Fobia

6 3 0
                                    

"Aira....Aira...." Suara itu semakin mendekat lagi.

Aira membuka matanya dan melihat Michael, Ayu dan beberapa anak remaja yang memandang dari atas. Kasur itu terasa begitu empuk dan hangat. Aira menatap Michael dengan mata sayunya.

"Udah berapa lama aku ngga sadar?" tanyanya pelan. Kesadarannya masih di ambang batas. Ia mencoba untuk duduk dari kasur dengan perlahan. Michael membantunya duduk dan seorang anak membawakan teh manis hangat.

"Cuma sebentar kok, Aira. Ngga sampai 10 menit" Michael menatapnya khawatir.

"Aku fobia darah. Kalau lihat darah, aku langsung gemetar, panik dan tubuhku lemas secara tiba-tiba." Aira bercerita dengan suara lirih. Dia menyesap teh manis hangat itu perlahan. " Dulu waktu kecil, aku pernah kecelakaan motor waktu dibonceng abang ojek ke sekolah. Darah keluar banyak sekali. Untunglah aku cepat dibawa ke IGD dan diberikan pertolongan pertama."

Michael terdiam dan hanya memegang tangan kiri Aira yang sudah diberi obat merah dan ditutup kain kasa. Sejenak mereka berdua hanya diam, berpegangan tangan dan bertatap-tatapan hingga Aira yang memalingkan mukanya karena salah tingkah. Masalahnya mata itu menatap dengan sangat dalam, Aira jadi deg-degan.

"Mukamu masih pucat, istirahatlah sebentar di sini. Aku akan membuatkan makanan." Kata Michael memecah keheningan. "Aku sangat khawatir, Aira."

Aira menatap jam dinding yang terus berdetak. Dia menggelengkan kepala lemah. "Adik-adikku sendirian di rumah, aku mau pulang.  Aku mesti masak...."

Michael menggeleng-gelengkan kepalanya ,"Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang. Malahan kalau kamu mau, chef Michael juga akan membantu masak untuk adik-adikmu di rumah." Dia berdiri sambil merapikan bajunya dan mengedipkan mata dengan genit.

"Iiiiiihhhh ihhhh kak Michael genit. Ngedip-ngedipin mata sama kak Aira...." teriak Ayu sambil nyengir memperlihatkan beberapa gigi ompongnya.

"Biarin ah, kak Aira kan calon istri kakak.....Ups!" Michael menggendong Ayu sambil tertawa dan memeletkan lidah ke Aira yang melotot padanya.

"Eeeee.....cie....cieeee......"

"Boy, kak Michael mau anter Aira dulu. Kamu yang gantiin masak kakak ya, jagoan!" seru Michael ke seorang anak lelaki remaja yang sedang asyik bermain game. "Tuh, dibantu Nana!"

"Oke bos!" jawab anak itu sambil mengacungkan jempol dengan cepatnya.

"Bagus!" Michael mengambil kunci motor dan memandang Aira yang masih terduduk di kasur.

"Sebetulnya ngga perlu diantar, Michael. Ntar jadi repot....."

"Apaan sih, Aira? Males deh denger kayak gitu!" ujar Michael kesal. "Ngga ada kata repot, ayo naik ke motorku. Apa perlu kugendong dulu?"

Aira menatapnya dengan mata membelalak, lalu perlahan dia berdiri sebelum Michael berbuat nekat.

"Nah gitu dong....." Michael tertawa geli sambil melangkah ke motornya, duduk dan memberikan helm ke Aira. Bunyi motor pun menggeram keras saat dia memutar kunci starter.

Aira memasang helmnya dan duduk di jok belakang motornya. Dia berpegangan pada pinggang Michael. Ada perasaan nyaman saat Aira berada di belakangnya. Perasaan hangat menjalar ke sekujur tubuhnya. Wangi Michael semerbak aroma kayu dan sangat maskulin.

Ya ampun, Aira! Apa sih yang kamu pikirkan? Aira menggeleng-gelengkan kepalanya saat dirinya begitu terpukau dengan wangi Michael dan penampakan sosok Michael dari belakang.

"Mereka anak-anak yang baik ya Michael. Semuanya nurut sama kamu!" kata Aira, berusaha mengalihkan perhatiannya dari wangi dan sosok belakang Michael. 

"Masak sih? Berarti aku calon bapak yang baik dong!" 

"Suka-suka kamu, deh!" jawab Aira sambil mencubit bahu Michael.

"Awwwww!" serunya sambil meringis sakit. "Genit ya Aira, sekarang cubit-cubit!"

"Salahnya sendiri!" kata Aira dengan juteknya.

Michael tertawa geli "Aku kurang lebih udah 3 tahun kenal sama mereka, anak-anak panti asuhan itu. Dari yang masih kecil sampai remaja, yang sudah diadopsi sampai yang belum. Mereka anak yang bersemangat, ceria dan rajin juga belajarnya." 

Michael terus melajukan motornya, melewati gang-gang sempit menuju ke depan pasar. Berbelok ke kanan dan terus menyusuri jalanan yang penuh dengan pohon rindang. Hatinya sangat senang bisa mengantar Aira ke rumahnya. Setelah perjuangan cukup lama mendekati Aira dan banyak dicuekin, dijudesin. Sekarang dirinya sudah cukup dekat dengan gadis itu. 

Tapi apa Aira mau membuka hati untuknya? Michael terus bertanya-tanya dalam hati. Kadang Michael merasa Aira begitu pandai menyembunyikan perasaannya. Dan begitu judes kalau sedang bad mood. 

"Aira yang anak Akuntansi ?Yakin mau deketin dia?" kata teman-temannya waktu itu di kampus setahun yang lalu.

"Iyaaaaaa. Kenapa emang? Aku suka sama dia sejak pandangan pertama" Aku mengernyit heran pada mereka. 

"Aira itu anaknya judes! Kayak bon cabe level 5! Aku ini pernah dibentak cuma karena waktu itu salah ngomong" Heru menatapku dengan mata membelalak. 

"Iya ,bro. Katanya sih emang gitu.... Anaknya emang pinter, cantik tapi judes ngga ketulungan...." timpal seorang temanku lagi yang berkacamata lebar. "Lu pikir-pikir lagi deh!"


Perjuangan Tiga Bersaudara (OnGoing)Where stories live. Discover now