18. Viano Marah

12.3K 1.1K 41
                                    

Nesta menguap lebar. Kalau diukur pakai kemampuan matematika ahli seperti Laplace, kira-kira lingkaran mulutnya nyaris mendekati 360 derajat. Maklum, semalam dia marathon nonton drama Korea, lantaran gemas tinggal delapan episode menuju tamat.

"Neng, kalau mau nguap mah, ditutup mulutnya! Nggak sopan, ih!" tegur Ujang.

"Hehe!" Nesta malah cengar-cengir.

"Laler masuk, baru tau, loh!" Ujang menunjuk mulut Nesta.

Nesta menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Nggak apalah, Mang, lumayan jadi camilan."

"JOROK!" Ujang memekik.

"Bercanda, Mang."

Ujang mengambil sapu di belakang pintu, beserta kemoceng. Kelihatannya sudah siap untuk kerja lagi.

Menjelang siang, yah begini. Saat para bos dan staf keluar untuk makan siang, para petugas kebersihan siap-siap untuk merapikan ruang kerja lagi.

Lebih-lebih ruangannya Viano. Dia paling anti ada yang kotor atau berantakan sedikit. Satu hal, yang bisa masuk ruanganya selagi dia tidak ada, hanya Ujang.

Ujang jadi orang kepercayaan,sementara yang lain jangan harap bisa masuk. Termasuk Ivan.

Any way, Ivan termasuk tipekal yang mandiri. Misalkan butuh kopi atau minuman hangat lain, dia lebih suka buat sendiri. Beda dengan Viano yang manja dan menjengkelkan.

"Aduh ... aduh ...." Ujang  memegang ulu hatinya yang tiba-tiba terasa nyeri.

"Eh, Mang, kenapa?" Nesta terekjut.

"Nggak tau." Ujang masih merintih kesakitan.

"Jangan-jangan, udah mau dicabut nyawa Mang Ujang?"

"Weh. sembarangan!" Ujang makin nyeri ulu hatinya dibilang mau meninggal.

Nesta ambilkan kursi, biar Ujang bisa duduk.  Sebentar dia ke belakang untuk menyiapkan air hangat supaya Ujang lebih baik.

Setelah meneguk airnya, Ujang melirik jam.

"Ada janjian, Mang?"

"Halah, Nesta, kamu ini bercanda melulu!" Tidak habis pikir Ujang soal kelakuan teman kerjanya yang masih muda nan imut-imut, tetapi oon tidak ketulungan.

Ujang lagi mengkur waktu. Sebentar lagi Viano bakal selesai makan siang. Alamat repot kalau ruangannya belum bersih.  Ada serangan mendadak, Ujang jadi merasa lemas.

"Kamu ke ruangan Pak Viano bisa, nggak?"

"Bisa." Nesta mengangguk.

"Nah!" Ujang menyerahkan sapu dan kemoceng pada Nesta. "Tolongin Mamang, ya. Bersihin ruang Bos Kasep. Nanti kalau pulang belum bersih dia bisa marah."

Ditatap dulu sapu dan alat pel, Nesta kemudian mendesah. "Iya gampang kalau cuma, bersihin. Tapi, si Kupret biasanya marah-marah kalau saya yang masuk ruangannya."

"Sembarangan!" Kepala Nesta diketuk gagang kemoceng sama Ujang. "Sama bos ngatain Kupret. Kasep begitu--ganteng. Kalau Mamang punya adik perempuan, bakal Mamang jodohin sama dia."

Nesta mendelik.

"Udah sana buruan!" Ujang mengedikkan dagu agar Nesta keluar. "Tolongin Mamang. Sesama rekan kerja, kita ini harus jadi tim yang solid."

"Ya elah, Mang, cuma pesuruh pakai bahasa solid segala."

Ujang terkikik. Bukan masalah, dong, meski cuma pegawai rendahan sekali-kali pakai bahasa elite.

"Oke, deh, saya bersihin ruangan Pak Viano."

Ambil alat keberishan yang sudah disiapkan Nesta siap pergi.

Arrogant vs Crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang