21. Grapple

65 18 6
                                    

grap·ple
/ˈɡrapəl/

(n.) an act of grappling.

*****

"Kak Jay sudah bosan hidup?"

Sejamang, Lamia pada akhirnya mengutarakan sebuah pertanyaan itu. Menghapus semua ekspresi ramah pun ceria yang biasa ia tonjolkan. Wajah dengan ekspresi datar dan tatapan yang kian menajam itu diarahkan kepada Jay. Seolah bisa saja menusuk dan menembus kepala pria itu jika ditatapnya lama-lama.

Hatinya berdenyut nyeri. Tentu saja. Menurutmu apalagi yang bisa kau lakukan saat lelaki yang kau sukai menolakmu secara terang-terangan dan berkata bahwa kau tidak cukup baik lantaran gadis yang sudah lebih dulu menempati hatinya merupakan gadis dengan sejuta pesonanya yang sesekali bisa membuat iri Lamia.

Memang dasar manusia dengan sikap suka membanding yang tinggi. Setelah satu nama itu terucap dari belah bibir Jay, Lamia sekejap langsung mengingat betapa banyaknya kelebihan yang Ryu miliki. Otaknya dengan kinerja yang cepat dan gesit seolah langsung membentuk dua tabel dengan semua pembanding antara Ryu dan Lamia.

Kendati begitu. Sekalipun dalam hati berdenyut nyeri luar biasa, amarah dan cemburu yang membakar dada, serta kekesalan akan banyaknya milik Ryu yang tidak ia miliki, Lamia cepat-cepat mengembalikan ekspresi wajahnya seperti semula.

Kenapa orang yang kusuka harus menyukai orang terdekatku?

Tidak setelah ia mengalami dua kali kegagalan karena Sarah. Sudah cukup dua lelaki yang ia relakan, Lamia tidak akan membiarkan yang satu ini juga lepas dari genggamannya. Lamia tidak akan membiarkan sesuatu yang dia klaim sebagai miliknya itu dimiliki oleh orang lain.

Jay harus menjadi miliknya. Harus.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

Lamia mendecih, "Dia pacar sahabat Kakak sendiri. Di antara semua orang kenapa harus Kak Ryu? Kak Jay nggak mikirin perasaan Kak Hobi?"

"Kamu pikir apa yang aku lakukan selama ini? Aku nggak sejahat itu untuk buat persahabatanku sendiri rusak," ucap Jay sedikit tidak terima.

"Oh, jadi Kak Ryu nggak tahu kalau Kakak suka sama dia? Bagus, deh," satu sudut bibir Lamia tertarik, "asal Kakak tahu saja, aku sama sekali nggak peduli dengan fakta ini."

Jay menghela, "Masih nggak mempan juga pakai cara ini? Sebenarnya kepalamu terbuat dari apa, sih? Batu?" sahutnya kesal.

Lamia mengedikkan bahu, "Biar pun itu Kak Ryu, Lamia masih tetap nggak peduli. Kakak kira La bakalan nyerah gitu aja?" mengeluarkan tawa remehnya, lantas Lamia melanjut, "nggak sama sekali."

Badan gadis itu mulai tercondong, "La nggak akan biarin apa yang bakalan jadi milik La itu direbut orang lain begitu saja. Tambahan, Kakak nggak mungkin bisa dapatin Kak Ryu. Karena Kak Hobi nggak bakalan biarin itu terjadi, dan Lamia ... nggak akan pernah buka celah sedikit pun untuk itu."

Jay menghembuskan napas frustasi, "Hidupku nggak semudah itu, Lamia. Kamu tahu sendiri bagaimana buruknya aku di hadapan orang-orang. Jangankan untuk mengurus kamu dan menjalin hubungan, menyelesaikan masalah-masalah di hidupku saja aku tidak bisa. Dan lagi ... kamu nggak bisa seenaknya maksa hatiku buat suka sama kamu."

"Kak," Lamia mulai mengubah nada bicaranya sedikit lembut, "mungkin Kak Jay bisa bilang Lamia sekarang egois atau apapun itu. namun satu hal yang pasti, Lamia nggak akan lepas Kakak begitu saja. Apapun alasannya. Kalau yang Kak Jay pikirkan adalah bagaimana Lamia menanggapi semua omong kosong yang orang lain katakan atau kehidupan Kak Jay yang rumit, maka jangan khawatir. Sejak dulu ... Lamia sudah bisa menerimanya."

Reasons  [END]✔️Where stories live. Discover now