13. Exigent

72 18 10
                                    

ex·i·gent
/ˈekzəjənt/

(adj.) pressing; demanding.

*****

Barangkali saja Lamia harus menggunakan cara yang sama setiap kali Jay menolak untuk pergi bersama dengannya. Setidaknya, cara tadi tidak terlalu buruk. Sekalipun ia bisa melihat kekesalan yang ditampakkan secara jelas itu di wajah Jay. Pemuda itu melakukan aksi membuang muka dengan wajah tertekuk. Berjalan gontai seperti tidak memiliki semangat hidup. Menjawab sekenanya setiap kali diajak bicara.

Namun itu semua sudah cukup, setidaknya untuk saat ini. Lamia benar-benar bahagia. Senyum secerah matahari dan langkah kaki ringan dengan dengan segenap rasa riang seolah tertinggal di setiap langkahnya. Ingatannya berusaha keras mematri dengan apik hal yang ia lalui dengan Jay kali ini. Tidak. Lamia tentunya tidak akan mau untuk melupakan saat-saat indah dan romantis seperti saat ini.

Sekalipun mungkin hanya Lamia satu-satunya orang yang menganggap demikian. Tidak masalah.

"Harus bergandengan seperti ini, ya?"

Seolah tidak mau membuat Lamia tenang bahkan sehari saja, Jay kembali melayangkan protesnya.

"Hm?" Lamia menoleh sejenak saat merasa terpanggil. Jay menatapnya dengan tak nyaman, meskipun dia memang selalu terlihat tidak nyaman saat sedang bersama Lamia, "iya, dong. Nanti Kak Jay kabur. La ditinggal. Nanti kalau La diculik gimana?"

Jay merotasikan matanya, "Kamu udah besar. Nggak bakalan ada yang nyulik."

"Justru itu," Lamia tak mau kalah, "justru karena La sudah besar. Itu resikonya lebih besar. Jaman sekarang ini semua orang rentan kena penculikan."

"Yang ada penculiknya sudah takut duluan sama cewek bar-bar macam kamu."

Lamia tertawa kecil, tidak menanggapi lebih jauh ucapan Jay barusan. Perempuan itu nampaknya lebih memilih untuk berjalan berdampingan dengan tangan mereka saling bertautan dan biarkan saja keheningan menyapa seiring dengan hembusan angin yang singgah sesaat di wajah keduanya. Terdengar nyaman tapi sekalius menenangkan.

Tidak. Lebih tepatnya adalah tangan Lamia yang tidak lepas dari tangan Jay. Sedang lelaki itu tampaknya pasrah-pasrah saja saat Lamia terus mencengram erat dan menautkan setiap jemari mereka.

Satu tangan Jay yang bebas digunakan untuk menggeret sepedanya di sisi kanan. Menuruti pesan sang tuan putri lantaran berjaga-jaga siapa tahu mereka berjalan terlalu jauh sampai lupa waktu, jadi saat pulang tidak perlu lelah karena harus kembali berjalan kaki.

Padahal, sih memang modusnya Lamia saja yang ingin terus-terusan berdua dengan Jay.

"Kak Jay jujur, deh. La itu cewek pertama yang dekat-dekat sama Kakak, kan?"

Jay menarik satu sudut bibirnya, "Percaya diri sekali sampai bilang seperti itu."

"Masa, sih, bukan? Memangnya ada cewek pertama?"

"Hm. Ada," jawab Jay.

Lamia menghentikan langkahnya. Kepalanya mendongak pada Jay, "Siapa? Dia cantik, nggak?" sebersit rasa cemburu mulai merambati hatinya.

Jay tersenyum tipis, "Cantik. Cantik sekali."

Lamia merengut kesal, "Ish! Kak Jay bohong, kan?! Pasti sengaja supaya La nggak bisa dekat-dekat sama Kakak. La kasih tahu, ya. Itu semua nggak mempan. La maunya sama Kakak, dan Kak Jay harus mau sama La. Titik!"

Reasons  [END]✔️Where stories live. Discover now