01.

13.4K 1.4K 215
                                    

Ada yang janggal pada dirinya. Lalisa Lucyandra Kenedi tak pernah merasa seaneh ini, sebagai seorang primadona sekolah, ia tentu sering bertemu dengan banyak lelaki tampan disekitarnya, namun tak ada satu pun wajah dari mereka yang berhasil membekas jelas diingatan Lisa.

Mungkinkah Lisa tertarik pada lelaki yang ia temui di Mall kemarin?

Ya, mungkin saja ia hanya merasa tertarik. Karena sangat mustahil bila ia dapat jatuh cinta pada lelaki itu hanya melalui hitungan detik. Lisa tak pernah percaya dengan namanya cinta pada pandangan pertama, karena pada dasarnya, ia adalah gadis yang susah untuk dibuat jatuh cinta.

Lisa tidak munafik, lelaki yang ia temui kemarin memang sangat mempesona untuk proporsi lelaki matang pada umumnya. Kulitnya putih bak porselen, tubuh tinggi nan jangkung, otot-otot yang tercetak jelas dari balik kemejanya. Dan jangan lupakan tentang wajah itu ... mata berwarna hitam kelam, hidung mancung, bibir yang tipis yang nampak merah alami, serta rahang tegas yang melengkapi kesempurnaannya.

Entah apa yang akan dilakukan Mamanya nanti jika sampai tahu bahwa Lisa malah tertarik pada pria yang sudah beristri, begini-begini juga Lisa memiliki akal sehat, rebut pacar orang boleh, rebut suami orang jangan.

Gadis berseragam SMA itu menghempaskan tasnya ke atas meja belajarnya, duduk disamping Yerin yang tengah asik bermain game diponselnya. "Rin," panggilnya, namun tak mendapat respon oleh Yerin, bermodalkan earphone ditelinganya, gadis itu nampak memaki seseorang diseberang sana.

"Eh, eh, bangsul! Golok mana golok? Woy, kalah 'kan gue! Kenapa gak ditolongin sih anjir!"

Lisa memundurkan wajahnya sembari mengusap dadanya pelan, semenjak masuk kedalam dunia game Yerin semakin lancar saja mengeluarkan kata-kata umpatan seperti itu, ya, meski awalnya Lisa sendiri yang mengajari Yerin mengumpat.

"Menurut lo, dapet jodoh om-om itu gimana?"

"Ya, tergantung sih. om-om nya ganteng gak? Kaya gak? Kalo dibawah standar sih gue milih mundur ya."

Lisa memutar bola matanya malas mendengar jawaban Yerin yang kelewat santai. Secara umum, memang kebanyakan wanita menyukai pria tampan dan kaya meski itu duda sekalipun, tapi tidak bisakah cewek itu tidak memandang fisik dan harta?

Cukup Lisa saja yang memandang fisik dan harta, Yerin jangan, sebab tidak pantas.

"Om-omnya ganteng, di liat dari cara berpakaiannya sih kayaknya sultan deh."

"Bagus dong, asal gak punya anak sama istri aja."

"Dia punya anak, gimana dong?"

Yerin meletakan ponselnya ke atas meja, menatap Lisa dengan sorot menyelidik membuat Lisa risih dan gelagapan sendiri karenanya. "Siapa Om-om yang lo suka itu?"

Nah kan, pantas saja perasaan Lisa tak enak.

"Om-om di sinetron yang gue nonton tadi malam," kilah Lisa berusaha menutupi kepanikannya.

"Semalam gak ada jadwalnya sinetron. Yang ada upin ipin, jangan bohong lo ya." tunjuk Yerin tepat didepan wajah Lisa.

Lisa menepuk jidatnya sendiri, ia lupa kalau Yerin adalah penonton sinetron garis keras, sulit pastinya untuk berbohong dengan mengatas namakan sinetron.

"Maksud gue tuh, sinetron yang semalamnya semalam lagi."

"Bilang aja kemarin malam, ribet banget bahasa lo, kayak hubungan gue bersama si dia."

Lisa menyengir sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Wait jangan bilang, lo lagi nargetin Om-om? Anak satu? Orang kaya lagi?" tanya Yerin bertubi-tubi. Lagi-lagi Lisa harus memundurkan wajahnya agar tak kecipratan kuah yang disemprot langsung dari Yerin. Yerin itu kalau terlanjur kepo bisa bahaya, ia akan mengorek-ngorek semua yang menurutnya perlu diketahui sampai ia berhasil mengetahui jawaban atas pertanyaannya. itu yang Lisa harus hindari.

Material Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang