Tera

30 8 2
                                    

"Teh Rara balikin ih."

"Teh Rara jangan digituin."

"Teh Rara atuh ih, sini balikin."

Tera dengan jahilnya mengambil salah satu mainan kesayangan milik sepupunya. Ia mengangkat tinggi-tinggi mainan tersebut, agar tidak bisa mengambilnya. Ia juga berpura-pura seolah menjatuhkan mainan tersebut.

"Gak mau, cium dulu sini." Ia tersenyum jahil dan menujukkan pipi kirinya untuk dicium oleh sepupunya yang berumur 5 tahun.

Tera tahu sepupunya itu anti dengan ciuman. Sepupunya itu selalu bilang 'cewek sama cowok itu gak boleh ciuman. Berdosa tahu.' Entah pemikiran darimana itu, mungkin dari Ibu dan Ayahnya. Maka dari itu saking gemasnya Tera pada sepupunya, dia melakukan itu.

"Huwaaa, ibu teh Rara." Tangisan Gio pecah. Dia menangis dengan kencang. Sungguh yang Tera lakukan sama seperti biasanya. Tapi kenapa bisa sekencang ini.

'Bakal kena semprot ini mah' batin Tera.

Ibu Tera yang mendengar tangisan Gio, menggeplak lengan Tera dan membawa Gio kepelukkannya."Tera, kasihin. Kamu ini ya bisanya cuma nangisin anak orang. Capek ibu tuh Ra." Gerutu sang ibu.

"Aww, ibu sakit. Aku cuma iseng doang, Gionya aja yang cengeng tuh." Kesal Tera.

"Apanya yang iseng, orang tiap dia kesini kamu suka nangisin si Gio." Ucapnya sambil menenangkan Gio.

"Tahu ah, Tera ngambek sama ibu." Tera meletakkan mainan Gio di nakas lalu pergi ke depan dengan tujuan entah kemana.

Namun saat didepan Tera melihat mobil angkutan barang sedang terparkir di sebrang rumahnya. Sepertinya ada tetangga baru pikirnya.

Tera terus memerhatikan rumah disebrangnya. Hingga pemilik dari rumah tersebut menoleh kepadanya dan memicingkan matanya. Tera yang saat itu ketahuan sedang memerhatikan, langsung buru-buru masuk ke dalam rumah dengan perasaan berdebar.

"IBU." Teriak Tera.

"Naon! Tong gogorowokan kitu Tera, ieu téh imah lain hutan" (1). Teriak kesal Ratih-ibu Tera dari arah dapur dengan bahasa sundanya.

"Ish ibu juga sama gogorowokan (2), malah nyalahin anaknya." Gerutu Tera sambil berjalan ke arah dapur.

Tera melihat ibunya ini sedang memasak makanan kesukaan dirinya. "Wih bakal makan enak nih aku."

"Ck cepetan kamu mau ngomong apa, ibu lagi sibuk nih."

"Ibu, anakmu yang cantik ini sedang dalam bahaya." Ujar Tera.

"Bahaya apa?" Heran Ratih, karena selama ini anaknya itu jauh dari kata 'bahaya.'

"Bahaya cinta" ucap Tera tersenyum malu, mengingat kejadian tadi.

"CINTA?!" Teriak Galih-kakak Tera- yang tiba-tiba masuk ke dapur saat mendengar obrolan mereka.

Tera yang mendengar teriakan seseorang, langsung menoleh kebelakang dan menemukan kakanya yang sedang menatap dia bingung.

"Ehh ada aa, ngapain kesini. Kirain udah beda alam." Sindir Tera.

"Heh lo tadi ngomong cinta. Cinta ke siapa? Bentukan kek gini, mana ada yang mau sama lo." Cecar Galih mengabaikan sindiran Tera.

Tera mengerucutkan bibirnya. "Aa ngomongnya jahat ih. Gini-gini juga adek lo tuh imut, cantik, manis, ya walaupun kulit gue sawo matang."

Lalu ia merentangkan tanganya sambil menerawang seolah-olah dia sedang meramal masa depannya. "Tapi kalo cinta mah gak mandang fisik, tapi mandang hati. Hati yang baik, yang tulus bakal kalah sama fisik yang rupawan. Fisik bakal hilang dengan zamannya tapi hati yang tulus akan selalu tetap abadi, iya gak bu?" Lanjutnya dengan meminta persetujuan dari Ratih atas kalimatnya.

Jatuh CintaWhere stories live. Discover now