Panik

4 1 0
                                    

Aira baru pulang dari kampus saat Helen meneleponnya siang itu. Panas matahari cukup terik di luar sana, sehingga dia langsung memasang tombol kipas angin dengan kecepatan yang paling tinggi dan duduk di depannya sambil meminum sebotol jus jeruk yang dingin. Rasanya nikmat banget!

"Hallo, Ra.....Apa kabar?" Helen memanggilnya dari kejauhan. "Tiba-tiba cuti tiga hari, ngga ada kamu sepi tau!"

Aira tersenyum sambil terus menyeruput jus dingin itu, "Iya, aku lagi mau fokus untuk bikin tugas. Minggu ini banyak banget tugas dari kampus! Eh tapi kamu 'kan dapat uang lemburan! Lumayan kan 'sist?!" katanya sambil tertawa renyah.

Kenyataannya memang tugas kampus minggu ini bertumpuk sangat banyak, jadi bisa menjadi alasan Aira untuk cuti beberapa hari ke si bos. Memang ada kelonggaran untuk para mahasiswa yang kerja sambilan seperti kami, untuk tetap memprioritaskan kuliah. Yang penting ada penggantinya. Yah, walaupun alasan Aira sebenarnya adalah mau menenangkan perasaan dan menjaga jarak dengan Michael. Melihat dia setiap hari hanya membuat hati makin sakit aja, nggak sembuh-sembuh!

"Lumayan...lumayan! Pegel tau...mana Nona juga lagi sakit demam berdarah. Jadi cuma aku, karyawan baru itu si Ella, sama Michael!"

Deg.....dada Aira berdesir seketika. Tuh kan! Denger namanya aja udah begini, apalagi ketemu lagi sama orangnya!

"Ehmmmmm tapi tau 'ga sih Aira? Michael tadi bilang mau pergi ke luar kota!"

"Oh ya, kenapa? Mau ngapain?" tanya Aira tersentak kaget.

Michael mau ke luar kota? Memang sih dirinya mau menjaga jarak tapi kalau nggak bisa bertemu Michael...Membayangkannya saja Aira jadi panik. Tenang, Aira, tenang...mungkin itu hanya sehari dua hari saja. Bukan selamanya kan dia pindah ke luar kota?

"Katanya dia mau cuti satu semester, kayaknya dia mau mengundurkan diri dari kerja part timenya. Aku nggak tau alasannya. Besok dia sudah pergi, Aira!"

Aira sudah tidak mendengar suara Helen berikutnya lagi karena pikirannya yang sudah sibuk berkelana ke sana kemari. Memikirkan banyak hal yang sepertinya masih menggantung di antara dirinya dan Michael.

Sesuatu yang masih mengganjal di hati Aira......

"Aira.....Aira??" panggil Helen dengan suara yang masih ada pada ujung telepon itu.

"Helen, Michael sekarang di mana? Aku mau ketemu...." jawab Aira akhirnya. Setelah menenangkan diri seketika, menenangkan hatinya yang kian semakin resah. "Penting sekali, aku mau ketemu...."

"Michael sudah pulang barusan, Aira. Mungkin dia pulang ke rumahnya....."

"Oh begitu, aku telepon Michael saja dulu ya Helen. Makasih ya, Bye Helen....."

Dia mencari nomor telepon pria itu lalu menekan tombol telepon. Bunyi bip terdengar dan langsung ada suara yang mengatakan "Hai anda terhubung dengan pesan suara, tinggalkan pesan setelah nada dering ini!"

Ihhhh...voice mail....batin Aira sedih. Masak ninggalin pesan, hal kayak begini kan enaknya ngomongin langsung.

Halo Michael, ini Aira mau ketemu.....

Dia menulis pesan ke whats app Michael, hasilnya cuma centang satu. Yang berarti sang pemilik tidak mengaktifkan teleponnya.

Aira semakin resah saja. Hatinya begitu kalut memikirkan semua yang sudah dilaluinya. Saat-saat bersama Michael yang pada akhirnya terasa sangat menyenangkan. Padahal berbulan-bulan lamanya Aira tidak mengacuhkan pria itu dan segala perhatiannya. Hanya karena luka masa lalu yang membuatnya menutup diri terhadap perasaan tulus pria itu.

Tulus? Apakah Michael memang benar-benar tulus? Aira mulai memikirkan lagi....Michael dan segala tentangnya. Caranya tertawa, cara berbicaranya, pancaran matanya yang hangat...yang sekarang saja berubah dingin.

Tapi Aira tahu bukan salah Michael, memang Aira yang telah meminta Michael untuk jangan mengganggunya lagi. Aira berbohong kalau dia tidak memiliki perasaan apapun pada pria itu, berbohong kalau dia tidak cemburu.

Padahal Aira sangat marah....dan berusaha melupakan Michael. Ingin cepat move on dari pria itu dan semua pengaruhnya yang membuat perasaan Aira jungkir balik tak keruan. Namun, semakin berusaha melupakan, yang terbayang tetaplah Michael.

Hiks, apa aku sudah kena karma....karena sering menolak perasaan pria? Batinnya gelisah. Bagaimana kalau Michael sangat mencintai wanita itu, dan kemarin dia hanya ingin membalas dendam padaku karena sudah mengabaikannya?

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Biarlah apapun yang terjadi, Aira sudah sangat lelah untuk melarikan diri dari perasaannya sendiri. Lebih baik mengaku dan sakit hati daripada membiarkan semuanya dengan perasaan menyesal karena membohongi diri sendiri.

Aira mengambil tasnya yang masih tergeletak di bangku lalu segera memakai jaketnya lagi. Ariel yang sedang menonton kartun berteriak memanggilnya dengan mulut penuh popcorn.

"Mau ke mana, kak Aira?!"

"Ariel, kakak pergi sebentar ya. Sebentar lagi kak Maura pulang, kamu kunci pintu saja dulu ya di rumah." Kata Ariel sambil melambaikan tangan pada adiknya yang masih kelas tujuh itu. Dia memakai sepatu lalu bergegas melangkah keluar rumah.

Aira lekas menapaki halaman rumahnya yang penuh dengan daun kering dari pohon besar yang sudah tertanam di situ semenjak dirinya kecil. Langkah kakinya yang cepat dengan bunyi gemerisik daun yang terinjak sepatu sneakers Aira, ditambah panas matahari yang belum bisa bersahabat, membuat dirinya sedikit berpeluh. Dia mencari abang ojek yang biasa nongkrong di pinggir jalan depan rumahnya dan bergegas menuju ke rumah Michael yang dia tahu lokasinya karena pernah ke sana.

Dirinya merasa gugup sepanjang perjalanan yang tidak begitu jauh itu.

Gimana ya? Aku kok gugup ya...apa balik lagi aja ya....Malu aku sebenarnya! Udah jelas dia punya cewek lain begitu! Apa yang kamu pikirkan, Aira?! Tapi kalau dia pergi begitu aja, kok akunya yang makin nggak tenang ya?!

"Rumahnya yang mana, mbak?" tanya mas ojeknya tiba-tiba, yang ternyata Aira sudah sampai di dekat rumah Michael!

"Cepet banget ya, pak!" ucap Aira agak terkejut, karena sempat melamun sepanjang perjalanan tadi. Dia memutuskan turun di depan gang yang ada gapura putihnya itu. Gang depan rumah Michael tempat Aira pernah nyasar waktu malam hari sepulangnya dari kafe.

Dia melangkah dengan perlahan sembari mencari rumah Michael yang seingatnya dulu berpagar putih dan dan ada pohon rimbun di depannya. Seperti pohon mangga. Oh iya dan Aira ingat, letaknya ada di pojokan kanan. Dia melangkah lagi, sembari memperhatikan dengan jelas setiap rumah yang ada.

Tangannya mengapit tas yang diselempangkan di pundak, dan jantungnya semakin berdebar saat mendekati rumah yang dituju. Rumah berlantai dua dengan pagar putih yang pendek, memperlihatkan halaman dengan rumput hijau yang luas dan pohon mangga rindang di depannya.

Aira memasuki halaman rumah itu sembari melihat ke kiri dan kanan. Bahkan tetangga Michael pun tidak kelihatan untuk dia bisa bertanya-tanya meyakinkan diri, takut kalau salah rumah. Maklum dia cuma sekali ke sana.

Dia menaiki undakan tangga dan masuk ke teras rumah yang teduh itu, lalu menekan bel yang terpasang di samping atas pintu. Belnya berbunyi satu kali....

Aira menunggu diam dengan jantung yang semakin berdebar, sampai dia kesal sendiri karena begitu gugupnya.

Seorang gadis membuka pintu rumah Michael, gadis manis yang berambut sebahu itu! Dia muncul dengan wajah bertanya-tanya karena melihat Aira yang terdiam tanpa kata-kata. Aira yang speechless karena bertemu lagi dengan gadis itu!

Oh my God....bertemu dengan pacar Michael di rumahnya sendiri? Dan aku mau mengungkapkan perasaanku? Kok rasanya seperti menggantung diri sendiri dengan tali! pikirnya dengan ngeri.

Perjuangan Tiga Bersaudara (OnGoing)Where stories live. Discover now