14. Gulungan Perkamen Merah

66 6 0
                                    

prompt 6. Kau menemukan perkamen dengan tulisan yang tidak kau mengerti di dalam brankas tuan Grissham saat hendak mencuri emasnya. Tuan Grissham tak terkejut saat memergokimu, tapi tiba-tiba muncul sosok tubuh tak berkepala di belakang tuan Grissham dan mencekiknya.

Rafliir

😱😱😱

Jantung Mercy terdengar begitu indah tatkala ia mendengar permintaan dariku. Permintaan yang tidak pernah sedikitpun terlintas dalam kepala pembantuku itu. Permintaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya. Permintaan untuk melakukan pencurian.

"Tapi kenapa harus saya, Nyonya Stella? Kenapa Anda meminta saya untuk mencuri? Saya hanyalah seorang pembantu di rumah ini!" tolak Mercy terkejut. Ia mematikan kompor yang ada dihadapannya lalu membalikkan tubuhnya. Fokusnya kini tertuju kepadaku.

Aku menatapnya penuh harap, lalu kembali membujuk pembantu itu. "Ayolah Mercy, kalung emas itu sangatlah berarti bagiku. Kau kan tahu, suamiku, Faber Grissham seperti apa. Jika ia berkata 'tidak', maka artinya mustahil. Ia tidak akan pernah mengizinkanku untuk mengenakan kalung yang berisi kenangan itu ... bahkan, melihat bentuknya saja pun aku pasti tidak diperbolehkan."

"Tapi, Nyonya–"

"Aku sudah bicara kepada Faber soal kalung emas ini, Mercy," potongku seolah mengetahui apa yang akan ia tanyakan. Aku meraih tangannya dan melanjutkan, "aku tahu jika ini hanya permintaan egoisku saja, tapi Mercy ... Aku hanya bisa mempercayakan hal ini hanya kepadamu. Tolong aku, ya?"

Aku terus membujuk pembantu itu dan terus menatapnya dengan penuh harap. Pembantu itu mulai kebingungan. Di satu sisi, ia merasa sangat senang karena aku, orang yang selama ini dilayani olehnya menaruh kepercayaan kepadanya. Namun, di sisi lain, aku tahu jika ia merasa sangat terbebani karena hal yang diinginkan olehku sangat bertolak belakang dengan kepribadiannya yang jujur dan selalu menepati janjinya.

Wanita yang ada dihadapanku itu sedang berpikir keras. Aku tahu itu dari raut wajah yang tidak bisa disembunyikan olehnya. Ia sedang berpikir apakah ia harus membantuku atau menolak permintaanku.

Aku melepaskan tangannya, mengambil sebuah kertas yang berisi urutan angka dari saku, lalu memberikannya. "Mercy, dengarkan aku baik-baik. Ini adalah sandi dari brankas milik suamiku. Datanglah ke kamar nanti sore, aku akan memberitahu dimana brankas itu berada. Saat kau mulai mencuri, aku akan melindungimu dengan mengalihkan perhatian Faber dan yang lainnya. Percayalah kepadaku."

Ia mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku kemudian pergi meninggalkannya sendirian dan menunggu waktu matahari akan tenggelam di dalam kamarku.

***

Hanya dengan mengatakan kata "percaya" kepadanya, orang baik akan terbuai dan siap untuk dimanfaatkan, meskipun hatinya enggan.

Mercy datang kehadapanku sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Wajahnya sedikit murung. Mungkin saja itu karena ia telah berdebat dengan dirinya sendiri. Tidak ada yang tahu apa yang telah dilakukan wanita itu.

"Nyonya, saya memutuskan untuk percaya kepada Anda," ucap Mercy.

Aku mengangguk, menyambar tangannya, lalu tersenyum kepadanya sebagai tanda terimakasih. Wanita itu tersenyum simpul.

Aku mengambil sebuah kunci emas dari laci kabinet lalu berjalan menuju perapian. Aku meraba-raba bagian sisi kiri perapian itu, memasukan kunci kedalam lubang yang kutemukan, lalu memutarnya. Sebuah lencana berbentuk segilima kemudian terjatuh dari sisi kanan perapian. Aku mengambil lencana itu, melempar kunci emas yang telah kugunakan tadi ke luar, lalu memberikan lencananyanya kepada Mercy.

"Selama saya bekerja di sini, saya baru tahu ada hal yang seperti itu," ucap Mercy dengan mulut yang sedikit menganga, takjub.

"Rumah ini sangat penuh dengan teka-teki, Mercy," aku menepuk pundak Mercy, "Sekarang, pergilah ke gudang. Carilah sebuah lubang yang sama dengan bentuk lencana itu di dekat tumpukan karung tepung lalu masukan lencananya. Katakan 'aku adalah seorang perwakilan merah' sebanyak dua kali di hadapan lencana itu. Tembok yang ada di kanan lencana itu akan bergeser dan membuka jalan menuju ke ruang bawah tanah. Di situlah brankas itu berada."

"Baik, Nyonya," ucap Mercy. Ia kemudian pergi dan melaksanakan apa yang aku perintahkan.

***

Memanfaatkan kepanikan, memudahkanmu untuk memanfaatkannya.

Aku berlari menuju ruang kerja suamiku, menggebrak pintu dengan sekuat tenaga, menciptakan sebuah kesan, kemudian menggebrak mejanya dengan kencang. Fokus Faber Grissham yang terlihat sedang menandatangani tumpukan kertas kini tertuju padaku.

"Faber, gawat! Kau dalam bahaya!" seruku.

Faber dengan sigap mendekatiku, merangkulku, lalu mencium keningku. "Tenangkan dirimu, sayang. Setelah itu, ceritakan apa yang terjadi," ucapnya lembut.

Aku mengatur napas, dan berusaha terlihat menenangkan diri sejenak dalam dekapannya. "Kunci ... kunci emas itu hilang Faber ... kau harus cepat menemukannya. Aku memiliki firasat buruk. Bagaimana jika seseorang tahu tempat itu lalu membuka gulungan mer-"

Pria itu melepaskan pelukannya lalu pergi sebelum aku menyelesaikan kalimat. Wajahnya berubah menjadi pucat. Ia berlari menuju gudang, atau lebih tepatnya menuju ruang bawah tanah tempat brankas itu berada. Rencanaku berjalan dengan sempurna. Tanpa sadar, sebuah senyum timbul diwajahku.

***

Pertemuan mereka dengannya adalah waktuku untuk memanen apa yang kusemai.

Mercy berjalan di lorong gelap sembari menjinjing sebuah lentera ditangan kirinya. Bulu kuduknya berdiri. Entah karena angin dingin yang muncul dari segala arah atau karena kegelapan yang membuatnya takut. Mercy sangat ingin kembali. Namun, sudah sangat terlambat beginya memutuskan hal itu.

Lima belas menit berlalu begitu lambat baginya. Saat ia melihat remang cahaya menerobos tembok batu di akhir lorong yang buntu, hatinya sedikit lega. Wanita itu menghampiri cahaya, mendorongnya tembok rapuh yang menghalanginya, dan menemukan sebuah altar kecil setelah tembok yang didorongnya runtuh. Dua buah lilin berdiri tegak di samping altar. Dan juga, hal yang Mercy cari ada di atas altar tersebut.

Wanita itu menghela napas. "Setelah membuka brankas itu dan mengambil kalung emas yang diinginkan Nyonya, dan urusanku selesai," gumamnya.

Mercy mengambil kertas berisi kode dari sakunya, menyelaraskan urutan angka itu pada kunci kombinasi brankas. Dan voila, Brankaspun terbuka. Ada beberapa emas batangan, sebuah kalung emas, dan gulungan perkamen berwarna merah. Mercy menyambar kalung emas itu kemudian mengantonginya. Fokus Mercy kini tertuju pada gulungan perkamen merah.

Ia mengambil gulungan perkamen itu. "Mungkin tidak apa jika aku mengintip sedikit isinya."

Wanita itu membukanya dan mendapati tulisan-tulisan aneh yang tidak dimengerti olehnya. Di waktu yang sama, Faber Grissham tiba di tempat pembantunya itu berada dengan napas tersenggal. Mercy terkejut karena tuannya, ia tidak bisa mengatakan apapun.

"Sepertinya aku datang terlambat .... Aku bersykur karena itu kau, Mercy," ucap Faber tersenyum.

Sesosok Dullahan, bayangan hitam tanpa kepala tiba-tiba muncul dari belakang Faber dan mencekiknya. Faber tidak melawan dan membiarkan dirinya dicekik oleh sosok itu. Ia mengetahui jika ajalnya telah tiba.

Mercy syok setelah menyaksikan semua hal itu. Ia syok setelah menyaksikan saat-saat terakhir tuannya yang mengenaskan. Ia syok setelah menyaksikan sosok tanpa kepala yang telah membunuh tuannya itu menghilang dalam kegelapan. Ia syok karena ia tidak bisa melakukan hal apapun untuk melindungi tuannya.

Sekarang, wanita itu tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap dirinya kemudian.

***

WIA October Fest 2020Where stories live. Discover now