Six

4.8K 921 97
                                    

Riak air di sungai tempatnya berkaca membuat Vernon sekali lagi menautkan alis tanda bingung. Cahaya bulan jelas cukup terang untuk membuat anak itu sadar kalau tidak ada perubahan dengan wajahnya.

Lalu kenapa sang bunda bicara seakan telah menyaksikan fakta?

Dan lagi, seingatnya juga warna anak tadi yang ia temui sama sekali tak berbeda.

"Jangan-jangan bohong ya?"

"Bunda dengar loh, Vernonie."

Sahutan dari belakangnya dihadiahi cibiran si kecil. Ia mendongak, kali ini berkaca pada manik indah sang bunda yang mungkin akan menularkan warnanya pada dia sebagai anak.

"Wae? Kamu mau pinjam mata bunda biar bisa lihat warna mata bocah tadi?"

"A-ani!
Seram sekali.."

"Kkk dia belum dewasa, sayang."

"Siapa?"

"Pasangan kamu."

"???"

"Iya, dia belum dewasa. Warnanya belum bisa dilihat dengan mata telanjang.

Tapi bunda bisa melihatnya. Bahkan warna mata kamu juga."

"Jadi..Vernonie tidak akan bisa pamer warna seperti bunda sebelum dewasa?"

"No.
Kecil, remaja, atau pun dewasa..

..kamu tidak boleh memamerkan warna mata. Mengerti?"

"Kenapa?
Takut berakhir seperti ayah?"

"Nanti kamu tau sendiri jawabannya."

"Ish bunda!"

"Pokoknya kamu percaya sama bunda kan?"

"Ugh.."

"Janji sama bunda. Jaga diri kalian baik-baik.
Percaya, bahwa dia benar pasangan yang sudah Tuhan takdirkan pada Pangeran. Arachi?"

Vernon hanya melengos tidak peduli. Sejenak merasa asing dengan kalimat takdir. Namun nyatanya, memang garis tersebutlah yang telah menuntunnya hingga ke sini.

Dan ketika gelar Pangeran sudah terucap oleh sang bunda, maka dirinya bukan lagi putra biasa.

Melainkan putra mahkota yang jelas mengerti kejadian apa setelah pelukan dari belakang ia terima.

Dapat Vernon rasakan kala wanita hebatnya menjatuhkan lutut. Bersimpuh, berkiblat pada purnama dengan lilitan lengan di tubuh anaknya. Dagu halus bersandar di pundak si kecil.

Mata terpejam, seakan ikhlas ketika jari jemari lentik yang biasa menggenggamnya kini menutup kelopak penglihatan. Sang Pangeran tak bisa berontak. Tak juga bisa lari dari takdir keluarga, darah yang langka yang seperti keyakinannya pula,

Semakin langka seseorang, semakin mengenaskan nasibnya.

Dengan telapak tangan lembut sosok tersayangnya di wajah, Vernon tau ia harus mendongak. Menghadap kepada bulan. Sementara sang bunda di belakangnya merunduk.

Bibir tersenyum, rapalan mantra nan halus terucap seiring dengan hembusan nafas terakhir.

"Bunda.."

"Ya, sayang?"

Suaranya gemetar. Namun sirat akan ketenangan masih ada di sana.

"Bukankah ini terlalu cepat?"

"Aniya.. memang takdir seorang blood moon untuk menyerahkan dirinya ketika yakin bahwa keturunan mereka telah menemukan pasangan, Vernonie."

"Tapi.. aku.. masih kecil.."

✓The Moon [VerKwan BxB]Where stories live. Discover now