ini kelima belas

29.6K 3.7K 293
                                    

"Mas Danu di mana?"

Aku menoleh mencari keberadaan Mas Danu pagi ini. Bu Dewinta yang sedang mengolesi roti panggangnya, mendongak. "Udah berangkat subuh."

Aku mengernyit. "Loh kok?"

"Ada kerjaan ke luar kota katanya," kata Bu Dewinta sembari memberikan roti yang sudah diberi selai itu ke piring kosong di hadapanku.

"Terus aku berangkatnya gimana?"

Mas Danu tuh mulutnya besar bangeeet. Kemarin janjinya mau anterin ke sekolah, karena yaah... motorku kan di bengkel. Pagi begini bahkan aku sudah bela-belain bangun dan berangkat lebih pagi ke sekolah! (Ini hari Jumat, teman. Jadi, tahu maksudku kan?) Ini malah ingkar janji.

"Males banget deh, masa naik angkot sih?" dumelku. Sebenarnya sih engga apa naik angkot, tapi nanti uang jajanku berkurang, apalagi aku harus bayar kas yang sudah nunggak tiga kali.

"Lah itu temen adek udah nungguin dari tadi?"

Aku mendongak. Alisku mengerut. "Siapa? Joan?"

Tapi, engga mungkin sih si Joan. Boro-boro ke sini pagi buat jemput, datang ke sekolah saja masih telat.

"Yang kemarin main ke sini. Siapa itu namanya? Bhadrun? Bhad... Bhad... siapa gitu, Ibu lupa."

What?

"YANG KEMARIN???"

Bu Dewinta sontak mengangkat kepalanya kaget mendengar teriakkanku. Beliau menangguk. "Tuh di luar. Diajak masuk engga mau."

Sedetik setelahnya aku berlari ke luar rumah, dan mendapati Bhadra Parasara di halaman rumahku! Apa ini? Kenapa dia ada di rumahku sepagian ini? Mau menjemputku? Aku bergegas mendekat. Mungkin karena mendengar suara langkahku yang menggebu-gebu, Para akhirnya mengangkat kepalanya yang tadi menunduk. Kulihat sepuntung rokok di bawah kakinya tergeletak.

"Pagi."

"Ngapain ke sini... lagi?"

"Jemput kamu."

Aku memincingkan bibirku ke atas. "Sorry ya. Gue dianter tuh sama Mas gue. Jadi, lo sia-sia banget. Mending berangkat deh sana."

Bohong banget pagi-pagi. Tapi biarlah.

Para menatapku lurus, sebelum mengerjapkan matanya. "Tapi tadi Mas kamu sudah berangkat."

Shit. Ini orang sudah berapa lama di sini sih? Sampai papasan dengan Mas Danu yang kata Bu Dewinta tadi pergi subuh. Aku menipiskan bibir menjadi garis lurus. Melarikan jariku membenahi poni, dan menyelipkannya ke belakang telinga dengan gerakan yang kubuat spektakuler. Para di depanku hanya menatap dalam diam.

"Ya terus? Angkot banyak tuh. Pergi aja deh lo. Jemput siapa kek. Fans lo, atau Nirisha sekalian."

"Aku maunya kamu."

Aku mengernyit jijik. Ini pagi-pagi alay banget deh.

"Ya, tapi..."

"Adek! Itu temennya ajakin masuk, suruh sarapan!"

Aku menoleh, dan mendapati Bu Dewinta di depan pintu menatap kami.

"Dia sudah sarapan, Bu!"

"Terima kasih, Bu."

Sialan. Aku mendelik pada Para yang sekarang mengabaikanku, dan berjalan dengan tanpa dosa masuk ke dalam rumah. Teman, kalau kalian tahu betapa tidak malunya seorang Bhadra Parasara, sini kuberitahu apa yang kemarin terjadi ketika dia dengan wajah temboknya minta untuk diundang ke rumahku.

to be young and in love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang