ekstra chapter (1)

360 20 0
                                    

Tiga tahun kemudian...

Di pagi hari ada seorang wanita yang sedang sibuk berkutat dengan peralatan dapur. Dia sedang memasak untuk suaminya. Ya, dia adalah Calandra Alecia. Mengenai suaminya, kenapa tidak membantu dirinya di dapur? Jawabannya sangat mudah ditebak ; laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu masih terlelap dikamar. Semalam suaminya itu lembur kerjanya, makanya pukul delapan pagi aja masih belum bangun.

Kala sedang menata masakannya di meja makan. Seulas senyum terukir dari wajahnya yang manis. Meskipun hanya lauk sederhana, setidaknya ada rasa kebanggaan sendiri untuk bisa belajar masak sampai sejauh ini. Setelah selesai menata makanan dan membereskan dapur, dia bergegas untuk membangunkan suaminya untuk sarapan bersama.

Sesampainya dikamar, ia sempat menghela nafas sebentar sebelum ia benar-benar membangunkan suaminya. Langkahnya terarah untuk membuka gorden agar sinar matahari dapat menyinari kamarnya. Semilir angin yang berasal dari jendela masuk kedalam kamar. Laki-laki yang sedang tertidur itu langsung membuka matanya, meski masih dalam keadaan nyawa yang belum terkumpul.

"Selamat pagi, sayang." Kala menyunggingkan senyumnya. Meski sudah menikah, entah mengapa ia masih merona bila dipanggil sayang oleh suaminya sendiri.

Oh iya, kalian pasti belum tau kan siapa yang sudah menjadi suaminya Kala?

Laki-laki yang sudah berhasil merebut kepercayaan ibunya itu cuma Keano Pradikta Syahreza, alias Dikta ; sang mantan kekasih Kala sewaktu SMA. Dikta berusaha keras untuk mengembalikan kepercayaan sang ibu agar mengizinkan anak gadis satu-satunya dapat di jadikan seorang istri. Rasanya kurang adil, kalau dia yang hanya berjuang sendiri. Mereka berdua berjuang bersama agar dapat kembali bersama. Meski sulit mendapat restu, tapi mereka berdua percaya kalau restu orang tua merupakan suatu keharusan yang tidak dapat diganggu gugat.

Sewaktu Kala memberitahu Dikta kalau dirinya akan dijodohkan, laki-laki itu sempat kehabisan akal untuk merebut hati sang ibu agar bisa percaya lagi. Setelah ia meminta saran sama orang tuanya, ia memutuskan untuk bekerja di perusahaan sang papi agar bisa menghasilkan gaji untuk melamar sang kekasih, ya meskipun dia terlahir dari keluarga berada, tanpa diminta pun sebagian hartanya akan diberikan kepadanya. Tapi kan, ini kehidupan dia sendiri, harus bisa berjuang sendiri demi bisa mendapat sang pujaan hati.

Kala akui kalau suaminya itu pria yang bertanggung jawab. Dia berusaha keras untuk membahagiakan dirinya dengan caranya sendiri. Tidak ada alasan lagi kalau Kala benar-benar mencintai sang suami.

"Haduh kok masih merona kalau dipanggil sayang." Dikta turun dari kasur, lalu menyuruh sang istri duduk di ujung ranjang. Dia berlutut untuk bisa menyamakan dengan perut Kala. Oh iya, saat ini Kala sedang mengandung anak pertama mereka yang sudah berusia lima bulan. Dengan gerakan perlahan, tangannya mulai menyentuh perut Kala. Ia mendekatkan telinganya pada perut istrinya, lalu sempat berbisik yang membuat Kala tersenyum. "Halo anak papa, gimana kabar kamu didalam sana? Papa udah gak sabar untuk main sama kamu. Papa dan mama sayang sama kamu." Hampir setiap pagi Dikta selalu menyapa anaknya seperti itu. Kala mengelus puncak kepala Dikta.

"Sabar ya papa, aku juga sayang sama mama dan papa." Jawab Kala dengan nada bicaranya seperti anak kecil. Dikta mendongak lalu mencubit hidung sang istri yang terlalu gemas dimatanya. "Makin cantik aja, jadi makin cinta." Pipi Kala bersemu merah. 

Kala mendorong dada Dikta yang hendak memeluknya agar lebih erat. "Makan yu mas, aku udah masak." ucap Kala dengan ekspresi wajah memelas membuat suaminya itu tidak tega.

Perlahan tangan kekar itu mengelus pucuk kepala sang istri lalu mencium keningnya sekilas. "Haduh maaf ya sayang aku gak tau kalau kamu lapar, yaudah ayo kita makan."

******

"Mas Dikta kemana aja? aku kangen sama kamu." Kala menatap layar ponsel dengan wajah yang sudah sembab sehabis nangis karena mendapat kabar kalau ternyata Dikta harus berangkat ke Bali untuk mengurus project terbarunya disana selama seminggu.

Terlihat jelas dari layar ponsel yang menunjukkan kalau istrinya habis menangis. mudah sekali baginya untuk melihat istrinya yang lagi nangis dengan melihat mata dan ingus yang meler. 

"Besok aku pulang ya di jam penerbangan pertama. Kamu jangan nangis dong, nanti dedeknya ikut sedih juga." Kala langsung mengelus perutnya, ia sendiri hampir lupa kalau dirinya sedang mengandung. Untung saja Dikta mengingatkan dirinya. "Oh iya kamu udah makan belum? Udah diminum susu sama vitaminnya?"

Kala tergugu dengan pertanyaan suami. Ia bingung harus apa, karena baru saja yang disebutkan sama suaminya itu belum ia lakukan sejak tadi pagi. "Tuh kan pasti belum, ck. Kamu ini gimana sih sayang, kalau minum susu dan vitaminnya aja belum gimana sama kondisi anak kita?" Mulai lagi deh sikap posesif seorang Dikta. 

Wanita itu mengelap air matanya yang masih tersisa disekitar matanya. "Iya nanti aku minum. Dedeknya kangen sama papanya, cepet pulang ya papa." diseberang sana ada seseorang yang sedang tersenyum karena mendengar penuturan sang istri. "Dedeknya yang kangen atau mamanya yang kangen, hm?"

Kala kembali merona. 

"Kamu udah makan belum, mas?" Tak lama ia mengarahkan pandangannya kearah jam dinding yang menunjukan pukul delapan malam. 

"Udah tadi siang sehabis meeting sama klien. Kalau sekarang sih lagi gak laper, mager juga sih buat pesen makan di hotel." Diakhir ucapannya hanya tertawa renyah.

"Kamu kebiasaan deh kalau buat diri sendiri. Jangan sampai gak di isi perutnya, nanti kalau sakit gimana? Aku juga yang repot. Kamu bisa marahin aku kalau telat sehari untuk gak minum susu dan vitamin, tapi kamu sendiri juga gak pentingin kesehatan kamu. Yaudah kamu istirahat ya, besok kamu pulang kan? udah dulu ya papa, selamat istirahat dan jangan lama-lama pulangnya soalnya dedek sama mama kangen sama papa." 

Lagi-lagi Dikta tersenyum. entahlah sudah berapa kali jantungnya ini berpacu lebih cepat? dia bisa terkena serangan jantung mendadak kalau mendengar ungkapan manis dari sang istri.

Setelah memutuskan sambungan telfon dari sang suami, Kala langsung mengambil vitamin yang tergeletak diatas meja nakas. Matanya mulai mengantuk, mungkin hari ini dia terlalu lelah karena nangis seharian.

Rasanya dia tidak sabar menunggu suaminya untuk pulang. Rasa rindunya terlalu besar, ah sudahlah, dirinya jadi ingin nangis lagi kalau mengingat suaminya pergi selama seminggu.

Sebelum tidur, seperti biasa, ia selalu baca doa sebelum tidur. Setelah itu ia menyalakan lampu tidur yang penerangannya memang kurang, dia salah satu orang yang kalau tidur tidak bisa gelap sama sekali.

******

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment.

Happy reading♡

Langit & Bintang [END]Where stories live. Discover now