11 • Contemplation

Start from the beginning
                                    

"Bagus berarti." Vira menekankan ucapannya.

"Iya, hanya workerholic akhir-akhir ini membuat kami was-was sebagai teman dan sahabat. Dan benar saja tumbang juga akhirnya di sini."

Tidak ada yang berbeda dengan pengakuan Hawwaiz padanya. Vira tersenyum dalam hati, Hawwaiz memang melakukan semua untuk bisa membuktikan janjinya kepada orang tua mereka. Revan masih bercerita, tapi tak berapa lama kemudian harus terhenti karena Hawwaiz terbangun dari tidurnya.

"Iz, bisa tumbang juga?" tanya Revan sesaat setelah berdiri dari tempat duduknya.

"Thanks sudah sempetin kemari, Rev."

"Bikin khawatir aja sih! Untung ada Vira yang menemani kamu. Sudah tahu di negeri orang pake sakit segala. Ngejar apaan sih kerja sebegitunya?"

Hawwaiz hanya bisa tersenyum kecut, mengejar apalagi kalau bukan demi wanita yang kini tengah berdiri di antara mereka.

Vira telah memberitahukan pesan dokter kepada Revan untuk membuat Hawwaiz tidak tertekan dengan apa pun sehingga percakapan mereka kali ini pun juga masuk dalam kategiri percakapan ringan. Beberapa tingkah yang dibuat Revan berhasil membuat Hawwaiz tertawa hingga suasana kembali menjadi cair sebelum akhirnya Hawwaiz bersuara yang membuat suasana menjadi dingin kembali.

"El, Revan sudah ada di sini. Sebaiknya kamu kembali di flat. Istirahat, besok harus bekerja kan? Kalau memang aku harus totaly bedrest, nanti aku minta ke dokter untuk bisa memindahkan ke Oxford saja supaya nggak terlalu merepotkanmu," kata Hawwaiz yang langsung mendapat persetujuan Revan.

Sejak kapan Vira menjadi repot karena keberadaan Hawwaiz? Bukankah selama ini justru Hawwaiz yang selalu repot mengurusi dan menjaganya. Memastikan Vira tidak kurang apa pun di London. Termasuk juga melindungi dirinya sampai akhirnya perasaan sombong itu datang lalu menantang adrenalin dan bodohnya Hawwaiz terpancing untuk melakukan lebih.

"Bi, aku—"

"Aku nggak apa-apa, kamu kembali saja ke flat. Nanti kita bicarakan setelah aku keluar dari rumah sakit. Ada Revan juga di sini."

"Tapi, Bi—" rengek Vira.

"Nurut ya, jangan jadi pembangkang. Cukup aku saja yang menyandang predikat itu, jangan kamu." Hawwaiz masih juga tertunduk, seolah membatasi pandangannya kepada Vira. "Go back, I will be okay later."

"Bilal ...."

Revan yang merasa bingung dengan apa yang keduanya bicarakan berniat untuk meninggalkan berdua supaya percakapan Hawwaiz dan Vira bisa leluasa. "Eh aku keluar saja ya?"

Tangan Hawwaiz lebih cepat menangkap lengan Revan dan memberikan isyarat untuk tetap tinggal.

"Trust me, please," kata Hawwaiz pada Vira.

Meski dengan perasaan berat akhirnya Vira berkata, "I'm willing to go home, but you have to promise to get well and do what the doctor says."

"I have," jawab Hawwaiz.

"Revan, please take care of Hawwaiz."

"Don't worry, I will and I will let you know later." Revan tersenyum mengantarkan kepergian Vira hingga dia menghilang di balik pintu.

Setelahnya Revan enggan bertanya pada Hawwaiz, tapi justru Hawwaiz yang merasa asing dengan sikap temannya itu. Sejak kapan dia bisa secuek bebek dan hilang rasa keponya.

"What's wrong with you?" tanya Hawwaiz.

"Me? Anything wrong?" Bukannya menjawab Revan justru bertanya balik kepada Hawwaiz.

AORTAWhere stories live. Discover now