PROLOG

1.3K 149 66
                                    

Happy Reading Guys
And I Hope You Like With My Story
*
*
*
*
*

Kamu sama aku itu kayak oreo, sekuat apa pun aku dan selemah apa pun kamu tidak akan sempurna kalau salah satunya hilang. Kamu udah kasih aku kebahagian jadi biarin aku yang lindungi kamu, layaknya biskuit oreo yang melindungi krim putihnya.

*
*
*

Bugh....

Suara pukulan serta tendangan terus terdengar beberapa kali memenuhi sudut jalanan yang sepi. Gadis yang memiliki nama lengkap Apletha Rillea atau April, kini sedang beradu pukul dengan dua orang pria tidak dikenal. Mereka tampak serempak menggunakan pakaian serba hitam ala-ala agen FBI.

April terus mendominasi semua serangan, ia menangkisnya secara sempurna serta memberikan sejumlah luka memar di sekujur tubuh kedua pria tersebut. Ia yang menguasai ilmu beladiri silat dengan sempurna mana mungkin bisa dikalahkan dengan mudah oleh para pesuruh payah ini.

"Pril, hati-hati," seru seorang pemuda yang berdiri di salah satu sudut jalan dan lebih memilih bersandar pada permukaan dinding daripada membantu April.

Jay Nuafarza Richard, beberapa orang memanggilnya Jay namun, bagi April nama itu tidak adil baginya sehingga ia lebih suka memanggil pria penakut yang selalu insecure akan segala hal itu dengan Januari.

Jay, ia adalah pria yang ketampanannya di atas rata-rata sehingga banyak gadis yang menyukainya. Jika kau bertanya apakah April menyukainya tentu saja ia menyukai dirinya, karakternya yang unik dan mudah takut membuat April malah lebih senang menjahilinya.

Bugh....

Satu tendangan keras dilayangkan oleh April, padahal April menghadapi dua orang pria dengan postur tubuh cukup kekar. Namun, kedua pria itu malah tepar akibat ulah gadis ini.

"Lemah," cibir April.

April membalikan badannya lalu meninggalkan kedua pria yang tengah tergeletak tidak sadarkan diri di atas jalanan beraspal. Ia mulai berjalan santai menghampiri Jay yang terlihat begitu khawatir, berbeda dengan Jay, laki-laki itu sudah takut setengah mati jika April akan terluka parah. Namun, lain hal dengan April yang malah santai seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Iris mata gadis itu tidak henti-henti menatap bingung kepada Jay yang tengah mengigit kuku jarinya sendiri membuat April hanya mampu mengulumkan senyumnya.

Jay mulai mengoreksi tubuh April hingga kedua matanya berhasil menemukan beberapa luka lebam di tangan gadis itu, secara spontan Jay meraih tangan kanan April, dan benar saja telapak tangan bagian luar April sudah memar tidak karuan.

"Astaga Pril! Tangan lo sampai kayak gini, ayok masuk mobil kita obatin!" pinta Januari.

"Luka ini nggak seberapa Jan, lo lupa apa pekerjaan gue empat tahun yang lalu?"

Jay langsung mendengkus napas kesal, ia memutar bola mata malasnya menatap April yang susah diberi tahu. "Ini yang bikin gue dulu insecure deket lo Pril," ujar Jay.

Spontan April menaikkan kedua alisnya diikuti dengan bibirnya yang tersenyum miring, sebenarnya ia sudah tahu jika Jay itu orang yang suka insecure akan semua hal secara berlebihan.

"Lo tahu gue khawatir sama lo, tapi kalau lo emang nggak mau diobatin ya udah, TERSERAH!" ketus Jay yang kemudian membuang tangan April.

Gue kerjain ah ..., batin April.

Ketika Jay bermaksud meninggalkan April seorang diri di tempat yang cukup sepi. Tiba-tiba April pingsan membuat Jay langsung memutar arah badannya dan berlari kecil menghampiri April. Jay langsung berjongkok untuk menyelaraskan tinggi badannya dengan gadis yang tidak kenal takut ini. Sesekali ia menepuk-nepuk pipi April memastikan gadis ini benar-benar pingsan atau tidak.

"Pril, Bangun!!" seru Jay.

Sebenarnya April tengah menahan tawa setengah mati, sesekali ia membuka sedikit kelopak matanya dan mendapati ekspresi Jay yang terlihat khawatir. Hatinya terasa tengah menyuarakan sorakan kemenangan ketika melihat pria yang ia sukai begitu mengkhawatirkan dirinya.

Goresan senyum terukir di mulut April membuat Jay langsung tahu jika dia sedang dikerjai, pria itupun langsung berdiri kembali lalu beralih melipat kedua tangannya di atas dada, kepalanya miring beberapa inci menatap April yang tidak kunjung bangun.

"Ternyata aspal lebih empuk dibandingkan kasur ya, bangun lo!"

April langsung membuka matanya dan mulai menegakkan tubuhnya kembali, ia terus cengengesan sambil menatap Jay yang sudah kesal seperti orang yang tidak mendapat gaji. April sedikit mengibas-ngibaskan bajunya dengan tangan sebab ia tidak suka jika ada tanah yang menempel di bajunya.

Gusaran napas kembali terdengar dari mulut Jay, ia mulai melangkahkan kakinya menuju mobil Lamborghini merah yang terparkir di pinggir jalan. Melihat pria itu hendak pergi meninggalkannya. April langsung meraih pergelangan tangannya, spontan Jay menghentikan langkahnya dan menolehkan wajahnya, menatap April yang tengah tersenyum manis.

"Hehe ... maaf, gue ikut Jan, kan, gue pengawal lo selamanya," ucap April.

"Ya udah, ayok!"

Lengkungan manis kembali April tunjukkan lewat bibir, sebelum keduanya memasuki mobil Lamborghini secara bersamaan tentu dengan Jay sebagai sopirnya. "Kenapa nggak jalan?" tanya April binggung.

Tanpa menjawab pertanyaan April, Jay langsung mengambil sebuah kotak obat yang ada di laci kecil mobil. Ia membuka kotak yang tadinya tertutup dan mengambil sebuah kapas serta cairan alkohol yang sering digunakan untuk membersihkan luka, Jay mulai menuangkan beberapa tetes cairan alkohol di atas permukaan kapas lalu mengusapkannya di atas luka April.

April bukanlah gadis manja apalagi lemah yang akan meringis kesakitan ketika lukanya diobati karena bagi dirinya ini hanyalah luka kecil. Ia justru merasa sangat bahagia karena Jay begitu memperhatikan dirinya hingga saat ini hatinya tengah berdisko riah.

Jay menghentikan aktivitas tangannya sesaat setelah kedua netranya berhasil menemukan goresan pisau di area pergelangan tangan April, goresan itu dihiasi noda darah yang sudah mengering walau tidak begitu dalam tetapi, akan berakibat fatal bila tidak diobati.

"Pril, kenapa nggak bilang kalau lo terkena pisau?" tukas Januari.

"Karena gue tahu Januari gue, bakalan nemuin dengan sendirinya."

Pletak!

Satu jitakan yang tidak begitu keras mendarat di permukaan dahi April dan Jay adalah pelakunya. "Eh, pala gue, kok, lo jitak sih ... dikira nggak sakit apa?" gerutu April seraya mengelus-elus permukaan dahinya.

"Luka memar nggak sakit, disayat pisau nggak nangis tapi gue jitak protes. DASAR ANEH!" ujar Jay kesal seraya mengobati seluruh luka April.

"Tapi lo sayang gue nggak?" tanya April dengan mata berbinar-binar.

"Enggak." Satu jawaban singkat yang keluar dari mulut Jay membuat April yang tadinya dipenuhi harapan langsung kesal, alis yang semula terangkat ia turunkan disertai gerakan bibir yang dimajukan ke depan yang justru membuat Jay tidak kuasa menahan tawa.

"Hahaha ...."

"Jangan ketawa! Lo tahu kalau ketawa lo itu serem." Seketika Jay menatap bingung.

"Masak ... kok, bisa?" tanya Jay heran.

"Soalnya mirip pocong perempatan, jadi jangan ketawa! Entar gue kerasukan cinta lo lagi." Jay langsung menggelengkan kepala lalu, beralih menyalakan mobilnya, melihat sosok Jay yang sekarang membuat April teringat kejadian empat tahun yang lalu.

Tinggalkan vote dan coment yah guys jangan lupa share 😘

I AM (NOT) FINE AND YOU? { COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang