chapter 23 : berada di titik paling rapuh

243 25 11
                                    

Bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa sakit yang saat ini sedang ia rasakan? Berat bagi Dikta untuk menghapus ingatan tentang gadis yang sudah lama menetap dihatinya yaitu Calandra Alecia.

Laki-laki itu yang baru saja mandi sedang membuka hadiah pemberian Kala. Ada sesuatu yang terbungkus dari kertas kado, dengan tidak sabaran ia merobeknya begitu saja. Terdapat satu buah hoodie berwarna navy dan kacamata hitam. Tanpa sadar ia menyunggingkan sebuah senyuman tipis terhadap hadiah yang sudah ada didepan mata.

Saat ia ingin mencoba hoodie dari hasil hadiahnya, tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh namun ia berhasil menangkapnya. Tunggu dulu, ini apa? Kok ada sebuah surat yang terbungkus amplop juga.

Dikta membaca bagian depan sampul amplopnya. 'Teruntuk Langit yang sedang berbahagia'

Perlahan ia membuka isi dari amplop tersebut. Ada satu buah surat yang didalamnya ada tulisan yang belum ia baca.

Teruntuk Langit yang sedang berbahagia

Selamat ulang tahun, selamat bertambah usia, semoga semakin dewasa di umur yang sekarang. Surat ini ditujukan untuk langit yang selalu ada untuk Bintang nya di kala ia lelah dengan hidup.

Ada sebuah kado sederhana untukmu yang sudah kubelikan. Maaf... kadonya tidak bisa menjadi yang terindah, apalagi menjadi kado termahal. Jauh dari kategori istimewa dari harga yang membuat dada mengelus.

Hoodie berwarna navy, yup aku sengaja kasih itu ke kamu. Kamu suka pakai jaket kan? Suka pakai baju yang gombrong-gombrong kan? Aku tau kok, gak kaya kamu yang gak peka. Hehehe. Kali ini kamu kalah cepat sama aku, biasanya kamu yang suka gombalin.

Kalau udah dibuka kadonya, berarti kamu juga udah baca surat yang aku buat dong? Oke disini aku juga kasih kamu kacamata, itu harganya gak mahal kok. Wkwkwk... kalau disamain sama kacamata milikmu sudah pasti sangat jauh harganya. Iya tau, aku cuma bisa kasih kamu itu.

Aku gak tau bakal gimana kedepannya nanti mengenai hubungan ini yang sedang kita jalani. Aku senang bisa mengenalmu lebih dekat, menjadi salah satu orang yang istimewa didalam hidupmu. Kadang aku merasa kalau hubungan tanpa didasari izin dari orang tua itu membuat kita seperti merasakan sesuatu yang sulit untuk diperjelas. Kita enjoy sama hubungan ini, tapi tanpa disadari kalau ada tembok yang berdiri kokoh berada diantara kita berdua tanpa kita sadari.

Aku gak tau sampai kapan bisa dapat restu orangtuamu. Katakan aku bodoh untuk sekedar mengetahui kenapa baru sekarang aku tau kalau ibuku sendiri juga tidak menyetujui sama hubungan kita? Kadang melihat orang yang kita sayang saja bisa tersenyum bahagia aja bisa menimbulkan rasa yang begitu dahsyat untuk sekedar dirasakan.

Tembok yang berdiri kokoh itu susah untuk dihancurkan walaupun kita mampu untuk melakukannya. I'm fine, tapi tidak dengan hatiku.

Besok aku akan memulai hidup yang baru. Kamu disini baik-baik ya, jangan suka ngerokok---gak baik juga buat kesehatan kamu. Kalau kamu kangen, kamu bisa datangi tempat-tempat yang pernah kita datangi bersama. Dipakai hoodienya (aku maksa wkwkwk), kalau kepanasan bisa pakai kacamatanya yang bisa melindungi mata indahmu itu (ini maksa juga ya wkwk). Aku selalu ada disini, didekat kamu. Kalau ada angin yang sedang berhembus dengan kencang sampai mengenai wajahmu anggap saja itu aku yang sedang menemuimu. Diam-diam untuk menyampaikan rasa sayangku terhadapmu.

Walaupun kita sudah putus, kamu masih bisa jadi teman baikku. Bila ini pertemuan kita yang terakhir kalinya, gak papa. Aku yakin suatu saat nanti kita akan dipertemukan lagi di suatu tempat tanpa bisa kita duga. Entah aku atau kamu yang duluan mempunyai keluarga kecil.

Bintang pamit dulu, mau mulai hidup baru. Mulai mengenal orang baru yang ada disekitar. Langit jaga kesehatan ya, nanti kalau langit sedih, semua orang yang sayang sama kamu juga ikut sedih. Untuk kali ini Semesta sudah lebih cepat dengan apa yang kita mau.

Dari Bintang yang sedang berencana pamit meninggalkan Langit.

******

Mulai saat itu juga ia memeluk kertas putih yang tintanya sudah luntur dengan air matanya. Biar saja ia dikata cengeng, ia tidak peduli dengan ucapan-ucapan yang sedang mengejek dirinya. Ia memukul-mukul dadanya yang terasa nyeri yang berlebih untuk dirasakan.

Laki-laki itu berteriak didalam kamar yang sudah terkunci rapat. Malam ini akan menjadi saksi betapa rapuhnya seorang Keano Pradikta Syahreza.

"Bagaimana caranya supaya kita bisa sama sama lagi? Bolehkah aku menyerah saat berada di titik paling rendah?! Aku mencintaimu, berulang kali kalimat cinta sudah kulontarkan hanya untuk kamu." Teriak Dikta dengan histeris.

Dari lantai bawah terdengar suara teriak-teriak dari lantai atas, tepat dikamar anaknya. Kedua orang tua itu langsung bergegas kelantai atas untuk menemui sumber keributan.

Tepat didepan kamar sang anak, kedua orang tua itu mendengar raungan anaknya yang sedang menyesali apa yang sedang dirasakan. Hati maminya ikut tergores. Siapa sangka? Kalau anak yang begitu penurut itu sedang merasa paling rapuh yang jarang diketahui banyak orang.

Laki-laki paruh baya itu mendekap tubuh sang istri yang sedang menangis. Mereka masih setia didepan kamar sang anak. Kini terlihat bahwa anaknya sedang membutuhkan mereka sebagai orang tua. Mata hati mereka sudah terbuka, mereka pikir kekayaan bisa mengubah segala kesedihan menjadi kebahagiaan. Tapi nyatanya tidak semua hal bisa dibeli dengan uang. Buktinya kebahagiaan sang anak ada di anak gadis yang terlahir sederhana itu. Mereka menyesalinya. Seharusnya ia tidak mengecam untuk tidak melakukan sebuah hubungan. Semua sudah terlanjur terjadi, nasi sudah jadi bubur. Waktu akan terus berjalan, dan tidak bisa memutarnya seperti dulu lagi. Saat ini yang mereka bisa rasakan hanya bisa menyesal.

Bukankah penyesalan hanya ada diakhir? Kalau diawal, bukankah itu yang dinamakan pendaftaran?
So, disini kita bisa ambil hikmah yang sedang kita jalani.

"Ini salahku, Pi." Ujar mami Dikta dengan rasa penuh penyesalan.

"Bukan salahmu aja, tapi ini salah kita berdua. Kita terlalu egois sampai tidak sadar kalau kita mempertaruhkan kebahagiaan anak kita sendiri." Jawab papi Dikta.

Sebenarnya Papi Dikta bisa saja membuka pintu kamar anaknya, ia masih punya kunci cadangan. Tapi lagi-lagi ia membiarkan putranya itu mengeluarkan segala unek-uneknya agar terasa lebih lega.

Didalam kamar itu masih ada seseorang yang sedang meracau tidak jelas. Dengan menyebut nama gadis yang sudah mengalihkan dunianya.

"Bilang padaku gimana caranya supaya kita bisa sama sama lagi? Aku menyayangimu, bahkan lebih dari diriku sendiri. Aku mencintaimu, salahkah aku bila terlalu takut untuk kehilanganmu?! Bilang padaku bagaimana caranya supaya kita bisa menghancurkan dinding tembok yang berdiri kokoh itu?!" Lalu botol beling yang isinya sudah diminum laki-laki itu sudah melayang mengenai lantai. Suara pecahan dari botol kaca membuat kedua orang tua itu menjadi panik. Pasti anaknya itu dalam keadaan tidak sadar atau bisa jadi sudah melakukan tindakan yang tanpa di duga-duga.

"Dikta buka pintunya, Nak. Papi mau bicara sama kamu,"

"Gak ada yang perlu dibicarain lagi, Pi. Wanita yang aku sayang selain mami dan Dinar sudah pergi meninggalkanku. Tidak ada gunanya lagi aku bertahan hidup, bukankah hidup hanya tentang materi? Semua begitu mudah bila ada uang, tapi cinta tidak bisa dibeli dengan uang. Berapa pun nominalnya, cinta tidak akan pernah menerima itu." Dikta terkapar diatas lantai dengan mata yang sudah terpejam. Barang kali minuman berakohol itu dapat menghilangkan rasa sakit dihatinya.

Mau sekeras apapun untuk melupakannya, kalau kita tidak bisa mengikhlas kan kepergiannya, maka itu yang terjadi ; terasa sakit tapi tidak berdarah.

******

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment.

Happy reading♡

Langit & Bintang [END]Where stories live. Discover now