Four

5.3K 960 116
                                    

"Bononie lulus sekolah, mau apa?"

"Kerja."

"..aku kira kamu mau kuliah seperti yang lain."

"No. Aku punya tujuan hidup sendiri."

"Apa? Jadi pebisnis, gitu?"

"Jadi suami kamu."

Padahal jawaban singkat tersebut mengalir tanpa momen yang indah. Tidak ada tempat romantis seperti di animasi yang mana daun musim gugur bertebaran, atau senja menyingsing di antara keduanya, makan malam mewah, dan lain-lain.

Hanya Seungkwan yang tengah mengikat sepatu di tangga gedung sekolah dan Vernon yang bersidekap di tembok sebelah kekasihnya.

Memang masa belajar mereka akan selesai dalam hitungan hari. Wajar kalau memikirkan masa depan sudah dimulai dari detik ini.

Tapi.. menikah?

Seungkwan belum pernah punya bayangan sampai ke sana.

"Kau yakin?"

"Hm.
Malah sebenarnya, aku ingin langsung berkeluarga saat lulus sekolah.
Tapi rumah tangga kan butuh uang. Butuh-"

"Bononie.."

"Apa?"

"Aaaaaaa aku deg-degan, eotteohke?
Seperti mau mati rasanya.."

"Dih? Berlebihan sekali.
Padahal baru rencana. Belum terbukti jelas."

"Aniya.
Bononie tidak pernah bicara omong kosong. Kwanie percaya, makanya Kwanie-

Nnnggggg mau nangiiiss!"

"..bodoh ya?"

--

Lost contact harusnya sudah bisa diprediksi sejak perpisahan di sekolah menengah mereka. Memang sesekali Vernon akan memberi kabar, hanya sebatas bicara kalau dirinya sibuk.

Entah apa yang dikerjakannya. Yang pasti, bukan hak Seungkwan untuk menggali lebih dalam karena status mereka hanya sebatas kekasih.

Jadi dari pada gelisah, uri Boo lebih suka seperti ini. Membantu orang tuanya karena ia terlampau senggang.

"Kamu bisa bawanya?
Nanti sampai bukit, tidak ada mobil loh."

"G-gwaenchana~
A-appa s-s-saja bi-sa, mm..masa K-kwanie t-tidak."

"Dulu kamu sering ngeluh kalau menemani appa naik bukit.
Sekarang ditambah bawa beban begini, eomma takut kamu nangis."

"Kkkk a-aniyaa.."

'appa, ayo jalan.'

Gerak tangan isyarat dari sang anak dihadiahi anggukan oleh pria dewasa berpakaian tradisional di belakang. Mereka terdiam selama perjalanan menggunakan angkutan umum. Tidak memedulikan belasan pasang mata yang memandang aneh. Bahkan cibiran yang sempat terdengar ke telinga.

"Pasti mau ke sana."

"Memalukan sekali."

"Demi apa, di jaman sekarang masih percaya legenda? Heol."

"Pfftt pakaian kuno. Pikiran kuno. Dan apa itu yang dibawa mereka? Seserahan? Debu angkasa? Ahahahha."

Terlalu berlebihan.

Padahal Seungkwan hanya memeluk air di wadah tertutup yang berukuran kecil. Ayahnya juga cuma membawa alat berdoa seperti dupa dan sebagainya.

Orang-orang ini terlalu banyak menilai dan ikut campur, padahal bukan urusan mereka.

✓The Moon [VerKwan BxB]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt