52. Sudah Tua, tapi Puber

7.5K 785 17
                                    

Agaknya gara-gara dibilang tua, Viano marah. Beres bantu memasukkan barang, dia pergi begitu saja tanpa permisi, kemudian masuk ke dalam mobil.

Setelah memperhatikan Viano sampai hilang dari pandangannya, kini Nesta beralih menatap Kevin. Dia meminta izin pada bosnya tersebut untuk menemui Viano.

Sebetulnya Kevin kurang suka. Yah, daripada dibilang sombong, terpaksa izinkan.

"Bentar, ya, Vin!"

"Mmh." Kevin memilih untuk menunggu di dalam toko.

Hampir saja Viano pergi tanpa bawa hasil, tiba-tiba Nesta datang mengetuk kaca mobilnya.

Tekan tombol, secara otomatis kaca jendela turun ke bawah. Begitu saling beradu pandang, dengan penuh percaya diri Nesta tersenyum lebar sambil melambaikan tangan.

"Ngapain kamu senyum-senyum gitu. Dikira cantik?" Bukan dapat pujian malah hinaan.

Tidak apa, Nesta kuat. Dia sudah biasa kalau dihina Viano, jantungnya sudah cukup kuat, kok.

"Bapak ngapain ke sini?" Masih menunggu jawaban, Viano malah buang muka.

Nesta masih membungkuk. Dia memiliki keyakinan kalau Viano tidak mungkin datang tanpa ada perlu yang sangat penting. Lagi pula, kemarin dia sendiri yang minta supaya tidak mengganggunya. Kenapa sekarang dia malah datang?

Jangan-jangan, dia sendiri yang kangen?

Beneran kangen ini, makanya mau bela-belain datang. Ingat ke situ, Nesta jadi makin suka sama Viano. Berarti, dia sayang, dong?

"Heh!" Viano menepuk body luar mobil saat lihat Nesta makin tidak jelas kelakuannya. Tadi senyum di depan Viano, sekarang senyam-senyum tanpa sebab. Gila ini anak?

Nesta berdeham. "Ya udah, Bapak sekarang mau ngapain ke sini?

Masih menunjukkan wajah kesal,mia mengambil sesuatu dari kursi sebelah kemudi. Sebuah amplop coklat yang kemudian diserahkan kepada Nesta secara kasar.

"Ijazah kamu saya balikin."

Nesta menerimanya, dia buka ikatan amplop coklat tersebut. Setelah dikeluarkan, isinya betul ijazah miliknya. Kok, dikembalikan?

"Kamu nggak perlu bayar apa-apa lagi ke kantor, apalagi sampai diam-diam transfer uang ke Ivan."

Nesta mendelik, dari mana Viano bisa tahu semuanya?

"Kamu nggak usah pasang tampang kaget gitu! Lagian, nggak mungkin saya nggak laporan keuangan perusahaan. ada sumber dana yang tidak jelas harus cari tau dan itu ternyata dari kamu."

"Oouh." Mulut Nesta membentuk bulatan.

Tangan Viano sudah meremat setir kuat. Bibir rasanya nyaris berubah keriting. Ingin sekali marah habis-habisan di depan Nesta. Minimal bilang apa, gitu. Selain 'oh'.

Hela napas si Viano. "Jangan bayar apa-apa lagi ke kantor."

Diam Nesta memandang Viano. Oke, mungkin ini akan berakhir seperti drama di mana Nesta nantinya akan marah-marah atau berkata; 'saya tidak butuh uang Bapak!'

Viano siap mendengarnya. Dia akan bersikap gentle dengan mengatakan hal baik. Menyakinkan bahwa dia melakukannya bukan katprena merendahkan atau menghina.

Viano peduli pada Nesta dan dia tidak mau gadis itu harus sampai kekurangan biaya hidup hanya demi bayar utang.

"Beneran, Pak?" Nesta berjingkrak. dia sampai gosok-gosok tangan, menghitung jumlah uang yang terselamatkan.

"Bapak bukan lagi nge-prank atau PHP-in saya lagi, kan?"

Dari semua rentetan pertanyaan Nesta, Viano hanya bisa diam memperhatikan. Bahkan sampai lupa berkedip. Sebetulnya isi kepala anak itu apa, ya? Kenapa dia bisa melakukan hal-hal di luar dugaan orang lain.

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang