01. Awal Mula

719K 44.4K 5.2K
                                    

"Awalnya kita hanya orang asing, kemudian dipertemukan oleh takdir untuk saling melengkapi satu sama lain. Dan ku harap semoga semesta tak bermain-main."

Humaira Azzahra

°
°
°

[BAGIAN SATU]


Seorang gadis cantik menuruni satu persatu tangga di rumahnya. Tubuhnya yang mungil sudah terbalut seragam SMA. Ia menghampiri sang bunda yang tengah menyiapkan sarapan.

"Selamat pagi, Bunda. Aira bangun kesiangan, maaf karena nggak sempat bantu bunda buat nyiapin sarapan."

Humaira Azzahra, biasa dipanggil Aira. Gadis cantik dengan hijab yang selalu melekat di kepalanya. Saat ini ia menginjak kelas 12 di SMA Angkasa. Bulu mata yang lentik, kulit putih bersih, bibir pink serta wajah yang mulus tanpa bekas jerawat, terkadang membuat beberapa gadis iri padanya.

Namun, ia selalu menekankan bahwa definisi cantik itu dilihat dari hati dan kelakuan. Bukan semata hanya dinilai dari wajah dan bentuk fisik.

Sudah terlalu banyak orang cantik, dunia ini membutuhkan orang ber-attitude baik.

"Gapapa, Sayang. Sarapannya udah jadi, ayo kita sarapan dulu," ucap Ainun, bunda Aira.

Aira mulai mengunyah roti berisi selai strawberry ditemani susu vanilla kesukaannya. Seperti ada yang kurang, ia celingukan mencari keberadaan seseorang. "Ayah mana, Bun?"

"Ayah lagi ada proyek di Surabaya."

Aira mengangguk paham, ayahnya memang orang yang super sibuk, wajar saja jika beliau jarang ada di rumah.

Setelah sarapannya habis, Aira beranjak dari sana seraya menggendong tas. "Yaudah kalo gitu Aira berangkat dulu takut kesiangan. Aira berangkat bareng pak Kardi aja, Bun. Assalamualaikum," pamit Aira mengecup punggung tangan Ainun.

"Hati-hati, Nak. Waalaikumsalam."

※※※

Viola menutup telinganya rapat-rapat, lagi dan lagi suara jeritan Bebby merusak konsentrasinya. Vio sendiri bingung, pita suara sahabatnya itu sebenarnya terbuat dari apa.

"Aaaaaa astaga akhirnya kita sekelas lagi!" pekik Beby saat melihat mading, ternyata dia dan ketiga sahabatnya ditempatkan di kelas yang sama.

"Biasa aja. Nggak usah pake teriak-teriak, Beb. Lebay banget lo."

Kia menggelengkan kepalanya. "Kita harus ngasih tau Aira nih. Mana, ya, dia? Kok jam segini tumben belum dateng."

Setelah cukup lama menunggu, gadis yang sedari tadi mereka tunggu akhirnya datang juga.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," jawab ketiga sahabatnya.

"Lo dari mana aja, Ra? Kita bertiga nungguin lo daritadi, tumben lo jam segini baru dateng."

"Maaf, ya, tadi mobilku mogok, mau nggak mau aku harus pesen ojek online dulu, nunggunya lama."

"Kita takutnya tadi lo kenapa-napa, soalnya tumben banget jam segini belum dateng. Syukurlah kalo lo gapapa," ujar Kia.

Aira tersenyum, "jadi kenapa kalian nungguin aku disini? Kok pada belum masuk kelas? Udah pada tau kelas masing-masing, kan?"

"Jadi Ra, kita—"

"EH LO TAU GAK SIH, RA? KITA BEREMPAT SEKELAS LAGI DONG YAAMPUN."

Sial. Belum sempat Vio menyelesaikan ucapannya. Bebby sudah terlebih dulu berteriak dikupingnya.

"Sialan lo, Beb. Sakit kuping gue," ucap Vio yang ia yakini 100% suara Bebby menggema hingga penjuru kota Jakarta.

"Wah yang bener? Bagus dong kalo kita berempat sekelas lagi."

"Yaudah mending sekarang kita masuk kelas terus atur bangku. Gue duduk sama Aira, Bebby duduk sama Viola, gimana?"

Vio menggeleng cepat. Tidak setuju dengan usulan Kia. "Gue nggak mau duduk sama Bebby, bisa jadi tuna rungu gue."

"Yaudah Vio duduk sama aku aja kalo gitu."

Kia memeluk lengan Aira, "jangan, Ra. Lo duduk sama gue aja. Gue nggak mau duduk sama Bebby."

"Yaudah iya, lo bertiga threesome aja sana. Gue nggak usah duduk, ngemper aja di lantai gapapa."

※※※

"Assalamualaikum, murid om Ragil," teriak Satria heboh.

Bastian terlonjak kaget, kemudian menggosok-gosokkan tangannya di luar kuping. "Satria goblok! Sakit kuping gue. Lo kalo ngomong nggak bisa pelan? Kebiasaan banget suka teriak-teriak, Sat."

"Alay, biasa aja dong."

"Bacot."

Tak menghiraukan kekesalan Bastian, Satria melirik bangku kosong milik seseorang. "Eh, si kutub es mana?"

"Mana gue tau, lo pikir gue emaknya?"

Satria menoyor pelan kepala Bastian. "Gue nggak nanya sama lo!" Matanya tertuju pada Keenan yang sedang asik bermain laptop di bangku belakang. "Raga mana, Nan?"

"Lagi ada urusan mungkin, lo berdua kayak nggak tau aja. Raga tuh orang sibuk." Keenan mematikan laptopnya, berjalan menghampiri Bastian dan Satria.

Kedua pria itu membulatkan bibirnya, kemudian bergumam, "oh."

"Enak banget jadi Raga, pasti sekarang dia lagi dikelilingi cewek-cewek cakep. Duh, jadi pengen tuker posisi, muka gue juga nggak kalah ganteng dari dia, cuma beda nasib doang. Iya nggak?" ujar Satria sombong, sambil menaik turunkan alisnya.

"ENGGAK! Mana ada cewek yang mau sama cowok modal bacot kayak lo. Raga mah jelas, ciwi-ciwi banyak yang ngantri. Lo apa kabar? Gue yakin para janda bohay di luar sana juga kaga mau jadi cewek lo, Sat!" damprat Bastian kesal.

Satria memajukan bibirnya. Berniat memasang ekspresi menggemaskan, namun sayang wajahnya lebih terlihat seperti bagong yang kelaparan.

"Kamu begitu jahat Roma! Ku menangis membayangkan... betapa kejamnya di—"

"Anjir anjir suara lo bagus banget, Sat. Kayaknya ada bakat terpendam nih," puji Keenan membuat kedua mata Satria berbinar.

Sudut bibirnya terangkat, "serius lo?"

"Yoi, saking bagusnya lebih baik dipendam aja bakatnya, bang Sat. Suara lo serek-serek becek, nggak enak didenger."

"Pfftttt." Bastian menahan tawa, tak kuasa melihat wajah Satria yang sudah berubah seperti anakonda karena menahan kesal.

"RAGA, TEMEN-TEMEN LO JAHAT SAMA GUE!" Satria menghentak-hentakkan kakinya. Berlalu dari sana sambil sesekali mengumpat.

※※※

Spam emoji 😛✌️🏻 dikolom ini yuk

RAGA: BADBOY IS A GOOD HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang