chapter 14 : aku menjauh

377 24 2
                                    

Sudah seminggu belakangan ini Dikta tidak melihat keberadaan Kala. Kalau pun ketemu itu juga tidak sengaja. Dan sikapnya itu yang membuat Dikta tidak mengerti. Ini pasti ada masalah yang pastinya Dikta tidak tahu.

"Kala," Riri menyenggol lengan Kala yang sedang sibuk membaca buku komik. "Kenapa?"

Riri memberi kode dengan berupa pandangan yang membuat Kala tidak mengerti. "Lo kenapa sih? Gak usah kode-kode deh."

"Ada Dikta didepan kelas," Kala terkejut.

Untuk apa Dikta menemui dirinya dikelas?

"Mungkin dia lagi perlu sama yang lain, bukan sama gue juga,"

Riri menghela nafas sabar. Riri tahu masalah yang Kala alami saat ini. "Mana mungkin dia mau ketemu sama yang lain kalau bukan lo, lo itu kan pacarnya ya jelas mau ketemu sama lo... kasihan tuh dia udah mau nyamperin kekelas," dalam hati Riri sangat berharap kalau Kala mau diajak kompromi. Untuk kali ini, semoga sahabatnya itu bisa memberikan kesempatan pada hubungannya.

Kala bungkam.

Bahkan ia masih sempatnya melanjutkan membaca komiknya yang sempat tertunda karena ulah Riri. Tanpa berniat untuk mau menemui Dikta yang sudah berada didepan kelasnya.

"Masuk aja Dikta," teriak Riri. Kala yang mendengarnya hanya memberikan tatapan tajam kearah Riri.

Kemudian Dikta melangkah masuk kedalam kelas Kala. Langkahnya berhenti tepat didepan Kala. Jantungnya terus berdegub begitu kencang. Sedangkan Riri sudah berada diluar kelas, seakan paham kalau mereka butuh waktu.

"Kamu lagi sibuk banget, ya?" Tanya Dikta dengan sangat hati-hati.

Kala masih fokus pada komiknya yang berhasil menutupi wajahnya dengan buku. "Kala," Dikta masih mencoba untuk mengajak ngobrol Kala.

Dikta menutup buku komik Kala kemudian tangannya memegang dagu Kala agar bisa menatap matanya. "Apa?" Jawab Kala dengan ketus.

"Akhir-akhir ini sikap kamu mulai berubah. Kamu sering menjauh dariku. Kamu lagi ada masalah? Kalau pun ada kamu bisa cerita sama aku, siapa tahu aku bisa bantu." Pandangannya mulai melemah karena ia berhasil jujur terhadap kekasihnya. Dikta bertanya seperti itu karena memang ia peduli.

"Gak ada," tatapan Kala berpaling. Sungguh, Kala takut kalau ternyata yang ia ucapkan ternyata hanya kebohongan. Maka semakin sulit untuk menerima kenyataan kalau sebenarnya Kala memang tidak pantas untuk Dikta.

"Aku tahu kalau kamu lagi gak mau jujur sama aku. Aku ada salah sama kamu yang membuatmu terluka?"

Sama sekali gak ada. Batin Kala.

Kala hanya berani menjawab didalam hati saja. "Bukan gitu, Dik."

"Temenin aku makan, yuk!" Ajak Dikta.

Ingin rasanya Kala menjawab iya, tapi ia tidak bisa seperti dulu, keadaannya sudah berubah.

"Gak,"

Dahi Dikta mengerut. "Gak apa dulu nih?"

"Gak aja pokoknya,"

"Gak mau? Gak ada waktu? Atau gak bisa nolak?" Kala terkekeh. Pertahanan dinding yang ia buat untuk tidak terlalu dekat, sekejap bangunan itu runtuh kembali.

"Gak semuanya pokoknya. Gue sibuk!" Tukas Kala.

"Sayangnya aku gak terima penolakan," Dikta menggenggam tangan Kala menuju kantin. Masa bodoh kekasihnya itu memberi tatapan tajam kearahnya. Jarang-jarang ia bisa bertemu kekasihnya yang sedang berusaha untuk menjauhi dirinya.

Langit & Bintang [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon