Bagian 13

108 50 67
                                    

SELAMAT MEMBACA


Suara ketukan pintu milik Alam semakin mengeras. Alam tak kunjung membuka pintu itu. Ia memilih membaringkan tubuhnya. Seseorang yang sejak tadi mengetuk pintu itupun menghentikan aktivitasnya. Lelah karena pintu yang ada dihadapannya itu tak kunjung dibuka oleh pemiliknya.

"Lam, lo di dalem?" tanya seseorang yang ada dibalik pintu berwarna putih itu. Alam yang mendengarnya memutar bola matanya malas tanpa mengubah posisinya.

"Lam, lo ada di dalem kagak sih?!" tanya seseorang itu dengan sedikit menaikkan suaranya. Alam langsung saja mengubah posisinya dan menatap tajam pintu itu.

"Ada apa?!" tanya Alam sedikit berteriak.

"Keluar dulu!" ucap seseorang itu masih dengan suara yang sedikit ia naikkan.

Alam langsung saja bangkit kemudian berjalan menuju pintu. Alam membuka pintu kamarnya dengan rasa kesalnya. Pintu terbuka dengan menampilkan seseorang yang beberapa hari lalu ia kenal. Alam menatapnya tajam tanpa mengubah raut wajahnya. Sedangkan yang ditatap diam dengan kedua tangannya ia lipat di depan dada.

"Ada apa?" tanya Alam sambil menyenderkan tubuhnya di pintu.

"Lo disuruh makan sama bunda lo," jawab Ahsa.

"Lo apa bunda gue?" tanya Alam dengan sebelah alis matanya ia naikkan.

"Bunda lo."

"Kirain lo yang nyuruh gue makan," sahut Alam sambil menegakkan kembali tubuhnya.

"Jadi orang jangan kepedean deh," ucap Ahsa dengan rasa kesalnya.

"Siapa juga yang kepedean?"

"Lo lah, masa tukang cilok yang ada di depan sekolah sih."

"Siapa? Gue nggak denger. Lo kalau ngomong tuh yang jelas," Alam menempelkan tangannya di telinga kanannya.

"Lo yang kepedean!" jawab Ahsa dengan suara yang ia naikkan.

"Apa? Gue ganteng banget," Ahsa yang mendengar ucapan Alam memutar bola matanya—jengah dengan kelakuan Alam. Sedangkan Alam, menahan senyumnya agar tak terlihat oleh Ahsa.

"Kuping lo bener-bener bermasalah deh, coba periksa." Ucap Ahsa sambil menunjuk Alam dengan jarinya.

"Nggak perlu, kuping gue alhamdulilah sehat wa'afiat." Sahut Alam masih dengan posisinya.

"Serah lo!" ucap Ahsa kemudian melangkahkan kakinya menuju meja makan dengan kesalnya.

Alam yang melihat itu, menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman yang jarang ia tampakkan. Sadar akan hal itu, Alam langsung saja mengubah raut wajahnya. Alam segera berjalan menuju meja makan dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya.

Setibanya di meja makan, Alam menarik kursi kosong tepat di samping Ahsa. Ahsa hanya meliriknya sekilas tanpa berniat membuka mulutnya. Bunda Hanum yang ada di hadapan Alam memicingkan matanya—curiga dengan kelakuan dua remaja beda gender itu.

"Kalian kenapa kok diem-dieman? Biasanya juga adu mulut," tanya bunda penasaran. Mereka hanya melirik satu sama lain, tak berniat menjawab pertanyaan bunda. Tak kunjung mendapat jawaban dari mereka, bunda kembali melontarkan pertanyaan.

"Kok nggak dijawab? Kalian ada masalah?" tanya bunda dengan kedua tangannya ia silangkan di atas meja.

"Nggak ada masalah kok Bun," jawab Alam dengan santainya. Sedangkan Ahsa, tetap dalam diamnya dan sesekali melirik seseorang yang duduk di sampingnya. Tak lupa dengan segala umpatan yang ia ucapkan dalam hatinya.

2AWhere stories live. Discover now