"Jungkook-ah cepat sedikit! Sejin hyung sudah datang."

Jungkook ingin menurut mengikuti omongan Jimin, namun perutnya berkata lain-masih ingin mendekam di bilik putih itu.

"Jungkook-ah!!!" Jimin berteriak nyalang. Memekakan telinga. Berharap Jungkook lebih cepat, sebab tak enak membiarkan manajer Sejin menunggu.

Asli, gak enak banget dikejar-kejar kek gitu, apalagi Jungkook sedang dalam proses pembersihan usus. Pastilah menjengkelkan. Kalian juga pasti tau itu. Jangankan diteriaki, tau ada orang yang nungguin depan pintu aja rasanya gak nyaman. Apalagi di uber-uber Jimin dengan suara melengking begitu.

Memaksakan diri buat menyudahi aktivitas mengedannya Jungkook lantas ingin mengakhiri sapuan pandang pada layar ponselnya dan bergegas sebelum jimin kembali berteriak nyalang. Namun, sebelum ia sempat melakukan itu semua, justru display persegi itu kembali menarik Jungkook tuk menilik secara seksama.

Seketika raut wajahnya berubah dengan pandangan memaku tatap pada layar ponsel. Keningnya mengkerut, sedang matanya menatap gamang. Tampak kaget juga khawatir. Detik berikutnya pria itu berubah cengo. Katup bibirnya otomatis terbuka. Terkejut akan sesuatu yang baru saja dilihatnya. Lantas meletakan ponselnya sesaat dan segera mengakhiri tugas panggilan alamnya.

Jungkook yang tadinya tampak begitu santai, berleha-leha seenak hati kini berubah. Pria itu nampak tergesa-gesa. Seolah diburu waktu. Jins hitam kepunyaannya dikenakan dalam waktu singkat. Lalu mengambil topi, kunci mobil, juga ponsel dan melenggang pergi keluar dari kamar.

"Jungkookah kau mau kemana?" seru Jimin kala Jungkook terlihat terburu-buru melewatinya. Tak ada koper maupun ransel, yang ada hanya kunci mobil di tangan Jungkook. Jelas jimin heran.

Lagi pula Jungkook mau kemana juga? Bukankah sebentar lagi waktu keberangkatan kereta mereka, dan juga manajer Sejin sudah siap untuk mengantar, lalu untuk apa dia mengambil kunci mobil?

Jungkook juga tak langsung menjawab. Membiarkan Jimin mengekorinya dengan tatapan bingung sebelum akhirnya ia menunduk tuk memakai sepatu lalu bangkit lagi menghadap Jimin yang senantiasa menunggu jawaban.

"Hyung, aku ada urusan mendadak," katanya melengos pergi tanpa memberi penjelasan lengkap.

***

Semilir hembusan angin menjadi teman Gina dalam mengisi aktivitasnya malam ini. Gadis itu sedang terduduk santai di depan minimarket berfasilitas cahaya tamaram yang membias dari dalam ruangan-berada tak jauh dari tempat tinggalnya. Matanya menerawang membelah langit malam. Tampak begitu banyak pikiran berkecamuk mengisi kepala, terutama perihal Jungkook.

Sungguh, Gina masih memikirkan sikap Jungkook yang berubah dingin terhadapnya seminggu ini.

Ini aneh.

Dan mengganggu.

Gadis itu terus bertanya-tanya dalam hati. Dirinya bimbang. Merasa kosong. Atau mungkin merasa kehilangan, entah. Pasalnya ia begitu dekat dengan Jungkook-biasanya pria itu selalu menelfon Gina untuk menanyakan sesuatu yang tidak begitu penting atau meminta gadis itu menerjemahkan kalimat bahasa Inggris yang tidak dipahaminya. Perlakuan Jungkook juga selalu baik, manis, gak pernah tuh ketus seperti sekarang, meski kadang suka dijahilin sih, namun Gina tak keberatan, gak bisa marah juga, soalnya dia sayang, dalam artian sayangnya seorang penggemar. Terlebih jantungnya masih suka bersorak ria sebagai respon atas perlakuan manis Jungkook itu, namun ia tahu pasti jantungnya seperti itu karena ia seorang ARMY, seorang penggemar.

Memang ada gitu penggemar yang gak kalang kabut kerja jantungnya ketika diberi perlakuan manis sama sang idola?

Enggaklah. Gina pun begitu.

Destiny With Bangtan (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang