Eight

4.4K 854 73
                                    

"Won..woo-ya."

"Hm?"

"B-bagaima..na rrasanya..me-n-nikah?"

Yang ditanya seketika mengerutkan kening. Bingung akan arah pembicaraan mereka di tengah perjalanan menuju pasar seperti sekarang.

"Biasa saja."

"K-kenapa bi-asa s..s..saja?
Ti-tidakkah kkalian.. g-gugup? T-takut at-au.."

"Takut apa?
Kita sudah pasti jodoh. Tidak perlu takut akan apapun."

"........"

"Kau tau konsekuensi makhluk seperti kita kalau selingkuh dari jodoh, kan? Kutukan. Penyakit tak ada obat. Atau mati. Jadi yaa aku bersyukur setidaknya kita sudah jelas-"

"K-kamu, Won.
Bu-bukan ki-ta.
Hehe."

Oh, benar.

Seungkwan akui ia terlalu nekat. Sepakat menikah muda.

Yang ia pikirkan tadinya hanya takut akan masa depan dimana masalah rumah tangga terkesan rumit apalagi kalau punya keturunan.

Tapi sekarang ketakutannya kian bertambah.

Mereka belum tentu seperti Wonwoo dan Mingyu.

Jadi pasti ada peluang dimana salah satu di antara mereka nanti akan bertemu jodoh masing-masing yang berhasil menarik warna bulan keluar di saat purnama. Lalu saling bertukar dalam hitungan detik.

'Bagaimana kalau.. setelah menikah.. Vernon.. bertemu jodohnya.. lalu.. meninggalkan.. Kwanie..??'

Benaknya tak bisa lagi ditahan untuk berprasangka buruk.

Sepanjang hari cemas mengkhawatirkan nasib hubungan.
Perasaan kacau enggan menghilang bahkan ketika malam tiba.
Berujung pada dirinya yang mendapat dorongan untuk menghubungi Vernon hanya untuk pertanyaan bodoh seperti ini.

Sayang ia terlebih dahulu ditelepon daripada menelepon.

Makanya kaget setengah mati dan refleks menekan tombol jawab.

"Yah. Kau belum tidur?"

"..belum."

"Bagus.
Keluar, sekarang. Ayo jalan-jalan."

Ah, sial.

Kalau begini caranya, ia tidak akan bisa bersikap baik-baik saja di hadapan orang yang bersangkutan.

"Mwoya? Kenapa tidak pakai jaket?"

"Tidak terlalu dingin."

"Masuk lagi sana. Ambil jaket."

"Shireo..
Ayo jalan."

"..wae?
Kau butuh bicara?"

Kan.

Dia itu seperti cenayang yang mudah membaca isi pikiran Seungkwan.

Tapi entah kenapa Seungkwan justru sulit sekali membaca apa yang Vernon pikirkan.

"Sambil jalan saja bicaranya."

"O...kay."

Bohong.

Anak itu tidak bicara sama sekali.

Bahkan ia tidak tau kemana langkah membawanya sekarang.

Vernon hanya diam menemani. Tiga puluh menit batas sabar nan lelah makanya mau tak mau merangkul si kecil dan memimpin jalan ke kedai makanan terdekat.

Sedikit menumpang hangat, niatnya. Apalagi sambil disajikan ramen di depan mata.

"Ish Kwanie kalau makan malam nanti pakaian pernikahannya tidak akan muat.."

✓The Moon [VerKwan BxB]Where stories live. Discover now