuatu yang Lian maksud, tetapi aku kemudian menyadari ada sesuatu yang lebih dari itu.

"Kami punya hubungan buruk dengan mereka," katanya seolah-olah itu sudah gamblang. "Dan kau membawa salah satunya ke hadapan kami."

Selamat. Aku dalam masalah besar.

"Benarkah? Maaf kalau begitu." Dan aku sama sekali tidak paham apa yang kau katakan, Bung, lanjutku dalam hati.

Lian mendesis, "Ini bukan masalah yang enteng, Anna. Kautahu, jauh sebelum kedatangan kalian, perang saudara baru saja usai. Antara Aethiopica dan Metropica."

"Maaf?" Keningku mengernyit. "Metropica? Tahun—"

"2070," tukas Lian. Ada nada tajam ketika ia menyebutnya, seolah-olah aku baru saja mengelupas bopeng di lututnya—bukan maksudku menyamakan pengkor kaki Lian dengan koreng.

"Tapi, setahuku sekarang aku berada di tahun—"

"9500 SM, Aethiopica." Satu tangan Lian bergerak menyapu udara. Perlahan-lahan pusaran angin mini membentuk sebuah gulungan kertas (aku menyimpulkannya demikian) yang terletak di atas meja. "Peta Bhumi."

Aku mengamati gambar di atas permukaan kertas usang ini. Aku tidak mungkin mengidap disleksia, tetapi apa yang mataku liat mirip permainan ular tangga. Tolong, katakan padaku bahwa bola mataku masih terletak dengan normal di dalam sana.

"Aethiopica dan Metropica itu bintang kembar namun tak identik. Kalau kau melihat di negeri kami sekarang ini berkaitan dengan sihir, atau apa pun kau menyebutnya, maka Metropica adalah teknologi futuristik, gedung metalik, AI, mesin waktu, vaksin power, drone pelacak—dan yang terakhir kali kulihat: cyborg."

Aku bisa saja menerima kalau tangan Lian baru saja mengeluarkan gulungan peta Bhumi bagai sedang memencet tombol mixer, tetapi apa yang ia paparkan tentang tahun 9500 SM dan 2070 yang hidup berdampingan membuat asam lambungku kambuh.

"Kau bisa saja tidak percaya, tetapi ramalan pendahulu telah mengatakan kalau kalian akan datang ke sini membawa sebuah kejadian besar. Entah itu hal baik atau sebaliknya." Lian kemudian menatap Neo selama sekian detik, "Namun sepertinya aku punya firasat buruk."

Aku jadi bertanya-tanya apakah kiranya yang Lian maksud sebagai firasat buruk ini berkaitan dengan kakek Loy dan Neo. Sepertinya jika kusimpulkan dari apa yang sudah terjadi: kakek Loy dan Neo ini memang punya hubungan misterius. Lalu secara tidak gamblang Lian seperti mengatakan Neo adalah sebuah masalah, maka kakek Loy juga bakal masuk dalam lingkaran ini.

Lian sedikit menengadah, satu bola matanya itu kentara memperhatikanku dengan sorot sedingin es. Sepertinya tungkai kakiku beberapa detik lagi bakal berubah jadi marshmellow panggang. Lian lalu berkata dengan ritme direndahkan, "Aku harap, ketika Penyihir Dragunov datang, dia tidak mengetahui tentang pemuda di sampingmu ini."

==0==

Saya rada bimbang nyambungin (a.k.a menghubungkan) Aethiopica dan Metropica ini. Konsepnya, sih, kayak yang Lian sebut itu: 'Bintang kembar namun tak identik." Etapi, saya punya ide cara mengaitkan Aethiopica dan Metropica ini melalui lubang cacing—secara harfiah. Jadi, kayak satu kota yang melibatkan masa (waktu). Kaya konsep di series jerman yang judulnya Dark. Agak melenceng dari fantasi, tapi kan ... asudahlah. Pusing. '-')b

#1 The Prophecy: a different world Where stories live. Discover now