Dia lagi, Dia lagi

8 2 0
                                    

Enrico ada di depan mata, di cafe tempatnya bekerja!

Betapa menyebalkan saat dirinya masih bertemu dengan pria itu. Aira tidak pernah bertemu dengan mantannya setelah Enrico lulus dari sekolahnya setahun kemudian. Beberapa kali Enrico mencoba menghubunginya setelah mereka putus, bahkan sempat meminta maaf. Tapi Aira tidak pernah merespon, malah dia mengganti nomor handphonenya agar tidak diusik oleh Enrico.

"Ngapain kamu ke sini?!" Tanya Aira jutek. 

Lalu dia kembali membereskan meja kasir yang berantakan dengan kertas bon dan bolpen.

Si gadis Maluku yang sering dipanggil Nona, melihat mereka dengan tatapan kaget. 

Oh, sudah kenal? pikir gadis berkepang rasta itu. 

Setelah itu si Nona yang dijuluki "miss kepo"  memilih untuk merapi-rapikan kursi dan meja cafe yang masih berantakan. Sambil masih memasang telinga untuk mendengar setiap percakapan. 

"Aku mau minum kopi. Aku nggak sengaja ke sini, habis cari buku di perpustakaan kampusmu," Jawab Enrico dengan nada tenang.

Buku? Pikir Aira sinis. Sejak kapan Enrico suka baca buku?

"Buku itu untuk bahan skripsiku dan kata dosen pembimbing, hanya ada di kampus ini...." Enrico menjelaskan lagi, seperti tahu pikiran Aira. 

Dia menatap Aira yang masih menyibukkan diri dengan merapikan segala macam barang dan meja. Mungkin bukan sibuk tapi menyibukkan diri. Enrico tahu persis kalau Aira masih membencinya.

"Nona.... ada yang mau pesan kopi. Tolong ya Nona, aku mau pulang dulu!" Panggil Aira sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Tidak mengacuhkan pria di depannya.

"Aira...Aira, aku mau ngomong sebentar sama kamu...." Enrico memanggilnya dengan nada memelas. "Sebentar aja, Aira. Pleaseeee...."

Aira menatap dengan tatapan tajam, bibir yang mengerucut dan alis yang berkerut. Udah nggak enak banget deh wajahnya! Tapi dia duduk di kursi sambil menyilangkan tangannya.

"Sebentar ya....aku ngga bisa lama-lama!" Ucapnya dingin.

Enrico menarik bangku di depannya dan ikut duduk di depan "Aku minta maaf , Aira, masalah yang dulu itu. Yang sudah 3 tahun lalu. Tapi aku sangat menyesal, Aira......"

"Itu sudah masa lalu, Enrico. Sebaiknya jangan dibahas lagi, karena aku sudah hampir melupakannya kalau kamu tidak muncul lagi sekarang. Dan aku sudah nggak peduli lagi sama kamu sekarang!" ucap Aira jengkel.

 Ya memang, dia sudah lupa akan lelaki itu. Hanya tinggal memori pengkhianatannya.

"Aku minta maaf dengan tulus, Aira. Waktu aku selingkuh dulu, memang aku khilaf. Dan ternyata dia perempuan yang sangat materialistis, beda dengan dirimu yang apa adanya...." Enrico menatapnya dengan tatapan sedih.

Aira menatapnya kembali dengan pandangan waswas dan tidak percaya. 

"Bohong!" Desisnya.

"Ya ampun, Aira! Semua sudah masa lalu. Kenapa kamu masih membenciku?"

"Aku nggak membencimu, aku hanya tidak mempercayaimu lagi!"

Enrico menghela nafas dan mengacak-ngacak rambutnya. "Ya sudah kalau begitu.  Yang penting kamu sudah tidak membenciku lagi. Karena kamu tidak pernah mau bicara denganku lagi sejak saat itu," Dia menatap Aira dengan lembut. "Bagiku bisa bicara seperti ini sudah kemajuan."

Aira balas menatapnya tajam dan mereka diam bertatapan. Dia baru memperhatikan Enrico yang berbeda dengan sosoknya waktu di sekolah dulu. Rambutnya sudah panjang sebahu dan ada janggut tipis di dagunya. Tatapannya pun berbeda. Enrico sekarang terlihat lebih dewasa dan matang. Penampilannya cukup kalem sekarang dengan celana jins dan kemeja biru kotak-kotak. 

Aira menggelengkan kepala lalu berkata dengan nada sinis, "Aku dulu sangat menyukaimu, Enrico...sampai kamu selingkuh di belakangku...." Dia terdiam sesaat. "Tapi aku mau fokus ke masa depanku. Jadi semuanya sudah masa lalu, Enrico."

Enrico menatapnya dengan mata sedih lagi.

"Aku sudah memaafkanmu." Aira berdiri dan mengambil tasnya hendak pergi. "Tapi jangan ganggu aku lagi!"

"Beneran, Aira?" tanya Enrico tak percaya.

"Jangan ganggu aku lagi? Ya benarlah!" ketus Aira sambil berbalik menatapnya.

"Bukan....bagian kamu memaafkanku?"

Aira menatap Enrico lagi dengan pandangan tajam, lalu membalikkan badan, menarik tuas pintu cafe dan melangkah keluar tanpa sepatah katapun. Meninggalkan Enrico sendirian terasa sangat menyenangkan baginya.

Awas saja kalau dia balik lagi! Akan kusuruh Nona mengusirnya!


Perjuangan Tiga Bersaudara (OnGoing)Where stories live. Discover now