17 • Mencoba Bicara

1.8K 166 35
                                    


AMARAH yang menguasai hati Vira masih meletup dengan sempurna. Dia masih tidak menyangka bahwa sponsor utama terjadinya lamaran Heffry di depan Hawwaiz adalah sang pipi. Bibir Vira masih melayangkan protesnya ketika wajah Arfan muncul di di samping Kania.

Ibu dua anak itu sedang menasihati putrinya, tapi Arfan memilih mengambil alih gawai sehingga komando beralih darinya. Namun, Vira justru ingin memutuskan sambungan video mereka.

"Mengapa menghindari Pipi kalau kamu tidak merasa bersalah?" tanya Arfan.

"Ini bukan masalah salah atau benar, Pi. Tapi mengapa Pipi harus memaksakan sesuatu yang sudah bisa dipastikan tidak bisa dilakukan?" jawab Vira.

"Sudah dipastikan?" Arfan menatap wajah putrinya tajam. "Ingat, Dik. Kita ini hanya manusia, bukan Tuhan yang bisa memastikan segala sesuatu bahkan sebelum kita dilahirkan ke dunia."

"Pi, please, Adik nggak suka dengan sikap Pipi yang ini," tolak Vira.

"Apa yang membuat kamu tidak suka? Apa Heffry bersikap tidak sopan sama kamu? Apa Heffry pernah merendahkan martabatmu sebagai wanita?" cecer Arfan.

"Stop it, Pi!" bantah Vira.

"Apa Heffry pernah mengambil sesuatu darimu sebelum menjadi haknya, Vira?!" Kemarahan Arfan meletup.

Jika sudah seperti ini, kesalahan terbesar pasti akan bertumpu pada kecelakaan malam itu bersama Hawwaiz. Dan di mata Arfan tidak ada orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu kecuali Hawwaiz. Padahal Vira telah berulang kali mengakui dialah sebagai penyebab Hawwaiz melakukan itu padanya.

"Kamu tahu pasti apa yang membuat Pipi tidak respect lagi pada sikap Hawwaiz. Om Ibnu dan Tante Qiyya akan selamanya menjadi besan Pipi dan Mimi karena Kak Aftab dan Ayya telah menikah, tapi kalian?" Arfan mendesah kasar.

Bibir Vira yang semula ingin menyangkal kini hanya menganga tanpa suara. Dia enggan berdebat dengan pipinya yang pasti akan berjuang pada pertengkaran tanpa adanya solusi.

"Adik tetap mencintai Hawwaiz, Pi."

Tak ada gading yang tak retak. Tidak ada kesempurnaan di dunia ini, jika mungkin itu ada cintanya pada Hawwaiz yang bisa dikatakan nyaris sempurna. Vira tidak ingin menggantikannya dengan lelaki mana pun andai orang tuanya tetap tidak memberikan restu.

"Cinta? Adik, cinta tidak selamanya indah," ejek Arfan layaknya sound viral di beberapa aplikasi media sosial.

"Pi, come on. I am in a serious mode now!" Vira memilih menantang tatapan tajam pipinya.

Dehaman Arfan mengembalikan suasana serius kembali.

"Sebenarnya hal menarik apa yang membuatmu tetap menatap laki-laki yang hampir merenggut mahkota yang sedari kecil Pipi jaga dengan tatapan memuja seperti itu?" tanya Arfan.

"Pi, demi Allah itu bukan salah Hawwaiz. Adik yang memulainya. Tolong Pipi jangan memutarbalikkan fakta," bela Vira.

"Dan Pipi harus percaya pada wanita yang memuja cinta sebelum halal?"

Pertanyaan retorik yang seketika membuat Vira bungkam. Bukan hanya sekali atau dua kali. Perdebatan tentang kecelakaan yang sesungguhnya membuat Vira menjadi malu itu tidak akan berakhir sampai di situ jika dia tidak berusaha menyudahinya.

"Sudahlah, Pi. Nggak akan ada habisnya kalau bahas itu." Vira mencoba untuk menghindarinya tapi Arfan justru tersenyum jumawa karena putrinya sudah terlihat frustasi menghadapinya.

"Bagus, kalau kamu ingin cepat selesai maka Pipi akan menyiapkan semuanya. Kamu dan Heffry hanya tinggal datang, duduk lalu kalian sah menjadi suami istri," jawab Arfan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 31, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AORTAWhere stories live. Discover now