23. Hak Mutlak untuk Sombong

11.9K 1.2K 34
                                    

Mampus, Kevin datang. Ketebak, pasti dia dengar semua yang Viano bilang.

Memang reseh. Kalau saling sikut begini, bisnis di Indonesia kapan mau maju? Usaha pribumi, kalah saing terus. Target 3% pengusaha di negara plus enam dua, entah kapan bakal tercapai.

Sikap berlebihan Viano, kumat lagi. Sekarang, pakai pegang kepala segala, seakan-akan dia yang paling pening dalam kasus ini. 'Kan, harusnya Nesta.

"Manajemen toko ini buruk. Banget!" Pakai ditandaskan pula, soal keburukannya. "Pantes aja sepi."

Kevin meminta maaf. "Saya pemilik toko ini."

"Pemiliknya?" Viano terkejut. Nesta melihat eksprresinya, bersorak dalam hati, mensyukuri Viano yang tertangkap basah gosipi orang.

Eh, tidak tahunya ....

"Baguslah kalau kamu yang punya, toko. Saya punya banyak keluhan di sini."

Kesongongan yang hakiki! Nesta harus bertindak apa, biar Viano berhenti menghina Kevin.

"Dengar, ya. Sebagai pelanggan, aku merasa display tokomu nggak menarik. Menempatkan makanan pedas di rak bawah, yang gurih di tak atas. Huh!" Dada Viano terbusung. "Harusnya kalian itu tau, yang beli makanann nggak pedas itu umumnya anak-anak yang tingginya mungkin nggak sampai satu meter. Terus kalau dia mau ambil, makananya harus minta tolong diambilin. Gitu?"

Kevin malah diam saja. Kalau Nesta yang punya toko, sudah dia usir Viano.

"Penjaga tokomu, lelet. Dia malah mengusir pelanggan."

Kevin melirik Nesta. Viano keterlaluan fitnahnya. Yah, wajar, dong, Nesta mau usir. Secara itu pelanggan ngeselin!

"Kelihatannya, Anda handal. Tolong bimbingannya ...."

Demi apa! Kevin malah bungkuk di hadapan Viano. Makin belagu, dia.

"Vin!" Nesta menyentak, "nggak usah diambil hati. Pak Viano cuma bercanda."

"Saya serius!" Sampai memelotot mata Viano. Sebagai CEO Taruna Corp dan mantan konsultan bisnis waralaba, ucapan Viano memang tidak bisa dianggap angin lalu.

Nesta harus bertindak. Mending paksa Viano untuk keluar.

"Saya ini pelanggan, saya punya hak sebagai konsumen!" Viano protes ketika Nesta mendorongnya keluar. Sementara Kevin cuma diam melihat kelakuan mereka.

"Bapak jangan keterlaluan, deh!" Akhirnya Nesta berhasil menempatkan laki-laki yang disebutnya Kupret itu di depan toko. Kayaknya kudu ganti julukan jadi Bospret, alias Bos Kupret.

Viano menjauhkan tentang Nesta dari punggungnya. "Saya kasih konsultansi gratis malah diusir, harusnya dapat diskon!"

Diskon palak Bapak bau menyan!

"Bapak tau nggak, sih!" Nesta gemas setengah mati sampai meremat tangan. "Saya, tuh, bisa dipecat gara-gara kelakuan Bapak."

Viano yang sedang mengibas-ngibaskan lengan baju tersenyum miring. "Ya udah, kamu balik lagi ke kantor saya. 'Kan, saya sudah bilang, saya maklumin kehilafan kamu kerja di toko kecil kayak gini."

"Astagfirullah, Bapak! Bapak nggak nyadar juga?" Nesta kesal sampai meremat kepala. "Saya keluar karena nggak tahan dengan tuduhan Bapak yang bilang saya maling! masih mending dituduh selingkuh, Pak, daripada dituduh maling."

Viano coba meluruskan. "Saya nggak bilang. Kemarin, saya cuma tanya di mana dompet saya. Terus saya minta balikin."

Iya memang benar, Nesta tidak menyangkal.

"Di bagian mana yang saya bilang kamu maling?"

Memang dasar Viano itu otaknya terlalu cerdas. Kalau tidak pintar-pintar omong, kalah terus sama dia.

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang