14A • Try To be Strong

4.5K 664 89
                                    

🍬🍬 ------------------------------
believe that God created you for me to love. He picked you out from all the rest cause He knew I'd love you the best
------------------------------ 🍬🍬

-- happy reading --
مرنتىن نىاكار

DIADUK perasaan kecewa. Tak bisa dipungkiri rasa itu tiba-tiba datang dan menyapa. Meskipun sesungguhnya tahu bahwa roda kehidupan selalu berputar dengan sempurna. Hawwaiz masih belum beranjak dari tempatnya berdiri meski mobil yang ditumpangi oleh Arfan dan Vira sudah tidak lagi terlihat matanya.

Jika itu merupakan hukuman sekaligus tantangan, tentu saja Hawwaiz akan senang hati menerimanya. Namun, ketika semua terasa seolah menghempaskan Hawwaiz layaknya sepah yang harus dibuang, tentu saja hatinya tidak bisa menerima.

Hawwaiz memilih segera menuju ke hotel yang telah di pesannya. Melupakan rasa lapar yang mendera karena insiden yang tidak mengenakkan hatinya. Takdir seolah mengajaknya bercanda atau dia yang terlebih dulu memancing amarah semesta.

Andai dulu aku lebih mendengarkan apa kata Daddy, mungkin nggak akan pernah ada penyesalan seperti ini. Hawwaiz menghela napasnya dalam-dalam. Renungannya malam ini bukan hanya tentang masa depannya dengan Vira, tetapi juga hubungan keluarga mereka yang telah bersatu dengan pernikahan Aftab dan Ayya sebelumnya.

Hawwaiz menimbang gawainya, dia ingin bertanya kepada iparnya, tapi logika lebih menguasai otak cerdasnya. Aftab pasti sangat sibuk dengan persiapan sidang doktoral dan juga merawat kakaknya. Namun, saat semua terasa rumit, tiba-tiba gawai Hawwaiz bergetar dan nama Hanif membuat bibirnya tersungging untuk menampilkan senyuman meski sangat tipis.

"Gimana urusan dengan Ormond Hospital?" Hanif yang selalu perhatian kepada adik-adiknya tidak lupa mengontrol setiap kegiatan penting mereka.

"Baik, Mas. Hari ini harusnya sudah selesai tapi karena SDMnya nggak ada jadi besok pagi aku disuruh kembali ke sana lagi," jawab Hawwaiz.

"Lalu sekarang kamu di London apa di Oxford?"

"Capek juga kalau harus bolak balik London-Oxford, aku menginap di London."

Mendengar jawaban sang adik, seketika Hanif meminta perubahan panggilan video.

"Astagfirullah, Mas. Aku di hotel ini, sendirian. Nggak percaya amat sih!" seru Hawwaiz.

"Bukan begitu, tapi Mas memiliki tanggung jawab untuk memastikan." Hanif terlihat tersenyum tipis kepada Hawwaiz. "Matamu bengkak kenapa? Habis nangis?"

Hawwaiz berdeceh perlahan lalu tersenyum miring pada Hanif. Kalaupun dia harus menangis tentu saja tidak akan membaginya pada Hanif semudah ini.

"Jangan mengalihkan topiklah, Mas. I'm okay, What's wrong you calling me this early morning?"

Hanif tertawa mendengarnya. Adik kecilnya ini kalau mode serius mengalahkan dirinya. Di London memang masih menjelang tengah malam, tapi di Indonesia Hanif baru saja melaksanakan salat Subuh.

"Ada kalanya insting saudara itu jauh lebih peka dibandingkan dengan orang tua. What's wrong with you?" kata Hanif.

"Nothing," jawab Hawwaiz singkat.

Hanif tertawa lebar sesaat lalu mengernyitkan keningnya mulai serius. Pagi ini dia menelepon Hawwaiz karena mendapatkan kabar dari Ayya bahwa mertuanya sedang berada di London. Sedikit cerita dari adik perempuannya itu bahwa sang mertua datang dengan membawa misi mendekatkan Vira dengan atasannya.

"Dik, kamu beneran nggak apa-apa?" tanya Hanif.

Hawwaiz menyeringai heran. Tidak biasanya kakak sulung sedingin salju itu menatapnya sendu seperti yang dilakukannya pagi itu.

AORTAWhere stories live. Discover now