Tegarlah, Aira

49 5 6
                                    

"Aira....Ayah tetap akan selalu sayang kamu." Aira duduk membisu, seakan tidak pernah mengenal Ayahnya.

"Aira....maafkan Ayah, Ayah tidak bisa menuntut hak asuh atas kamu dan adik-adikmu" Aira masih membisu di kursi depan. Setelah sidang perceraian, rasa sayang dan percayanya pada ayahnya sudah hilang, kandas, walaupun nanti ayahnya masih punya hak untuk mengunjunginya.

Aira sudah hilang rasa, apalagi dilihatnya wanita itu berdiri agak jauh dari mereka. Badannya langsing dengan rok selutut dan kemeja rapi, wajahnya cantik walau tentu saja bagi Aira tidak secantik ibunya. Malah menurut Aira dia cenderung agak menor dengan bibir merahnya yang menyala, sementara ibunya punya kecantikan natural dan jarang sekali dandan, maksimal hanya bedak dan lipstik yang tipis. Entah apa yang ada di benak ayahnya, mau meninggalkan ibu, Aira dan kedua adiknya, hanya untuk wanita menor yang gayanya tidak Aira sukai. Yah... walaupun dia mencoba bermanis manis dengan Aira.

"Mas....ayo, udah sore. Nanti aja kita lihat Aira lagi" katanya menghampiri ayahnya sambil bergelayut manja "Aira manis, kapan-kapan kita ketemu lagi ya" dia tersenyum, tapi Aira membuang muka dengan juteknya.

"Ayah pergi dulu. Aira, jaga adikmu baik2 ya," ujar ayahnya sambil mengelus-elus kepala Aira lagi, lalu membalikkan badannya. Mereka berjalan ke arah mobil. Aira memandang mereka berdua dari belakang...mau menangis juga Aira sudah tidak bisa. Ibunya masih di dalam untuk mengurus beberapa dokumen. Kedua adiknya dititipkan ke saudara di rumah jadi hanya Aira yang menemani ibunya.

Ayahnya masih mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi Aira dan kedua adiknya, tapi mereka sudah tidak serumah lagi karena ayah dan ibunya sudah resmi bercerai. Ayahnya lebih memilih wanita itu, wanita yang sudah membuat ibunya menangis dan ayahnya meninggalkan Aira dan adik-adiknya.

Kelam dan pahit. Sedih dan pilu. Saat masih di bangku sekolah dasar, Aira sudah merasakan sakitnya ditinggal ayah yang lebih memilih wanita lain daripada keluarganya sendiri. Aira sudah merasakan sakitnya kehilangan dan rasanya dikhianati. Ibunya bukan tipe yang mudah meluapkan emosi, dia juga jarang berkeluh kesah. Ibunya merupakan sosok yang tangguh, hingga sekarang ini.

Apalagi janji ayahnya untuk ikut menafkahi dan mengunjungi mereka hanya semu belaka. Pria itu hanya menjenguk Aira sekali ,lalu hilang begitu saja. Aira mendengar kabar kalau dia ditugaskan kembali ke India, mungkin istri barunya ikut dengannya, yah Aira juga sudah tidak peduli lagi.

Ibunya mulai melamar pekerjaan dan diterima di sebuah kantor baru. Aira dan kedua adiknya sering dititipkan ke eyang Atun, adik nenek mereka yang sudah dianggap nenek sendiri, tapi eyang tidak selalu bisa datang karena kondisi fisiknya yang semakin tua hingga Aira menginjak bangku SMP, eyang sudah pergi untuk selamanya.

Semenjak itu tugas Aira juga semakin banyak, di bangku SMP Aira harus bisa membagi waktu antara pekerjaan rumahnya dan mengurus kedua adiknya karena ibu baru pulang sore, terkadang lembur sampai malam. Beruntung mereka juga punya tetangga-tetangga yang baik hati dan perhatian, walaupun ibunya tetap menyuruh mereka untuk selalu hati-hati sebaik apapun orang lain. Apalagi untuk anak kecil seperti mereka.

Aira disuruh selalu mengunci pintu agar tidak sembarang orang bisa masuk, tidak ceroboh dalam hal apapun apalagi yang berhubungan dengan api dan saklar, ia harus selalu memperhatikan kedua adiknya. Aira pun semakin dewasa....

 Aira pun semakin dewasa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Perjuangan Tiga Bersaudara (OnGoing)Where stories live. Discover now